Bioling BPSMP Sangiran Hadir Bagi Generasi Muda

0
444

BPSMP Sangiran kembali menyebarkan informasi dengan cara menghadirkan bioskop keliling (Bioling). Kali ini sasarannya adalah generasi milenial yang memang haus informasi dan menginginkan sumber yang menarik, ini yang membuat pemutaran bioling kali ini menjadi lebih menyasar sasaran yang spesifik.
SMKN 7 Surakarta menjadi sasaran pemutaran Bioling BPSMP Sangiran yang bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm), Komunitas Cinta Film Indonesia (KCFI), dan SMKN 7 Surakarta. Selain pemutaran Bioling ada juga diskusi film untuk memberikan penjelasan secara komprehensif tentang film. Bagaimana memproduksi film singkat, apa saja yang dibutuhkan dalam membuat film, fungsi setiap bagian dalam proses produksi dan berbagai pengalaman narasumber saat membuat film yang diungkap.
Dalam pemutaran film dari Bioling BPSMP Sangiran dalam acara bertajuk Nobar Film Sultan Agung ini, diputar pula film berjudul “Golek Balung Buto” yang diproduksi BPSMP Sangiran. Film ini mengisahkan tentang sebuah mitos yang sudah tergerus waktu. Film “Golek Balung Buto” merupakan film yang di produksi BPSMP Sangiran pada akhir tahun 2017 lalu. Film ini bertujuan untuk menjelaskan museum serta cerita masyarakat sebelum para peneliti yang berdatangan ke Situs Sangiran. Cerita ini dikenal dengan Legenda Balung Buto.
Saat di awal kedatangan peneliti asing di Sangiran, masyarakat mengenal fosil sebagai benda magis dan dimanfaatkan sebagai obat dan jimat. Masyarakat percaya bahwa fosil yang ada di sekitar mereka adalah tulang para raksasa. Para raksasa itu dipimpin oleh Raja Tegopati, merusak dan memerangi warga desa. Mengetahui hal itu Raden Bandung tampil membela rakyat yang dizalimi Raja Tegopati. Balung Buto sendiri berarti tulang raksasa yang diyakini masyarakat sesuatu yang tidak boleh diganggu. Masyarakat tidak tahu bahwa fosil-fosil di sekitar mereka merupakan sebuah kunci pengetahuan bagi masa depan.
Mitos itu diangkat sebagai pengetahuan bagi masyarakat masa kini sebagai sebuah pengajaran bagi generasi muda agar menghargai sejarah yang bermanfaat bagi masa kini dan bermanfaat bagi masa depan. Kisah ini menjadi pengetahuan bagi generasi muda agar paham akan sebuah mitos masa lalu sebagai pijakan untuk maju ke depan.
Film Sultan Agung yang ditayangkan berikutnya berlatar belakang Kerajaan Islam, dimana Sultan Agung membawa kerajaan ini pada puncak kejayaannya. Kisah ini berawal dari pasca ayah Sultan Agung (Raden Mas Rangsang), Panembahan Hanyokrowati meninggal, beliau yang masih remaja menggantikannya dan diberi gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ini adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mudah. Sultan Agung harus menyatukan adipati-adipati di tanah Jawa yang tercerai berai oleh politik VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, di bawah panji Mataram. Di sisi lain, ia harus mengorbankan pula cinta sejatinya kepada Lembayung dengan menikahi perempuan ningrat yang bukan pilihannya.
Masih muda, mengorbankan cinta sejatinya hingga diragukan kepemimpinannya adalah gambaran dari Raden Mas Rangsang. Beranjak dewasa dan kian matang, permasalah Raden Mas Rangsang semakin bertambah. Permasalahannya adalah ketika VOC mulai mengadu domba para adipati, beberapa pengkhianatanpun terjadi dan membuat Sultan Agung murka. Apalagi ketika ia mengetahui VOC tidak memenuhi kesepakatan dagangnya dengan kantor dagang yang berada di Batavia.
Ia tidak peduli harus menyeberang ratusan kilometer ke tanah Sunda dan Batavia hanya untuk menghancurkan VOC yang mulai merusak kehidupan masyarakatnya. Kisah kepahlawanan yang cocok untuk tontonan anak seusia SMK/ SMA sebagai penguat karakter. Menumbuhkan serta meningkatkan rasa nasionalisme serta memiliki kebanggaan di masa lalunya.


Kedua film yang ditayangkan ini menjadikan anak yang menjadi penonton menjadi memahami kejayaan di masa silam dan di masa akan datang menjadi tanggung jawab mereka untuk memajukan negeri ini. Negeri yang kaya akan tinggalan budaya dan membanggakan, semua akan diwariskan pada generasi selanjutnya. (Wiwit Hermanto)