Buku menjadi menjadi salah satu saluran menyampaian berbagai informasi pada masyarakat, sebagai salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Selain itu, buku menjadi sebuah penyampaian pikiran penulis pada pembacanya. Berbagai judul buku sudah diterbitkan oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMP) Sangiran yang masih dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi bagi masyarakat yang dibagi secara cuma-cuma.
Pada kunjungan SD Soneyan 03, Pati pada hari Selasa, 20 Mei 2025, buku menjadi salah satu informasi berharga yang disampaikan pada rombongan. “Terima kasih atas buku yang diberikan”, ungkap Metyanto selaku Kepala Sekolah SD Soneyan 03, Pati.
Pembagian buku menjadi cara sederhana untuk mengenalkan akademisi pada Sangiran dan berbagai keistimewaannya. Metyanto mengaku ini merupakan kunjungan edukasi yang dilaksanakan pihak sekolah guna melengkapi pengetahuan dan informasi, bukan hanya bagi siswa dan guru saja tetapi wali murid yang juga ikut dalam kunjungan. Dalam keterangannya, Metyanto mengungkap bahwa kunjungan ke Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan ini dengan 17 siswa, 10 guru, dan 17 wali murid. Melalui museum dan koleksinya, rombongan mendapat pengalaman baru, memperkenalkan dengan kebesaran masa lalu, dan juga menambah pengetahuan mereka.
Setelah mendapat materi Situs dan Museum Sangiran serta koleksinya, rombongan menyaksikan pemutaran film tentang Sangiran berjudul “Golek Balung Buto”. Dalam film ini, dikisahkan 3 orang sahabat yang masih sekolah tingkat SD bernama Lintang, Bagas, dan Pratiwi menemukan dompet yang membawa mereka ke Sangiran. Ketiga anak itu “terdampar” di Sangiran, jauh dari rumah mereka di Boyolali dan kemudian ditolong seorang karyawan museum yang mengajak mereka memahami Situs Sangiran melalui Museum Sangiran.
Karyawan ini membawa temuan-temuan fosil manusia purba yang baru saja ditemukan dari lapangan. Dalam perjalanan menuju museum bersama ketiga anak tersebut, mereka mensengar melalui berita di radio yang meminta masyarakat waspada akan penculikan anak. Hal tersebut membuat ketiga anak ini merasa tidak percaya pada karyawan museum yang berniat menolong mereka sehingga ketiga anak itu lari dan tanpa sadar berkeliling ruang pamer Museum Sangiran. Di ruang pamer ini mereka melihat banyak patung yang mereka anggap sebagai manusia yang diawetkan.
Diakhir film, ketiga anak itu diberi pemahaman tentang koleksi yang mereka saksikan itu hanya patung dan fosil-fosil itu merupakan fosil prasejarah. Di masa lalu, semua itu dikenal dengan mitos Balung Buto yang merupakan sebuah kisah yang dikenal pada masyarakat Sangiran.
Setelah mengetahui semua itu, ketiga anak itu sadar akan kebesaran peninggalan masa lalu yang ada di Sangiran. Semua itu tak lepas dari mitos Balung Buto, sebuah kisah yang dikenal masyarakat kala itu dan sekarang tergerus waktu dan kemudian dipadukan dalam sebuah film berjudul “Golek Balung Buto“
Melalui berbagai koleksi museum, pemutaran film, dan penjelasan serta diskusi, diharap mampu mendekatkan generasi penerus bangsa dengan tinggalan masa lalu. (Wiwit Hermanto)