PELANGI BUDAYA SITUS SANGIRAN 2: Cerita Legenda Balung Buto di Situs Sangiran

0
701

Fosil merupakan sumber otentik yang dapat merekonstruksi sejarah kehidupan alam dan manusia yang tersisa ribuan bahkan jutaan tahun lalu. Masyarakat sekitar Situs Sangiran dahulu menyebut fosil sebagai balung buto yang berarti tulang raksasa. Mereka percaya bahwa balung buto dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti demam, sakit perut, encok, bisul, disentri, pusing, sakit gigi, gatal-gatal, keseleo/retak tulang, penyakit karena gigitan hewan berbisa serta membantu ibu-ibu yang susah melahirkan.

Terdapat cerita legenda yang berkaitan dengan mitos balung buto dan asal usul nama Sangiran, berikut adalah kutipan dari buku “Balung Buto, Warisan Budaya Dunia Dalam Perspektif Masyarakat Sangiran” karya Bambang Sulistyanto:

“Pada zaman dahulu kala, ketika daerah Sangiran masih berupa hutan lebat dan berbukit-bukit, hiduplah sekelompok masyarakat penuh dengan kedamaian. Suatu ketika, ketentraman mereka tiba-tiba berubah menjadi kekacauan karena datangnya bala tentara raksasa. Rombongan raksasa itu merusak berbagai jenis tanaman dan memangsa hewan bahkan memakan manusia terutama anak-anak. Penduduk Sangiran ketakutan dan berlarian menuju ke sebuah desa di balik bukit untuk minta bantuan kepada seorang ksatria yang gagah perkasa bernama Raden Bandung.

Sebagai ksatria, Raden Bandung menyanggupi akan mengusir para raksasa dari bumi Sangiran secara baik-baik, tetapi para raksasa itu tidak mau meninggalkan Sangiran, bahkan minta agar setiap hari mereka diberi persembahan berupa seorang anak manusia sebagai makanan raja raksasa. Raden Bandung marah dan terjadilah peperangan antara anak buah Raden Bandung dengan pasukan raksasa. Peperangan itu dimenangkan oleh tentara raksasa dan Raden Bandung sendiri hampir saja terbunuh oleh kesaktian raja raksasa bernama Tegopati.

Kekalahan perang melawan raja raksasa mengharuskan Raden Bandung melarikan diri dan bersembunyi di tengah hutan. Dalam pengasingan, Raden Bandung mendapat wangsit (wahyu) dari dewa yang menasehati agar dia bertapa di hutan selama sewindu. Setelah genap waktunya, seperti yang telah ditentukan dewa, datanglah wisik/bisikan yang mengatakan agar Bandung menenggelamkan diri di sebuah telaga (kedung) yang banyak pohon beringinnya. Wisik dari dewa itu dijalaninya, dan di dalam air telaga itu Bandung bertemu dengan Dewa Ruci yang memberikan banyak wejangan atau ajaran tentang berbagai hakekat hidup dan cara mengalahkan kejahatan yang dilakukan oleh para raksasa. Pada akhir nasehatnya, Dewa Ruci mengatakan,”Sangirlah (asahlah) kukumu di batu itu, sebagai senjata yang akan mengalahkan para raksasa”. Setelah senjata kuku ditajamkan, Raden Bandung muncul dari air telaga dan bersama pasukannya mencari Tegopati, raja raksasa yang pernah mengalahkannya. Alangkah terkejutnya dia ketika mengetahui keadaan sudah berubah sama sekali. Tegopati telah mendirikan kerajaan di Glagahombo dengan para pengikut dan bala tentara raksasa yang semakin bertambah banyak. Tidak jauh dari kerajaan itu dibangun pula sebuah gapura yang megah sebagai pintu masuk menuju kerajaan, sekaligus berfungsi sebagai tempat penjagaan. Singkat cerita, Raden Bandung bersama pasukannya menyerbu kerajaan Glagahombo. Pasukan raksasa banyak yang melarikan diri tersebar ke mana-mana, tetapi mereka dapat dikejar dan sebagian besar terbunuh, termasuk raja raksasa Tegopati sendiri yang meninggal oleh senjata kuku Raden Bandung. Kematian raja raksasa itu sangat mengenaskan, bangkainya dilemparkan jauh sampai jatuh terjengkang (jepapang) di suatu tempat yang dinamai Dusun Bapang, masuk dalam wilayah desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe. Sebagian lagi pasukan raksasa meninggal karena tenggelam oleh bendungan yang dibuat oleh pasukan Raden Bandung. Oleh karena banyak raksasa yang meninggal, darahnya berceceran hingga menggenangi suatu tempat yang saat ini bernama Desa Saren (darah). Tulang-tulang sisa bangkai raksasa yang tersebar di berbagai tempat di Sangiran itu akhirnya oleh penduduk dinamakan balung buto (tulang raksasa).” (Duwiningsih)