Kabupaten Blora dalam penelitian arkeologi, paleoantropologi, dan paleontologi menjadi penting setelah beberapa temuan fosil fauna dan manusia purba mulai diteliti dan ditemukan. Bermula dari Desa Ngandong pada sekitar tahun 1930 hingga tahun 1933 Pierre Teilhard de Chardin melakukan penelitian dan menemukan bebrapa fosil vertebrata dan manusia purba. Sementara itu oleh peneliti yang lain yaitu Willem Frederik Florus Oppenoorth temuan manusia purba tersebut dikelompokkan dengan nama Homo soloensis atau generasi Homo erectus progresif (maju). Namun demikian tidak hanya temuan tersebut, Blora juga memiliki tinggalan hunian masa selanjutnya yaitu kehadiran orang Kalang dengan berbagai artefak bekal kubur. Dilanjutkan masa Hindu Budda, masa masuknya pengaruh Agama Islam, serta masa masuknya Kolonial yang meninggalkan artefak, ekofak, dan digolongkan ke dalam Benda Cagar Budya. Disamping peninggalan berupa benda (tangible), juga masih dijumpai beberapa tinggalan tak benda (intangible) baik berupa kesenian tradisional (barongan) yang sudah ditetapkan mejadi warisan dunia tak benda, upacara adat dan lain sebagainya.
Tinggalan material budaya dari Blora tersebut sebagian menjadi koleksi Rumah Artefak Blora, yang terletak di Gedung Olah Raga Jalan GOR no. 3, Karangjati, Ketanggar, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Menempati ruang dengan ukuran kurang kebih 100 meter persegi, beberapa koleksi sudah menempati dan ditata pada display ruang pamer. Namun demikian penatan display koleksi ada ruang pamer tersebut nampak belum mampu memberikan informasi dan edukasi serta daya tarik visual yang optimal. Dengan demikian tim dari BPSMP Sangiran mengadakan kerjasama dengan Dinas Kepemudaan, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blora terkait bantuan teknis penataan ruang pamer Rumah Artefak Blora. Kegiatan dilaksanakan dimulai dari tanggal 8 hingga 12 Februari 2020, dengan menyasar secara observasif pada penataan koleksi untuk mendapatkan konsep desain tata pamer yang informatif serta menarik pengunjung.
Pada kegiatan tersebut menjadi tambah menarik perhatian ketika ternyata sekumpulan komunitas pelaku budaya Blora menjadikan Museum Rumah Artefak sebagai diskursus (tempat diskusi non formal). Pada hari itu sedang berkumpul antara lain komunitas Matra (Masyarakat adat dan Tradisional), mahasiswa Undip Sejarah, Ibu Puri pelaku budaya juga seorang sinden. Kesempatan ini dimanfaatkan tim dari BPSMP Sangiran untuk memperkenalkan diri serta memberikan deseminasi informasi tentang nilai penting tinggalan purba berupa Cagar Budaya di Blora. Diharapkan para pelaku budaya dan komunitas menjadi tertarik untuk turut serta melestarikan dan memelihara salah satunya dengan membuat even kesenian tradisional dilokasi-lokasi yang diduga mengandung Cagar Budaya. Dengan demikian lokasi tersebut akan dikenal oleh masyarakat sekaligus turut andil dalam pelestariannya bersama dukungan dari Pemerintah maupun Pemerintah Daerah. Diskursus pelestari cagar Budaya dan pelaku budaya di Museum Rumah Atefak akan berkembang dan mampu menjembatani antara UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, PP No.66 Tahun 2015 tentang Museum, serta UU No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. (Dodyw).