Mengapa Kita Perlu Mengenal “Sangiran”

0
350

Bicara tentang Sangiran kalian semua pasti ingin tahu apa isi yang ada didalam Sangiran, mari kita simak artikel ini yang membahas tentang Sangiran Early Man Site : The Homeland Of Java Man.

Sangiran adalah situs manusia purba yang istimewa karena banyak ditemukan fosil manusia purba. Sangiran berada ditengah-tengah Pegunungan Lawu dibagian timur dan Pegunungan Merapi-Merbabu dibagian barat. Situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO dengan luas 56 km2 tetapi apabila melihat kondisi dilapangan, Sangiran seluas 59,21 km2.

Seorang ilmuwan Belanda bernama von Koenigswald bekerjasama dengan Toto Marsono untuk meneliti Situs Sangiran. Toto Marsono yang oleh warga Sangiran kala itu dikenal dengan panggilan Mbah Toto merupakan Kepala Desa Krikilan. Mbah Toto Marsono mengatakan bahwa fosil di Sangiran dulu terkenal sebagai “BALUNG BUTO” atau tulang-tulang raksasa.

Setelah Indonesia merdeka upaya penelitian dilanjutkan Mbah Toto dengan mengumpulkan fosil dirumahnya. Setelah rumah Mbah Toto penuh, dibuatlah sebuah situs museum kecil untuk menampung fosil itu. Rumah Mbah Toto yang digunakan menampung fosil saat ini menjadi Balai Desa Krikilan.

Sangiran mengalami perkembangan, yang dulu pada tahun 1989 hanya sebuah museum kecil yang hanya dapat menampung pengunjung sebesar 500 orang kemudian berkembang. Kemudian dibangunlah museum yang lebih megah tahun 2007. Museum yang lebih megah ini dapat menampung 5.000 pengunjung. Ketika Sangiran mengalami perubahan yang besar akan tetapi masih ada sebagian kecil masyarakat yang berfikiran “Untuk apa melihat Sangiran lagi jika kita sudah pernah berkunjung melihatnya?”. Maka dari itu pelestarian manusia purba Sangiran tidak memiliki seseorang yang ingin meneruskan untuk melestarikan budaya manusia purba yang hanya dapat ditemukan satu kali saja dan tidak dapat diperbarui lagi.

Tidak hanya Situs manusia purba Sangiran saja yang perlu kita lestarikan, masih banyak lagi cagar budaya di indonesia yang perlu kita lestarikan seperti Candi Borobudur, Prambanan, tari tradisional, alat musik tradisional, serta berbagai tinggalan budaya lainnya. Semua itu perlu kita kembangkan untuk pengetahuan generasi-generasi selanjutnya agar tidak menjadi peninggalan yang terlupakan.

Para arkeolog sempat berkata “Apabila temuan kecil ditempatkan digudang maka barang itu tidak akan bermanfaat untuk orang lain tetapi apabila temuan-temuan kecil itu ditempatkan dimuseum, akan sangat bermanfaat bagi orang lain karena akan dapat mengetahui arti dari temuan kecil tersebut”. Itulah seharusnya kelimat-kalimat yang dapat mendorong masyarakat untuk belajar tentang budaya masa lalu yang belum mengetahui apa-apa kecuali untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan alam sekitar.

Mengapa harus masyarakat yang ikut berperan untuk perlindungan terhadap situs manusia purba?

Karena apabila masyarakat berpikir bahwa kebudayaan itu tak penting, maka itu akan berdampak buruk untuk kebudayaan itu sendiri. Siapa lagi yang harus melestarikan kebudayaan kalau tidak masyarakat itu sendiri?. (Arif Nurrocman, Anggota YGC Sangiran)