Memamerkan Jejak Kehidupan Purba Sangiran di Museum Geologi Bandung (Bagian 3)

0
193

Salah satu cara menyebarluaskan informasi dan pengetahuan tentang kekayaan yang ada di Situs Sangiran, dilakukan melalui pameran keliling dari kota ke kota. Pada tanggal 9-12 September 2023, pameran keliling dilaksanakan di Museum Geologi Bandung. Pameran keliling ini hasil kerjasama Museum dan Cagar Budaya Unit Museum Manusia Purba Sangiran bekerjasama dengan Museum Geologi Bandung dengan mengusung tema “Jejak Kehidupan Purba di Sangiran”.

Koleksi yang dipamerkan, mengisahkan tentang perubahan lingkungan di Sangiran sejak 2,4 juta tahun yang lalu hingga 300 ribu tahun yang lalu. Fauna yang pernah hidup di lingkungan laut, rawa, dan darat yang ada di Sangiran akan memberi penjelasan kepada pengunjung.

Selain memamerkan koleksi, guna memberi edukasi dan informasi pada Masyarakat, diadakan acara talk show. Dalam talk show ini disampaikan berbagai pengetahuan dan informasi tentang Situs Sangiran, penelitian yang pernah dilakukan, temuan-temuan yang pernah ditemukan, koleksi fenomenal, dan juga terkait dengan Museum Manusia Purba Sangiran. Acara ini mengundang 2 orang narasumber, Suwita Nugraha dari Museum Manusia Purba Sangiran dan Halmi Insani dari Museum Geologi Bandung.

Suwita menjelaskan diawal bagaimana Situs Sangiran dikatakan sebagai rumahnya manusia purba dengan data-data penelitian yang pernah dilakukan berbagai peneliti. ”Terdapat kurang lebih 100 individu Homo erectus yang ditemukan di Sangiran, ini merupakan 50% Homo erectus dunia”, jelas Suwita.

Dari 100 individu Homo erectus itu, terdapat temuan yang sangat menarik perhatian para peneliti dunia. “Temuan tersebut dinamakan Sangiran 17, yang dikatakan temuan yang sangat fenomenal karena memiliki atap tengkorak, muka, rahang atas dan gigi geligi yang menyatu dan bisa direkontruksi dan diteliti para ahli”, jelas Suwita.

Halmi menambahkan bahwa disebut S, merupakan sebuah lokalitas yang menunjukkan tempat temuan, yaitu di Sangiran. “S17 ditemukan pada tahun 1969 oleh Tukimin dan Towikromo saat bertani dengan linggis”.   

Saat bertani dengan linggis tersebut Tukimin dan Towikromo menemukan sebuah tengkorak yang dikemudian hari dikenal sebagai S17.  Halmi lebih lanjut menjelaskan bahwa linggis tersebut saat ini masih tersimpan dengan baik di Museum Geologi Bandung. Linggis tersebut bernilai tinggi karena, “Tugas kita mengangkat nilai ilmiah, histori, estetika benda mati untuk menjadi benda yang menarik secara ilmiah.

Diskusi berlanjut dengan memberi kesempatan para peserta untuk mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Pengetahuan dan informasi yang diberikan melalui talkshow merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pada masyarakat tentang Sangiran dari waktu ke waktu. Cerita masa lalu dapat disampaikan secara membumi sehingga mudah dipahami dan membumi. (Wiwit Hermanto)