Program Outing Class diyakini sebagai metode yang dapat meningkatkan motivasi serta minat belajar siswa. Program ini berguna untuk menambah pengetahuan, menumbuhkan potensi siswa, menumbuhkan kepercayaan diri, melatih kemandirian, dan menumbuhkan empati. Hal ini disadari oleh pihak SD Sabrang Lor Surakarta untuk memberikan edukasi tentang kehidupan prasejarah pada siswa.
Untuk mencapai hal tersebut, pihak sekolah mengadakan kunjungan ke Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan. Pembelajaran luar kelas menjadi salah satu cara untuk memberikan penguatan karakter pada siswa. Penguatan karakter siswa menjadi salah satu sendi penting pendidikan, selain melalui pembelajaran di kelas, dapat pula dilakukan di luar kelas.
Hal ini perlu dilakukan sejak usia dini guna membiasakan para siswa dengan materi pelajaran dikelas ditambah dengan materi diluar kelas yang tidak kalah penting pula. Guna memberikan materi tambahan yang mudah diterima para siswa, Marji Astuti selaku Kepala SD Sabrang Lor Surakarta dalam suratnya memohon agar rombongan diberikan materi edukasi dengan tujuan, “Meningkatkan pengetahuan siswa tentang kehidupan prasejarah”.
Kunjungan yang dilakukan MIN Surakarta pada hari Selasa, 17 Desember 2024 dengan 123 orang siswa. Siswa yang berkunjung merupakan siswa kelas V yang memiliki keingintahuan besar untuk mengetahui kehidupan masa lalu yang dipamerkan di Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan.
Guna mencapai tujuan tersebut, MIN Surakarta diberi materi melalui koleksi yang ada di 3 ruang pamer Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan. Selain itu, siswa diajak diskusi terkait tentang koleksi museum sesuai dengan tingkat pendidikannya, dengan cara bertanya apa saja yang mereka saksikan di museum. Dengan antusias para siswa menjawab,
“Kerang”
“Gajah”
“Kuda Nil”
“Buaya”
“Kerbau”
“Gigi Hiu”
Jawaban tersebut mengawali diskusi dengan bahasa yang mudah dipahami para siswa. Jawaban mereka mencerminkan bahwa perjalanan mereka keliling museum sudah banyak merekam koleksi yang dipamerkan. Kemudian dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, dijelaskan tentang kehidupan purba yang pernah terjadi di Sangiran. Perubahan lingkungan laut menjadi rawa, yang kemudian berubah menjadi kehidupan darat dengan bukti-bukti makhluk hidup yang hidup pada masa tersebut.
Setelah diskusi, siswa diajak menyaksikan film berjudul, “Balung Buto” yang merupakan film animasi yang sesuai dengan usia mereka. Film Balung Buto berceritakan kisah rakyat yang mempercayai bahwa dahulu pernah tejadi perang antara kebaikan yang diwakili oleh Raden Bandung melawan angkara murka yang terwakili dari Raja Raksasa, Tegopati. Perang yang akhirnya dimenangi Raden Bandung, kemenangan bagi kebenaran yang merupakan hasil kerja keras. Terjadi proses kerja keras yang dilakukan Raden Bandung agar dapat menang dan mengalahkan Tegopati. Kisah “Balung Buto” yang disaksikan menjadi sebuah pembelajaran tentang kepahlawanan Raden Bandung. Usaha keras dengan mengasah (menyangir) kuku yang digunakan sebagai senjata melawan raksasa pimpinan Tegopati. Sebuah mitos Balung Buto yang mereka saksikan menjawab pertanyaan tersebut, diawali dengan kata “Sangir” yang berarti mengasah kuku Raden Bandung yang merupakan pahlawan dalam mitos itu. (Wiwit Hermanto)