Rombongan Sekolah Cikal Surabaya berkunjung ke Museum Manusia Purba Klaster Krikilan untuk mengekplorasi tentang Sangiran dan berbagai pengetahuan baru yang berhubungan pengetahuan yang menunjang pendidikan. Kunjungan ini dilakukan pada hari Selasa, 25 September 2018 dengan 8 orang siswa ditambah 2 orang guru pendamping.
Di Museum Manusia Purba Klaster Krikilan, mereka mendapatkan kesempatan untuk mengekplorasi berbagai pengetahuan tentang kehidupan manusia purba berikut lingkungannya yang ada di Sangiran. Melalui film, penjelasan dengan presentasi, pemberian buku tentang Sangiran, diskusi, dan display museum mereka menggali berbagai pengetahuan masa lalu di Sangiran. Film singkat yang menerangkan aktivitas penyelamatan fosil menjadi awal mereka mengenal Sangiran yang hingga kini kaya akan temuan fosil. Film tentang kehidupan masyarakat yang mendiami Situs Sangiran menjadi film berikut yang mereka saksikan.
Penjelasan singkat diberikan oleh Iwan Setiawan Bimas, S.S. selaku Kasi Pemanfaatan BPSMP Sangiran memberikan pengetahuan tambahan. Sesi diskusi menjadi menarik bagi rombongan dari Surabaya ini, berbagai pertanyaan kritis dilontarkan oleh siswa maupun guru pendamping. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti:
Bagaimana cara penentuan usia fosil?, Kenapa dinamakan Sangiran?, Kenapa manusia purba bisa punah?, Bagaimana kondisi fosil saat ditemukan?, Kondisi mkehidupan laut, apakah ikut berevolusi?, Bagamana bisa jadi fosil?, Apakah proses ekskavasi masih berlangsung?, Bagaimana proses ekskavasi?
Dari pertanyaan tersebut berkembang diskusi yang panjang, diskusi yang mampu menarik perhatian siswa yang merupakan generasi milenial. Diskusi ini terjadi di ruang yang kemudian diteruskan dengan menyaksikan masa lalu di Sangiran yang ditampilkan di ruang pamer. Ruang pamer yang ada sejumlah 3 ruang dengan tema berbeda menjadi penambah semangat rombongan untuk terus menggali informasi dan pengetahuan.
Di ruang pamer juga menjadi ajang diskusi setelah diskusi yang dilakukan di ruangan. Ruang pamer 1 yang menjelaskan “Kekayaan Sangiran” membuat rombongan terkesima dengan berbagai fosil yang dipamerkan. Terjadi diskusi yang diawal masuk ruang pamer 1 ini, “Wow gading gajah begitu panjang, berapa besar gajahnya dulu?”, “Sampel tanah ini yang menjadi bukti perubahan lingkungan di Sangiran?”, dan berbagai pertanyaan yang terus dilontarkan pada pemandu sepanjang berkeliling museum.
Ruang pamer 2 bertemakan “Langkah Kemanusiaan” dan ruang pamer 3 yang mengangkat kisah “Kejayaan Homo erectus” menjadi kisah menarik bagi rombongan ini. Rombongan yang merupakan generasi milenial yang mencoba “berkenalan” dengan kisah masa lalu. Sebuah kisah masa lalu demi masa depan, kisah kejayaan yang memberi kebanggaan bagi bangsa ini dan bisa sebagai penguat karakter generasi milenial. (Wiwit Hermanto)