ANCAMAN DEMAM BATU AKIK TERHADAP BUDAYA ARTEFAK LITIK SITUS MANUSIA PURBA

0
2319
Aktivitas perburuan bahan batu akik di Sungai Semedo oleh anak-anak SD sepulang sekolah. (Kegiatan survei potensi arkeologi Tim BPSMP Sangiran di Situs Semedo, 1 Mei 2015)

Batu akik merupakan salah satu perhiasan yang sangat digemari saat ini. Tren batu akik tidak hanya berada di Pulau Jawa saja, tapi telah menjamah di seantero wilayah Indonesia. Demam batu akik bahkan disukai oleh kalangan masyarakat dari segala umur, dari anak-anak hingga orang tua. Nilai batu akik-pun bermacam-macam, dari yang berharga puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah. Tata nama batu akik pun sengaja dibuat untuk meningkatkan nilai ekslusivitas batu akik yang mempunyai karakteristis khusus, yang tidak dimiliki oleh batu akik dari wilayah lain. Tana nama memang dibuat untuk meningkatkan nilai jual batu akik tersebut, seperti Batu Giok dari Aceh, Bacan dari Maluku, Kalsedon dari Pacitan, Jasper Klawing dari Purbalingga, dan lain sebagainya.

Batu akik sendiri secara ilmiah merupakan kelompok batu permata (gemstone) dengan tingkat kekerasan ≥ 7 (skala Mohs) yang dihasilkan oleh proses geologi yang terdiri atas satu unsur ataupun persenyawaan kimiawi. Tidak semua tempat di dunia mengadung/terbentuk batu permata, sehingga secara geologi keberadaannya sangat langka dan harus memenuhi syarat dan kondisi khusus agar batu permata terbentuk. Batu permata tersebut harus di asah/poles dahulu sebelum dijadikan perhiasan.

Batuan berbahan silika/silikaan memiliki kekerasan sekitar 7 (skala Mohs) memiliki disparitas warna luas, berkilap kaca, serta tembus pandang. Sejak Kala Plestosen, batuan berbahan silika/silikaan tesebut banyak dipakai oleh manusia purba sebagai alat batu untuk menunjang kehidupan mereka sekaligus beradaptasi dengan lingkungannya. Hasil budaya manusia purba tersebut saat ini dikenal sebagai serut, bilah, kapak penetak, dan lain-lain yang memiliki ciri pangkasan dan tajaman pada sisi tertentu. Artefak manusia purba ini banyak ditemukan di berbagai situs Kala Plestosen, terutama pada aliran sungai dan anak-anak sungainya yang membelah dan mengikis endapan-endapan purbanya.

Aktivitas perburuan batuan silika/silikaan sebagai bahan dasar batu akik begitu intensif bersamaan dengan demam batu akik yang melanda masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Usia anak-anak, dewasa, maupun tua sering mengembara menelusuri sungai, ladang, bukit, bahkan hutan. Rasa lelah, penat, dan capek tidak dihiraukan bila menemukan bahan akik yang indah merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka.

Aktivitas pencaraian bahan batu akik tersebut di atas tentu menjadi kekuatiran bagi para pemerhati dan pelestari situs manusia purba berumur Plestosen. Kekuatiran tersebut di dasari atas kenyataan bahwa hasil budaya manusia purba berupa artefak batu berbahan dasar silika/silikaan yang banyak tersebar di permukaan tanah dan sepanjang aliran sungai beserta teras-teras sungainya, juga menjadi sasaran perburuan para pencari bahan batu akik. Tentu dibutuhkan usaha yang sangat keras dan intensif untuk menyadarkan para pencari bahan batu akik agar tidak mengambil/menggunakan bahan batu akik yang ternyata artefak manusia purba, mengingat para pemerhati dan pelestari situs manusia purba juga penggemar, pemakai, bahkan kolektor batu akik. (Suwita Nugraha)

Aktivitas perburuan bahan batu akik di Sungai Semedo oleh anak-anak SD sepulang sekolah. (Kegiatan survei potensi arkeologi Tim BPSMP Sangiran di Situs Semedo, 1 Mei 2015)
Aktivitas perburuan bahan batu akik di Sungai Semedo oleh anak-anak SD sepulang sekolah. (Kegiatan survei potensi arkeologi Tim BPSMP Sangiran di Situs Semedo, 1 Mei 2015)