Mereka, Para Perintis

0
1985

“Tersebutlah dua ekor burung sakti, bernama Ara dan Irik. Mereka mengambil segumpal lumpur lalu membentuknya menjadi manusia”

Itulah mitos masyarakat Dayak tentang asal usul manusia. Itu hanya salah satu dari ribuan mitos di dunia Mitos adalah penjelasan yang diberikan manusia untuk fenomena yang belum dapat dijelaskan secara ilmiah pada kala itu. Perlahan tapi pasti, mitos mulai digantikan oleh penjelasan yang lebih ilmiah ketika para peneliti mulai mengungkap rahasia alam.

Sebelum abad ke-16, fosil merupakan bagian dari mitos. Namun, berkat ketekunan para peneliti perintis, fosil menjadi bukti penjelas adanya kehidupan beragam makhluk jauh sebelum kehadiran manusia. Perburuan fosil diawali oleh para antikurian, orang-orang Eropa yang hobinya mengumpulkan benda-benda antik unik. Dorongan rasa ingin tahu mereka mengubah hobi menjadi aktivitas ilmiah. Bersamaan dengan kemajuan ilmu di Era Pencerahan, fosil diberi makna baru sebagai jejak perkembangan mahluk hidup.

Geliat pemikiran baru itu menyemai para peneliti melintasi benua. Di nuasantara, G.E. Rumphius ahli botani asal Jerman yang bekerja untuk Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dianggap sebagai perintis penelitian fosil. Ketertarikannya sudah bersemi sejak kapalnya merapat di Ambon. Melalui matanya , pengamatan geologi awal di Nusantara terdokumentasi. Deskripsinya tentang batu berbentuk “jari” (Stone fingers) dari Pulau Sula, Maluku, memicu curiga adanya fosil belemnite (cumi-cumi purba) dari era Mosozoikum.

Di Ambon dia menetap dan meneliti hingga penglihatannya diserang Gloucuma simplek pada 1670 yang membuatnya mengalami kebutaan total. Wilayah beriklim tropis ini kian dipandang menjanjikan bagi ruang penelitian kehidupan purba. Pada kurun 1850-1854, di seputar Banten, Junghuhn berhasil memperoleh ±500 fosil kerang dan moluska. Keberhasilan itu mengundang beberapa peneliti lainnya turut ambil bagian. Kemudian, R.D.M. Verbeekpun memboyong temuan fosil molusca. Oleh Karl Martin, hasil temuan Junghuhn dan Verbeek dianalisis dan dipublikasikan dalam berbagai karya ilmiah, diantaranya “Die Fossilien von Java auf Grund einer Sammlung von Dr. R.D.M. Verbeek und von Anderen” (Fosil Jawa atas Dasar Koleksi dari Dr. R.D.M. Verbeek dan lain-lain). Dibagian lain nusantara, di Timor barat, pada tahun 1865, penelitian fosil fauna dari masa Paleozoik Akhir (410-250 juta tahun silam) diprakarsai oleh Heinrich Ernst Beyrich, seorang Peleontolog dari Jerman.

Era rintisan ini dipuncaki dengan penemuan fosil hominid Wajak 1 pada 1888 oleh B.D. van Rietschoten, seorang insinyur pertambangan. Temuan van Rietschoten dari pertambangan marmer dekat  Tulungagung ini menjadi fosil manusia purba pertama yang dilaporkan dari Hindia Belanda. Temuan ini sanggup menciptakan daya dorong lebih besar bagi penelitian evolui manusia dan kehidupan prasejarah di Indonesia.

Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung