Bukan Cuma Peninggalan Wali, Kudus Juga Punya Fosil Purbakala

0
1046

Kudus di Jawa Tengah tak selalu dikenal dengan wisata religi Sunan Kudus atau Sunan Muria. Namun, Kota Kretek ini juga punya peninggalan purbakala.

Lokasi Situs Patiayam terletak di sekitar Desa Terban Kecamatan Jekulo, Kudus. Dari pusat Kota Kudus berjarak 11 kilometer atau jika ditempuh dengan berkendara sekitar 22 menit.

Situs Purbakala Patiayam ini sendiri berada di kawasan perbukitan. Kawasan bukit Patiayam sendiri berada di perbatasan, yakni antara Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Pati. Meski demikian kebanyakan wilayah bukit Patiayam berada di Kudus.

Kabid Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Lilik Ngesti mengatakan Situs Patiayam ini sendiri mulai dikenal sejak tahun 1857. Pada tahun ini ada seorang penelitian yang menemukan fosil gajah purbakala.

“Jadi Situs Purbakala Patiayam itukan dulu pernah ada penelitian ditemukan di situ fosil sejak tahun 1857. Nah perkembangan ke sekarang kemudian ditetapkan kawasan cagar budaya Patiayam oleh Gubernur Jawa Tengah dengan SK nomor 433/77/2019 tanggal 18 Juli 2019,” kata Lilik saat dihubungi detikTravel lewat sambungan telepon, Jumat (8/1/2021).

Lilik mengatakan, kawasan bukit Patiayam sendiri memiliki luas sekitar 5.000 meter persegi. Kawasan bukit Patiayam berada di dua kawasan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati.

“Sekalipun kawasan itu terbelah dua. Kawasan ini memiliki luas sekitar 5.000 meter persegi lebih, sebagian besar di Kudus dan sebagian di Pati. Kepemilikan 80 persen milik Perhutani. Lebihnya pemkab dan beberapa warga masyarakat. Dan sampai sekarang ada satu ikon di mana namanya perlindungan atau gardu pandang. Setiap orang melihat bukti, dulu pernah ada kehidupan hewan yang sangat menjadi ikon Patiayam itu adalah gajah Stegodon Trigonochepalus yang masih utuh,” terang dia.

Terpisah, Koordinator Museum Purbakala Patiayam, Jamin mengatakan ada sejarahnya sampai-sampai di wilayah Patiayam bisa ditemukan banyak fosil hewan purbakala.

Dia bilang dulunya Gunung Muria dan Kubah Patiayam bergabung dengan daratan utama Pulau Jawa namun kemudian terjadi pada masa glasial. Ketika terjadi perluasan pembekuan es di kutub, sehingga menyebabkan air laut surut hingga 120 meter dari kondisi permukaan sekarang.

Pada masa inter glasial, pada saat suhu bumi menghangat, es mencair. Gunung Muria terisolir dari Pulau Jawa dan terpisahkan oleh laut dangkal. Bergabungnya Gunung Muria secara permanen dengan Pulau Jawa baru terjadi sekitar abad ke 17 Masehi akibat dari pendangkalan dan perkembangan daratan alluvial di sepanjang pantai utara.

“Di Kudus ini dulu terpisah selat. Mulai selat purba antara Kudus dengan laut Jawa. Dan terbentuknya perbukitan Patiayam ini karena letusan – letusan Muria Purba dan terbentuk perbukitan kecil. Dan membentuk kubah, dan terbentuklah kubah Patiayam,” Jamin menjelaskan.

“Menurut dari peneliti, menyimpulkan bahwa hewan purba yang mati ada dua alternatif. Dua kejadian, dari mulai perubahan alami dari laut perubahan menjadi daratan. Lalu juga terjebak melalui kutub utara dan kutub selatan tadi (adanya masa glasial dan inter glasial). Kedua karena letusan gunung berapi. Karena ditemukan di lapisan (formasi) tanah slumprit ada individu gajah Stegodon trigonochepalus yang bisa disimpulkan utuh sampai dengan 90 persen gajah pada satu titik,” kata dia.

amin mengatakan di wilayah Patiayam sendiri memiliki beberapa lapisan tanah. Di sana kata dia banyak menyimpan fosil – fosil hewan purbakala. Mulai dari hewan laut, rawa, dan daratan dari masa purbakala.

“Lapisan tanah ini mulai dari formasi jambe ini sekitar 5 juta tahun yang lalu. Pada lapisan ini terdapat batuan berupa lempung biru yang mengandung moluska laut dan foraminifera dari laut dangkal,” ujar Jamin.

Lalu, pada formasi kancilan, sekitar 1,5 juta tahun lalu, terjadi formasi dengan ciri litologi satuan batuan ini berwarna abu-abu kehitaman, sangat keras, dengan masa dasar batu pasir non karbonatan. Lalu formasi Slumprit sekitar 700 ribu tahun yang lalu. formasi ini banyak ditemukan fosil tulang dan gigi vertebrata moluska tawar,” Jamin menjelaskan.

“Formasi Kedungmojo sekitar 500 ribu tahun yang lalu. satuan ini serupa dengan formasi Slumprit. Lalu ada formasi Sukobubuk sekitar 200 tahun yang lalu. Pada lapisan ini berupa batuan aglomerat dengan fragmen batuan beku andesit berukuran berakal dengan kemas terbuka. Serta ada endapan sungai aluvial. Endapan ini hasil pengendapan Sungai Kancilan dan Sungai Ampo,” dia menambahkan.

Menurutnya dari beberapa formasi itu, di kawasan situs Patiayam paling dominan ditemukan gajah purbakala Stegodon trigonochepalus. Dia mencontohkan pada tahun 2008 lalu, ada fosil gajah purba yang keutuhan fragmen hampir 90 persen.

“Yang paling dominan adalah gajah purba. Banyakan ditemukan terbanyak ditemukan dan utuh, contoh tahun 2008, individu gajah purba hampir 90 persen. Dari satu titik koordinat. Mulai rusuk, gading, dengan panjang 3,7 meter. Dan banyak lagi beberapa titik memang ditemukan satu individu gajah, 80 persen sampai 90 persen. Itu berusia 700 ribu tahun hingga 1,5 juta tahun yang lalu,” ujar Jamin.

Hingga saat ini, kata Jamin ada ribuan fosil hewan purbakala yang disimpan di Museum Purbakala Patiayam. Dia mencatat ada 8.000 fragmen fosil yang disimpan di museum. Jumlah tersebut belum lagi adanya penemuan fosil terbaru oleh warga setempat. Dia mencatat hingga Mei sampai Desember 2020 ada 40 penemuan baru. Itu pun jumlah fragmen belum dilakukan identifikasi.

“Di Situs Patiayam ditemukan dan identifikasi 17 hewan spesies, mulai hewan laut, rawa dan darat. Sebanyak 17 spesies itu tadi identifikasi tenaga ahli, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran dan Arkeologi Yogyakarta kurang lebih 2.700 an fragmen, dan sampai saat ini yang sudah terdata 8 ribu fragmen kita identifikasi. Belum temuan yang baru,” Jamin menjelaskan. (travel.detik.com)