Salah satu fungsi museum adalah sebagai tempat belajar yang dapat membantu untuk memahami sejarah dan budaya bangsa, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Dengan mengetahui Sejarah dan budaya masa lalu, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air, mengetahui makna koleksi-koleksi museum, dan sebagai sumber inspirasi untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
Fungsi museum ini, rupanya disadari oleh SMP dan SMA Ciputra Kasih Semarang yang berkunjung ke Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan pada hari Jumat, 17 Januari 2025. Rombongan SMP Ciputra Kasih Semarang berjumlah 109 siswa dan 10 orang guru dan SMA Ciputra Kasih Semarang sejumlah 49 siswa dengan 6 guru pendamping.
Pada kunjungan ini, rombongan diajak untuk diskusi tentang Situs dan Museum Sangiran serta sebuah cerita rakyat yang ada di Sangiran. Penjelasan secara singkat disertai diskusi tentang Situs Sangiran di masa lalu hingga kini, koleksi yang dipamerkan di museum untuk memberi edukasi bagi pengunjung, serta sebuah cerita rakyat yang dikenal dengan Mitos Balung Buto.
Untuk memperkenalkan Mitos Balung Buto, rombongan diajak untuk menyaksikan film yang berjudul, “Jejak Raksasa di Tanah Jawa”. Film ini merupakan film dokumenter tentang Mitos Balung Buto dari persepsi peneliti Mitos Balung Buto dan Masyarakat Sangiran. Film ini merupakan hasil kerja Kelompok Mahasiswa Magang dan Studi Independen 7 di Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan.
Film ini mengambil sebuah mitos yang dipercayai masyarakat Sangiran yang kini sudah mulai terkikis. Mitos Balung Buto yang dipercayai masyarakat Sangiran, berceritakan tentang perang antara kebaikan yang diwakili oleh Raden Bandung melawan angkara murka yang terwakili dari Raja Raksasa, Tegopati. Perang yang akhirnya dimenangi Raden Bandung, kemenangan bagi kebenaran yang merupakan hasil kerja keras. Terjadi proses kerja keras yang dilakukan Raden Bandung agar dapat menang dan mengalahkan Tegopati. Kisah kepahlawanan ini sudah mulai terkikis dan termakan oleh waktu, hanya orang-orang di Situs Sangiran yang berusia lebih dari 40 tahun yang masih memahami dan merekamnya dalam ingatan mereka.
Selain menampilkan perspektif Mitos Balung Buto tersebut, film ini juga menggali bagaimana Mitos Balung Buto ini dapat menjadi sarana edukasi bagi masyarakat. Mampu mengingatkan kembali tentang bagaimana masyarakat terdahulu memiliki kearifan lokal, sebuah mitos yang diyakini dapat menangkal sikap merusak masyarakat dan budayanya. Mitos yang sudah terkikis tersebut saat ini dimanfaatkan masyarakat, salah satunya dalam bentuk kesenian yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukasi. Sebuah mitos yang mampu direkam oleh Kelompok Mahasiswa Magang dan Studi Independen 7 di Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan dalam sebuah film yang dimanfaatkan memberi edukasi bagi masyarakat. (Wiwit Hermanto)