Menurut Undang-undang Cagar Budaya No 10 tahun 2010, masyarakat diperbolehkan untuk memanfaatkan Cagar Budaya guna meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya, amanah dari peraturan tersebut menyebutkan bahwa Cagar Budaya dapat dimanfaatkan dan membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat, untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Demikian juga yang dilakukan masyarakat yang bermukim ditengah Situs Sangiran yang memanfaatkan Cagar Budaya dalam berbagai aktifitas mereka.
Berbagai koleksi maupun kisah tentang Sangiran sebagai inspirasi, dibuat sebagai suvenir atau karya seni lainnya, yang banyak dicari pengunjung museum. Masyarakat juga dapat memanfaatkan cerita tentang Sangiran dalam kesenian yang dibawakannya. Hal ini yang dilakukan oleh berbagai kelompok kesenian yang ada di Situs Sangiran. Kelompok kesenian ini mampu memberi dinamika budaya yang terus berkembang dan memperkaya keragaman budaya. Keragaman budaya ini mampu menjadi nilai tambah bagi Situs dan Museum Sangiran, sehingga pengunjung museum dapat menikmati budaya masyarakat yang ditampilkan masyarakat sekitar.
Salah satu kelompok kesenian yang ada dan berkembang di Situs Sangiran adalah Kelompok Tari Purba. Kelompok ini beranggotakan sekelompok masyarakat dari Desa Dayu, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah. Anggota kelompok ini tinggal dan hidup ditengah-tengah Situs Sangiran sehingga mereka berusaha untuk hidup dan menghidupi Situs Sangiran. Kelompok Tari Purba hidup dengan karya mereka yang bertemakan kehidupan manusia purba di Sangiran. Cerita masa lalu tentang Sangiran dapat menjadi bahan kesenian yang membawa manfaat bagi kelompok ini sekaligus sebagai sosialisasi pada masyarakat akan kisah masa lalu di Sangiran yang dibawakan melalui tari.
Kelompok Tari Purba berdiri pada tanggal 22 Agustus 2014 dengan diinisiasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karanganyar yang bekerjasama dengan pihak ISI Surakarta. Pementasan pertama yang dilakukan kelompok ini pada tanggal 15 Agustus 2015 dalam rangka launching Kampung Purba yang mengawali Grebeg Lawu sekaligus memperingati HUT RI ke-70. Kisah yang dibawakan melalui tari oleh kelompok ini adalah cerita kehidupan manusia purba yang hidup di Sangiran, di awal mereka hidup mencari makan dengan berebut. Kemudian lama kelamaan mereka berpikir bahwa hal itu tidak membawa manfaat sehingga mereka bersatu untuk mencari makanan dan kemudian membagi makanan untuk dimakan bersama-sama. Sebuah kisah yang memberi pembelajaran pada penontonnya bahwa Situs Sangiran memiliki kisah masa lalu yang dapat menjadi pembelajaran. Kisah saat manusia purba berjenis Homo erectus berjaya dan mampu membuat budaya, hidup bersama dengan hewan-hewan purba yang saat ini, kisahnya diceritakan melalui museum. (Wiwit Hermanto)