Manusia Jawa: Misteri dan Pengingkaran
Tahun 1891, Dubois memerintahkan penggalian di tepi Bengawan Solo, Trinil.
Dan … eureka!
Di antara ribuan fosil fauna yang berhasil diangkat, mereka menemukan fosil geraham ketiga (September) dan atap tengkorak (Oktober) milik figur yang dibayangkannya sebagai pra-manusia. Setahun kemudian (Agustus 1892), mereka kembali menemukan fosil paha kiri yang terawetkan dengan baik. Dubois yakin, ketiga fosil itu berasal dari individu yang sama.
Bagi Dubois, ketiga fosil itu menunjukkan setidaknya dua hal: (1) otak individu temuannya lebih besar daripada otak simpanse, terlebih jika dibandingkan secara proporsional dengan paha kirinya, dan (2) struktur paha temuannya menunjukkan bahwa sang individu telah berjalan tegak. Kedua fakta itu menguatkan keyakinan Dubois akan figur “matarantai yang hilang”, sehingga ia mengubah nama yang mula-mula diberikannya: Anthropopithecus (kera-manusia) menjadi Pithecanthropus (manusia-kera).
Jauh sebelum Dubois mempublikasikan risalah ilmlahnya alas Manusia jawa, bahkan sebelum kepulangannya ke Belanda, kabar penemuan telah tersiar. Api perdebatan tersulut dan membesar. Riuh rendah tanggapan kalangan akademisi terhadap temuan Dubois, tak pelak, telah menempatkan sosok misterius sang pra-manusia ke panggung penelusuran nenek moyang manusia di dunia. Sayang, karena banyaknya tentangan, Dubois kelak justru mengingkari kedudukan “missing link” yang dilekatkannya pada Manusia Jawa. Ia mengoreksinya dengan mengatakan bahwa temuan Trinil adalah keturunan raksasa kera gibbon.
Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung