Kamis (15/10) lalu Museum Klaster Dayu yang merupakan salah satu dari 5 (lima) museum klaster di Sangiran ramai dikunjungi oleh para siswa dari berbagai sekolah di Solo dan sekitarnya. Sepanjang minggu lalu memang merupakan masa-masa para siswa usai melaksanakan ujian tengah semester, sehingga waktu luang tersebut dimanfaatkan oleh sekolah untuk mengadakan study tour ke berbagai tempat wisata. Obyek tujuan study tour tidak hanya sekedar tempat wisata, namun diprioritaskan obyek wisata yang memiliki tema pendidikan.
Museum Dayu Sangiran umumnya pada pertengahan bulan ini memiliki banyak tamu yang berkunjung untuk melakukan kegiatan study tour dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, serta kecintaan para anak didik terhadap kekayaan Cagar Budaya Nasional terutama yang berada di Situs Manusia Purba Sangiran. Selain itu, motivasi mereka untuk melakukan kunjungan study tour ke Museum Sangiran juga untuk memperoleh pemahaman langsung akan kekayaan budaya tinggalan arkeologi serta tahapan pembentukan bumi yang selalu bergejolak “Active Planet” seperti yang dilaksanakan oleh Focus Independent School Surakarta salah satu pengunjung resmi Museum Klaster Dayu.
Timeline Pembentukan Jawa
Sajian utama yang ditampilkan di Museum Dayu mengangkat tema sedikit berbeda dengan museum manusia purba klaster lainnya. Di Museum Dayu ini kita diajak untuk menelusuri perjalanan waktu menuju masa jutaan tahun silam. Lorong waktu ini bertujuan untuk memperkenalkan lapisan-lapisan tanah yang utama di Situs Dayu sebagai bukti proses pembentukan Pulau Jawa dari yang termuda hingga tertua, sekaligus sebagai sarana menyusuri perjalanan waktu dari jaman yang termuda. Keseluruhan tataruang pameran di Museum Dayu secara garis besar memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas. Selain itu secara khusus memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya yang dibuktikan dengan penampang lapisan tanah di Situs Sangiran dari formasi Notopuro, Kabuh, Grenzbank, hingga Pucangan dimana merupakan lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil.
Awal mula masuk ke area museum, pengunjung dapat menikmati tiga anjungan lapisan tanah yang berisi informasi mengenai penampang lapisan-lapisan tanah dari lapisan termuda hingga tertua. Tampilan tersebut mencoba mengajak pengunjung untuk menyelami pengalaman kehidupan masa lampau selama Pulau Jawa terbentuk beserta temuan fosil dan karakteristik masing-masing lapisan tanahnya. Lapisan pertama, pengujung diajak untuk memasuki formasi Notopuro yaitu lapisan tanah termuda yang dibentuk hingga 250.000 tahun yang lalu, kemudian lapisan selanjutnya yaitu formasi Kabuh yang dibentuk sejak 250.000 – 730.000 tahun yang lalu, hingga formasi Grenzbank yang dibentuk sekitar 730.000 – 900.000 tahun yang lalu.
Selepas dari anjungan lapisan tanah, pengunjung dibawa untuk menikmati gambaran mengenai kehidupan Homo Erectus jenis arkaik pada masa lalu dengan berupa tampilan diorama. Tidak berhenti disitu, pengunjung kemudian diajak untuk memahami gambaran tentang lokasi dan kedudukan penting Situs Dayu dan sekitarnya di dalam kawasan Situs Manusia Purba Sangiran secara keseluruhan.
Museum dan publik
Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di Museum Dayu dilakukan sebesar-besarnya bagi pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, dan pariwisata sejalan dengan peraturan perundang-undangan nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang. Museum manusia purba Klaster Dayu sama halnya dengan museum lainnya yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengumpulkan, merawat, meneliti, dan mengkomunikasikan benda-benda yang menjadi koleksinya, guna kepentingan studi, pendidikan, dan rekreasi. Fungsi yang diemban oleh museum dayu tersebut merupakan salah satu bentuk fasilitas dari pemerintah untuk kegiatan pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya sehingga dapat dimanfaatkan salah satunya dalam kegiatan study tour oleh siswa-siswa sekolah di seluruh Indonesia maupun mancanegara.
Museum Situs Dayu sebagai salah satu bagian dari Situs Sangiran memiliki arti sangat penting sebagai institusi yang menyuarakan hasil-hasill penelitian arkeologi. Museum Dayu dapat disebut sebagai sebagai perwujudan dari usaha arkeologi untuk mengenalkan hasil penelitian arkeologi kepada publik. Sejalan dengan definisi arkeologi publik yaitu hubungan resiprokal antara arkeologi sebagai ilmu dengan masyarakat luas. Hubungan timbal balik tersebut diwujudkan dengan penyebarluasan informasi serta penjelasan atas temuan penelitian arkeologi yang selama ini dilakukan di Situs Sangiran terutama Situs Dayu.
Lebih lanjut, sebagian tampilan koleksi pada Museum Dayu yang memang dipasang secara terbuka diharapkan dapat memunculkan rasa ikut memiliki bagi pengunjung dan masyarakat luas. Dengan demikian jelas bahwa kedudukan dan peranan Museum Situs dalam masyarakat tidak terlepas dari konsep arkeologi publik sebagai pertanggungjawaban para arkeolog terhadap masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Museum Dayu merupakan sarana atau media pamer benda-benda arkeologi yang ditampilkan bagi masyarakat luas. Museum Situs Dayu diharapkan mampu menampilkan sisi arkeologi sebagai sebuah bidang keilmuan yang tidak hanya dinikmati oleh kalangan sendiri, namun terbuka dan dapat dimanfaatkan bagi masyarakat luas. (Ath thur Fithri A.)