Di Akhir Tahun 80an, Istilah Homo erectus Dikenalkan Kepada Masyarakat Indonesia Melalui Prangko

0
2178
Prangko “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia” (Sumber : https://www.bukalapak.com/p/hobi-koleksi/koleksi/filateli/4ibc38-jual-prangko-indonesia-1989-seri-100-tahun-paleoantropologi-indonesia-perangko diakses pada tanggal 17 November 2017 jam 8.54 dan telah dimodifikasi)

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, pengetahuan mengenai manusia purba biasanya diperoleh dari bangku sekolah. Dari mata pelajaran sejarah, mereka mengenal Pithecantrhopus erectus dan Meganthropus palaeojavanicus sebagai manusia purba tertua di Jawa (Indonesia).  Manusia purba tersebut sepertinya lebih populer namanya dibandingkan Homo erectus. Homo erectus sepertinya masih terasa asing di telinga sebagian masyarakat. Melalui museum, masyarakat juga dapat memperoleh informasi/ pengetahuan mengenai manusia purba secara akurat, lengkap dan menyeluruh.

Selain dari bangku sekolah dan museum, di era digital seperti sekarang ini, pengetahuan tentang manusia purba dapat diperoleh dari televisi, sosial media maupun media cetak online. Internet merupakan salah satu alat komunikasi digital yang dapat diakses masyarakat secara mudah, cepat dan efisien.  Lantas pada era 80-90an, saat alat komunikasi digital masih sangat terbatas, bagaimana cara pemerintah melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pengetahuan/ informasi manusia purba ?.

Sebuah fakta menunjukkan bahwa pada tahun 1989, pemerintah telah berupaya menyebarkan informasi terkait temuan manusia purba di Indonesia  menggunakan alat komunikasi pos berupa prangko. Perlu diketahui sebelumnya, berkirim surat melalui pos mengalami masa keemasan sebelum akhir tahun 90an, sebelum alat komunikasi digital dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Prangko bertema “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia” yang dibuat dalam rangka memperingati genap satu abad Ilmu Manusia Purba Indonesia adalah salah satu bukti kegigihan pemerintah dalam hal penyebaran informasi. Pencetakan prangko bersifat nasional, sehingga kemungkinan besar prangko-prangko tersebut telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sekedar informasi, penulis mendapatkan prangko  yang bertema “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia” ini dari seseorang yang berada di Medan melalui situs jual beli online.  Dua juta lembar prangko telah dicetak, merupakan angka yang tidak sedikit pada waktu itu.

Prangko  yang bertema “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia” berisi 6 lembar prangko, halaman sampul dan satu lembar pengumuman filateli. Masing-masing prangko menampilkan hasil temuan manusia purba di Indonesia seperti Wajak 1 (Homo sapiens), Sangiran 10, Sangiran 17, Perning 1, Sambungmacan 1 dan Ngandong 7. Sebagian background prangko juga menyajikan diorama kehidupan manusia purba.  Dalam halaman sampul juga menampilkan gambar visual tengkorak manusia purba Homo sapiens dan Homo erectus beserta budayanya yaitu alat batu. Fakta yang cukup menarik adalah tengkorak manusia purba yang ditemukan di Sangiran, Sambungmacan, Perning dan Ngandong sudah dipopulerkan dengan nama Homo erectus. Selain tentang manusia purba, secara tidak langsung prangko-prangko tersebut telah mengenalkan kepada publik tentang situs-situs hominid di Jawa (Indonesia).  Informasi yang dicetak dalam pengumuman filateli cukup akurat jika dikaitkan dengan beberapa sumber data yang lain.

Sepaket prangko tersebut didalamnya berisikan beberapa fakta dan informasi yang cukup menarik yaitu sebagai berikut :

  • Prangko yang bertema “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia” terbit pada tahun 1989, tepat 100 tahun setelah penemuan tengkorak manusia purba Wajak 1 (Homo sapiens) di Campurdarat, Tulungagung oleh B.D. van Rietschoten, sehingga temuan Wajak 1 ini dijadikan sebagai salah satu model gambar prangko
  • Tahun berikutnya ditemukan tengkorak Wajak 2 yang juga merupakan manusia fosil. Wajak 1 dan Wajak 2 sudah termasuk Homo sapiens dengan ciri ras Mongoloid, tetapi masih mempunyai ciri arkais, sehingga kelihatan seperti Australid.
  • Tahun 1889, tahun penemuan tengkorak Wajak 1, merupakan tahun lahirnya Ilmu Manusia Purba Indonesia.
  • Pada tahun 1890 ditemukan fosil rahang bawah anak-anak di Kedungbrubus, Caruban, yang tergolong kedalam Homo erectus (Pithecantrhopus)
  • Pada tahun 1891 ditemukan fosil tengkorak di Trinil, Ngawi
  • Selama tahun 1931-1933 ditemukan fosil tengkorak dan tulang kering di Ngandong, Blora. Temuan-temuan tersebut berjumlah 14 dan diberi nama Ngandong 1 hingga Ngandong 14. Salah satu temuan yaitu Ngandong 7 menjadi salah satu model gambar dalam prangko
  • Pada tahun 1936 ditemukan fosil tengkorak anak-anak di Perning, Mojokerto (dikenal dengan nama Perning 1). Perning 1 juga dijadikan sebagai salah satu model dalam prangko
  • Antara tahun 1937-1941 penemuan terjadi di Sangiran yang terdiri atas tengkorak dan rahang Homo erectus dan Meganthropus palaeojavanicus
  • Sesudah Perang Dunia II penemuan-penemuan terjadi di Sangiran, Sambungmacan (Sragen), Trinil, Ngandong, dan Patiayam (Kudus) terdiri atas tengkorak, rahang, tulang pinggul, tulang paha Homo erectus, Meganthropus dan Homo sapiens
  • Tengkorak Homo erectus S17 merupakan temuan terbaik dan terlengkap karena masih memiliki sebagian muka. Sangiran 17 atau S 17 ini adalah salah satu dari dua  Homo erectus di dunia yang ditemukan lengkap dengan mukanya. Tidak heran jika temuan S 17 menjadi salah satu model gambar prangko

Temuan-temuan manusia purba tersebut memiliki nilai penting yang sangat tinggi sehingga harus disampaikan kepada masyarakat karena berkaitan dengan eksistensi kehidupan manusia beserta budayanya. Jauh sebelum teknologi informasi berkembang pesat seperti sekarang ini, keberadaan manusia purba khususnya Homo erectus telah dikenalkan kepada publik melalui media konvensional seperti prangko. Penyebaran informasi melalui prangko memiliki beberapa keunggulan seperti dapat menjangkau wilayah yang cukup luas, hasil cetak tidak mudah hilang/ luntur, relatif awet, tampilan yang sederhana, sajian informasi menarik, mudah dipahami dan cukup akurat.  Beberapa orang menjadikan prangko sebagai benda-benda koleksi. Prangko sendiri juga dapat dikatakan sebagai benda berharga karena memiliki nilai nominal bahkan nilai historis. Nilai historis ini dapat ditemukan pada jenis prangko peringatan seperti prangko di atas. Prangko peringatan adalah prangko yang diterbitkan dalam rangka memperingati suatu kejadian atau peristiwa, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Maka tidak heran jika sebagian orang berpendapat bahwa prangko dapat merekam jejak peradaban sebuah bangsa.

Halaman Sampul Prangko “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia”
Prangko “100 Tahun Paleoanthropologi Indonesia”
(Sumber : https://www.bukalapak.com/p/hobi-koleksi/koleksi/filateli/4ibc38-jual-prangko-indonesia-1989-seri-100-tahun-paleoantropologi-indonesia-perangko diakses pada tanggal 17 November 2017 jam 8.54 dan telah dimodifikasi)

Upaya penyebaran informasi yang telah dilakukan pada akhir tahun 80an, dinilai sebagai langkah strategis dan efektif pada eranya. Media penyebaran informasi pada saat itu diharapakan mampu menjadi inspirasi di era teknologi komunikasi yang serba canggih, praktis dan cepat ini. Penggunaaan media teknologi informasi saat ini diharapkan tidak hanya mengutamakan kecepatan tetapi juga efektifitas, akurasi, ketepatan dan yang pasti dapat dijangkau semua lapisan masyarakat. (Rais Fathoni)