Penutupan seluruh Museum Sangiran di 5 klaster guna pencegahan penyebaran Covid-19 berdampak pada masyarakat sekitarnya. Penutupan yang dimulai sejak tanggal 15 Maret 2020 hingga batas waktu yang belum ditentukan membuat lesu perekonomian masyarakat sekitar museum yang menumpukan harapannya pada pengunjung museum.
Masyarakat sekitar museum yang membuka warung makan maupun menjajakan barang kebutuhan pengunjung mengalami omzet yang menurun. “Sangat berdampak bagi kami”, terang Yuli yang membuka kios di depan Museum Manusia Purba Klaster Krikilan.
Para pedagang yang biasa berjualan didalam museum juga mengalami hal serupa. “Sangat berdampak mas, saat penutupan museum berbarengan dengan libur sekolah dimana museum selalu ramai dan kami dapat banyak pembeli”, jelas Jumadi yang istrinya berjualan makanan di halaman museum.
Masyarakat sekitar museum merasakan hal serupa yang mengakibatkan kehilangan pendapatan. “Sekarang saya jadi pengangguran tulen”, seru Susilo yang merupakan pekerja tidak tetap yang tinggal tak jauh dari museum.
Di sisi lain, kejadian ini diambil hikmahnya oleh masyarakat sekitar museum. Dengan kejadian ini jalan menjadi sepi sehingga mengurangi polusi, kembali merasakan suasana desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian.
Masyarakat mulai beralih profesi atau mencoba melakukan pekerjaan lainnya. “Saya jadi beralih menggarap sawah, mencoba berjualan online untuk menambah penghasilan”, seru Yani.
Semua kejadia tentu ada hikmahnya dan Tuhan akan memberi cobaan sesuai dengan kemampuan hambanya. Pagebluk Vobid-19 ini membawa pembelajaran bagi masyarakat sekitar museum yang menaruh harapan besar pada kedatangan pengunjung. Seperti harapan Jumadi, “Semoga semua ini cepat berlalu”. Masyarakat belajar untuk berpikir mencari sumber penghasilan lain dan juga memiliki rencana lain guna menutupi kebutuhan hidup. (Wiwit Hermanto)