Sore itu, ketika hujan gerimis, seseorang dengan wajah penasaran membaca sebuah artikel dalam sebuah majalah terkenal “National Geographic” Indonesia edisi September 2016. Salah satu artikel yang berjudul “Menghilangnya Grand Canyon” membuatnya tertarik untuk membaca lebih dalam. Ya, Grand Canyon merupakan kawasan taman nasional (Grand Canyon National Park) berlokasi di State of Arizona, South Western, United State memiliki luas kawasan sekitar 4.931 km2 dan termasuk dalam warisan dunia. Dibalik ketenaran lansekap yang menyimpan cerita evolusi sejarah geologi sejak milyaran tahun yang lalu hingga penemuan artefak leluhur berumur 10.000 tahun serta bangkai kambing gunung harrington dan unta purba yang kini telah punah yang pernah hidup sekitar 12.000 tahun yang lalu dan beserta keindahan alamnya, Grand Canyon juga memiliki beberapa permasalahan yang mengancam eksistensinya. Jumlah wisatawan, lalu lintas udara, pertambangan dan pembangunan yang meningkat pesat merupakan permasalahan yang perlahan mengikis lansekap alami taman nasional ini. Selain itu, tumpang tindih kepemilikan lahan antara pemerintah federal, negara bagian, suku yang mendiami semakin mempersulit dalam upaya pelindungan kawasan. Bagaimana dengan Kawasan Situs Sangiran (?). Situs dengan luas sekitar 59,21 km2 merupakan kawasan cagar budaya terbuka dengan temuan fosil manusia purba Homo erectus berjumlah sekitar 50% dari populasi dunia. Kawasan situs ini memiliki lansekap berisi singkapan batuan yang berumur Pliosen hingga Pleistosen Akhir yang menggambarkan evolusi manusia, fauna, budaya dan lingkungan. Situs ini juga termasuk dalam situs warisan dunia. Sebagai kawasan terbuka dan dilindungi, apakah permasalahan yang terjadi di Taman Nasional Grand Canyon juga dialami di Kawasan Situs Sangiran (?). Bagaimana dalam menyikapi permasalahan tersebut (?).
Kawasan terbuka yang terlindung di suatu lokasi bisa saja memiliki permasalahan yang sama ataupun berbeda dengan lokasi lainnya. Sebagai perbandingan adalah permasalahan yang terjadi di Grand Canyon dan Sangiran. Walaupun keduanya memiliki luas kawasan, kondisi sosial masyarakat dan nilai penting yang berbeda, namun keduanya difungsikan untuk melestarikan, melindungi dan mempertahankan kondisi lansekap alaminya. Coretan-coretan ini bertujuan untuk menambah wawasan dan juga sebagai bahan perbandingan dalam upaya pelestarian kawasan situs terbuka.
Permasalahan akan dikupas namun tidak mendalam. Jika Grand Canyon mempunyai masalah tentang jumlah wisatawan dan lalu lintas udaranya, lain halnya dengan Sangiran. Sangiran tidak memiliki jalur penerbangan khusus seperti di Grand Canyon, begitupula jumlah wisatawan yang berkunjung tidak sebanyak di Grand Canyon. Namun hal ini tetap harus diwaspadai, mengingat kedepan semakin mudah dan berkembangnya mobilitas, transportasi, fasilitas dan infrastruktur dimungkinkan akan menambah daya tarik para wistawan untuk berkunjung. Hingga saat ini, di Sangiran belum terjadi ancaman yang cukup mengkhawatirkan terkait jumlah wisatawan. Maka dari itu, hingga detik ini, pengelola masih melakukan monitoring jumlah pengunjung setiap tahunnya.
Dalam hal pertambangan di kawasan terlindung, Grand Canyon berhadapan dengan para penambang khususnya penambang uranium. Tak tanggung-tanggung aktivitas penambangan tidak dilakukan secara perorangan namun telah melibatkan beberapa perusahaan. Namun saat ini aktivitas penambangan di kawasan tersebut sudah mulai ditinggalkan. Lain halnya dengan Situs Sangiran, dahulu kegiatan penambangan pasir dilakukan secara kelompok per orangan (skala kecil) dan sampai saat ini aktivitas tersebut semakin berkurang bahkan hilang.
Pembangunan kawasan sebagai pariwisata tambahan merupakan ancaman yang tidak terlalu terlihat namun sedikit demi sedikit mengikis ke elokan alamnya. Di dalam artikel tersebut disebutkan beberapa kalimat-kalimat kritis, salah satunya yaitu “sejak Ngarai dikenal warga Amerika, Grand Canyon telah menimbulkan dua reaksi utama : dorongan untuk melindunginya dan godaan untuk menambang darinya”. Benarkah demikian? Apakah Sangiran juga mengalami seperti itu dalam konteks yang lain?. Baik, pembangunan klaster-klaster selain memperkuat dan memperluas dalam upaya pelindungan kawasan situs, bangunan tersebut juga berfungsi sebagai sarana edukasi dan penyampaian informasi kepada pengunjung. Pengunjung yang berdatangan akan menjadi magnet bagi seseorang atau mereka yang ingin mengambil manfaat darinya. Semakin banyak pengunjung, menjadi peluang bagi mereka untuk mendirikan bangunan pertokaan, perumahan, tempat penginapan dan tempat wisata tambahan lainnya.
Jika melihat keadaan saat ini, memang belum tampak pertumbuhan pemukiman, pertokoan dan tempat wisata tambahan lainnya dampak dari pembangunan klaster-klaster museum. Namun seiring berjalannya waktu bisa saja hal ini menjadi pemicu pertumbuhan bangunan-bangunan tersebut terutama bangunan wisata tambahan. Dalam hali ini, jika mereka di Grand Canyon tidak menginginkan adanya Disneyland di tepi Ngarai, kita di Sangiran tidak menginginkan adanya waterboom di tepi klaster museum. Maka dari itu begitu pentingnya memberikan pengetahuan serta membentuk mindset bagi kita bahwa Sangiran utamanya merupakan kawasan cagar budaya bukan kawasan wisata. Upaya pelestarian yang utama dilakukan pada perlindungan kawasan situs, baru kemudian pemanfaatan situs.
Selain itu terkait upaya konservasi, jika di Grand Canyon memiliki permasalahan dengan kepemilikan lahan, tidak jauh berbeda dengan permasalahan di Sangiran. Di Grand Canyon terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan antara pemerintah ferderal, negara bagian dan suku yang mendiami sedangkan di Sangiran sebagian besar lahannya merupakan milik masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, kawasan terbuka yang dilindungi pada umumnya memiliki permasalahan yang tidak jauh berbeda. Ternyata tidak hanya Sangiran, Grand Canyon pun juga memiliki beberapa permasalahan yang cukup mengancam lansekap alaminya. Bukan berarti ketika suatu wilayah ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi, lantas membuatnya aman dari ancaman (tanpa masalah).
Muncul semangat bahwa kita (Sangiran) ternyata tidak sendirian dalam menghadapi masalah diatas. Pelestarian bukan berarti menjadikan kawasan tanpa masalah, namun setidaknya mampu mengurangi masalah dari keterancaman. Hal tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan lansekap alaminya agar tidak bergerak bahkan berubah. Jika kita tidak mampu menahan untuk bergerak, maka cukup dengan tidak mendorong agar tidak semakin bergerak*. Jika kondisi lansekap alaminya terjaga, maka tidak menutup kemungkinan 100 tahun kemudian cucu kita akan melihat lansekap yang hampir sama dengan apa yang kita lihat saat ini. (M. Rais Fathoni)
Sumber : National Geographic edisi September 2016 : Menghilangnya Grand Canyon