Koenigswald, Mbah Toto, dan Mitos Balung Buto

0
812
Keberlanjutan Penelitian Pasca

Diawal penelitian Koenigswald di tahun 1930-an, fosil ditempatkan masyarakat sebagai benda keramat yang dimanfaatkan sebagai media pengobatan, magis dan sebagai jimat. Sebelum kedatangan peneliti asing seperti Koenigswald, masyarakat masih percaya dengan Mitos “Balung Buto”  yang artinya tulang raksasa.

Mitos Balung Buto itu sangat kental dikalangan masyarakat yang sudah menerima warisan turun temurun tentang kisah pertempuran para raksasa. Dan fosil-fosil yang berserakan di sekitar masyarakat itu adalah tulang-tulang raksasa yang mati pada pertempuran itu.

Persepsi masyarakat terhadap fosil ini secara perlahan dirubah oleh Koenigswald melalui pendekatan budaya. Pendekatan budaya ini dilakukan Koenigswald dengan mengajak seorang tokoh masyarakat kala itu untuk menjadi asistennya. Orang itu adalah Toto Marsono yang akrab dipanggil dengan sebutan Mbah Toto. Kala itu Mbah Toto menjadi orang yang disegani masyarakat, apa yang diucapkan menjadi titah dan selalu diikuti bagi masyarakat. Mbah Toto saat itu menjabat sebagai Lurah Desa Krikilan, suatu desa awal dimana Sangiran mulai dikenal sebagai sebuah situs pra sejarah.

Secara perlahan pengaruh Koenigswald disebarkan Mbah Toto kepada masyarakat, ilmu yang didapat dari Koenigswald itu tentang fosil mulai disebarkan pada masyarakat. Ilmu dari Koenigswald tentang bagaimana mengenali jenis fosil, lokasi-lokasi yang kaya temuan fosil hingga pelibatan masyarakat dalam penelitian yang dilakukan Koenigswald. Masyarakat yang mendapatkan fosil, oleh Mbah Toto diperintahkan menyerahkan pada Koenigswald yang kemudian diberi imbalan berupa uang.

Pengaruh tokoh lokal dan juga imbalan uang ini mampu merubah persepsi masyarakat tentang fosil. Fosil yang dahulu dikenal masyarakat sebagai “Balung Buto” bergeser menjadi fosil yang dapat dimanfaatkan guna mendapat imbalan berupa uang.   (Wiwit Hermanto)