Museum Virtual Jadi Pilihan di Masa Pandemi

0
122193

Layanan kunjungan museum di masa pandemi Covid 19 otomatis terhenti. Namun demikian, masyarakat tetap dapat belajar dan berkunjung ke museum melalui media virtual. Hal tersebut terungkap pada diskusi terpumpun yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak), Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbang dan Perbukuan), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kamis (12/11).
 
Dalam diskusi yang bertema “Inovasi Teknologi Digital dalam Layanan Museum di Masa Pandemi Covid-19” tersebut menghadirkan pakar dari universitas dan sejumlah pengelola museum di Jakarta. Dalam sambutannya, Sekretaris Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbud, Suhadi mengatakan, di masa krisis seperti saat ini, seluruh lapisan masyarakat harus saling memotivasi dan menguatkan supaya kreativitas dan inovasi di museum tetap berjalan meski di tengah berbagai tantangan. Adapun bentuk kreativitas yang marak dilakukan adalah layanan digital.  
 
“Keadaan sudah berubah karena pandemi. Maka tugas kita di Kemendikbud adalah memastikan anak-anak tetap mendapat layanan pendidikan, termasuk layanan museum. Siswa ke museum ini turut membentuk karakter Pelajar Pancasila. Maka, mari kita berperan agar anak-anak tetap bisa ke museum secara virtual dan mari kita buat museum menarik agar mereka mau berkunjung,” jelasnya.
 
Senada dengan itu, Museolog Universitas Indonesia, Kresno Yulianto berpendapat, beberapa pengelola museum sudah beradaptasi menjalankan strategi digital, misalnya dengan membuat kunjungan virtual, blog, dan interaksi di internet. Namun, ia meyakini museum harus membuat tim manajemen krisis yang lebih integratif.
 
Pandemi dinilai Kresno, membuat komunikasi terputus sehingga museum butuh tim manajemen krisis dan kehumasan, terutama untuk komunikasi eksternal ke publik. Menurutnya, sektor humas dalam kondisi ini sangat menentukan. Museum harus makin gencar mengembangkan media digital interaktif yang menjangkau banyak orang. “Jangan lupa siapa media partner museum dan community relations dengan masyarakat. Itu harus dijaga,” tegasnya pada kesempatan yang sama.
 
Kresno mencontohkan, museum dapat menjalankan fungsi sosial (charity) dengan berbagai komunitas nonprofit sebagai bentuk tanggung jawab sosial atau menggandeng seniman-seniman untuk membuat masker dan dijual. “Buat yang unik-unik, dan pegang basis data pengunjung. Promosikan terus bahwa museum aman dikunjungi dengan protokol kesehatan. Atau, seperti Museum Macan yang selalu promosi museum bisa dikunjungi secara digital. Jadi, publik juga tidak merasa hak berkunjung ke museum dikurangi,” ucapnya.
 
Lebih lanjut, Pengajar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung, Windy Gambeta mengakui, teknologi digital seperti Artificial Intelligence (AI) dan augmented reality akan membantu museum menjalankan layanan menarik.
 
“Di kampus, pada masa pandemi, semua dosen disuruh membuat video belajar dan diunggah ke YouTube. Dosen-dosen yang banyak pengikutnya, kontennya bisa dimonetisasi. Museum bisa membuat kanal YouTube. Pasti ada dana, tapi konten pameran bisa disimpan di YouTube dan bisa dikelola untuk pemasaran museum dan mendapat pemasukan,” tutur Windy mencontohkan.
 
Sebagai informasi, saat ini Indonesia memiliki 439 museum di 34 provinsi. Sejak pandemi, survei UNESCO pada Mei 2020 menunjukkan, 90% dari sekitar 85 ribu museum di seluruh dunia menghentikan layanan kunjungan wisatawan secara fisik ke museum. Hal ini berdampak pada keberlangsungan museum itu sendiri, terutama museum-museum yang dikelola swasta dan perorangan, yang pendanaannya bergantung sepenuhnya dari kunjungan wisatawan.  (Denty A./Aline R.)
Sumber : kemdikbud.go.id