Situs Sangiran memiliki kekayaan arkeologis yang luar biasa sehingga mendapat pengakuan dunia yang tertuang dalam dokumen Unesco C593. Kekayaan yang menghadirkan pengakuan dunia tersebut berupa berbagai bukti kehidupan manusia purba dengan budaya yang berhasil diciptakannya, hewan purba, dan lapisan tanah yang mengisahkan kehidupan lebih dari 2 juta tahun yang lalu.
Kekayaan tersebut ditambah dengan kekayaan budaya dan kesenian yang dimiliki masyarakat yang hidup di tengah Situs Sangiran. Mereka hidup dan menghidupkan budaya dan kesenian yang ditinggalkan nenek moyang. Selain itu masyarakat hidup dengan melestarikan budaya dan kesenian guna mempertahankan kebanggaan untuk mengisahkan kehidupan manusia purba dan berbagai kisah yang menyertainya.
Hal ini merupakan bagian dari upaya mendapat pengakuan dari sekitar dan juga dari berbagai pihak. Sebagai bagian dari menunjukkan eksistensi diri, mereka menunjukkan karya mereka pada masyarakat. Hal ini juga dapat menjadi bagian dari sosialisasi tentang Situs Sangiran pada masyarakat melalui kesenian.
Covid-19 yang melanda Indonesia yang sejak 1 Maret 2020 ketika diumumkan Presiden Joko Widodo, membawa dampak negatif bagi pelaku budaya. Mereka menjadi harus bekerja ekstra keras untuk menjaga marwah budaya dan kesenian yang mereka bawakan. “Kami terdampak, banyak pementasan yang harus dibatalkan selain itu latihan juga terpaksa ditiadakan”, keluh Jumadi yang merupakan Ketua Sanggar Sangir yang berada tak jauh dari Museum Manusia Purba Klaster Krikilan.
Pembatalan pementasan ini membuat mereka harus bekerja keras dalam mempertahankan agar memperoleh penghasilan. Mereka harus berusaha mencari penghasilan lain dan berusaha tetap bertahan. Selain itu, Kelompok Tari Purba yang juga mengandalkan pementasan sebagai bagian dari mempertahankan kesenian dan menambah penghasilan mengalami nasib serupa. Kelompok ini merupakan kelompok tari purba yang mengisahkan tentang kehidupan manusia purba dimasa lalu. “Dengan Covid-19 ini kami tidak bisa pentas selain itu latihan saya offkan dulu”, jelas Warseno yang menjadi ketua.
Kedua kelompok ini merupakan bagian dari mempertahankan budaya dan kesenian yang berkembang di tengah Situs Sangiran. Mereka mencoba mempertahankan budaya masa lalu kelalui kesenian. Selain juga memperkenalkan Sangiran pada masyarakat melalui kesenian.