Pasar Budaya Desa Krikilan yang dilaksanakan di Punden Tingkir masih menyisakan cerita dan kenangan. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari sejak tanggal 13-15 November 2020 dengan mengangkat potensi budaya lokal.
Punden Tingkir yang menjadi lokasi “Hajatan Masyarakat” ini berbenah untuk dijadikan tempat hajatan masyarakat yang diharap mampu meninggalkan kesan positif dan membangkitkan semangat masyarakat untuk terus berbenah. Pandemi yang masih melanda bangsa ini, berdampak pada sebagian besar masyarakat dan dengan kegiatan Pasar Budaya di Desa Krikilan ini menjadi awal mengangkat semangat masyarakat untuk berupaya bangkit.
“Masyarakat dan pemerintah desa sangat mendukung dan berharap kegiatan tersebut berkelanjutan”, jelas Aries Rustioko selaku Sekertaris Desa Krikilan yang juga Ketua Panitia Pasar Budaya Desa Krikilan.
Momen ini menjadi salah satu cara mendekatkan kembali hubungan antar masyarakat yang sempat renggang karena pandemi ini. Masyarakat diajak untuk bergotong royong guna menyukseskan kegiatan besar ini.
Gotong royong yang dilakukan dalam kegiatan Pasar Budaya ini mengajak masyarakat untuk kembali mengingat kearifan lokal yang sudah turun-temurun. Gotong royong yang sudah ditanamkan dalam jiwa masyarakat dibangkitkan kembali. Masyarakat bergotong royong dalam berbagai bentuk sumbangan sesuai dengan kemampuannya. “Bentuk sumbangan adalah dari tenaga, pikiran, dan juga materi”, jelas Aries.
Tema yang diambil merupakan hasil dari penggalian potensi yang telah dilakukan sebelum pelaksanaan Pasar Budaya di Desa Krikilan. “Untuk menentukan tema kita sesuaikan dengan lokasi dan juga potensi seni budaya yang ada di wilayah kami, kemudian kita rangkum dalam sebuah konsep Pasar Budaya”, lanjut Aries.
Tema “Sangiran Ngundhuh Mantu” menjadi tema yang diangkat dalam kegiatan ini. Dijelaskan makna dari tema tersebut berlatar belakang masa lalu saat para pengawal Raden Tingkir melewati wilayah Sangiran. Ada seorang pengawal yang sakit yang kemudian diobati oleh sebuah keluarga dengan sangat baik, bahkan menganggapnya sebagai keluarga sendiri.
Sang pengawal tersebut bergaul dan bermasyarakat dengan warga yang kemudian dikenal dengan sebutan Wiro Sangir. Wiro Sangir secara rutin diberi obat oleh seorang gadis bernama Dewi Sangir, yang lama kelamaan cinta itu bersemi antara keduanya.
Cerita dari masa lalu yang dikemas secara menarik guna memberi daya tarik bagi pengunjung Pasar Budaya yang kelak diharap berkelanjutan. Mampu memberi masyarakat akan potensinya dan mampu dikemas sebagai atraksi wisata yang edukatif. (Wiwit Hermanto)