Situs Sangiran dikenal dunia karena memberi sumbangsih bagi pengetahuan terkait evolusi manusia purba. Sumbangsih yang diberikan Situs Sangiran bagi pemahaman evolusi manusia purba mencapai lebih dari 50% temuan Homo erectus dunia. Widianto dan Simanjuntak menyebutkan bahwa lebih dari 50% dari populasi Homo erectus di dunia maka situs ini pantas disebut sebagai The Homeland of Java Man.
Salah satu temuan Homo erectus dari Sangiran adalah Sangiran 17, biasa disingkat S17 atau dikenal juga dengan nama Pithecanthropus VIII. Disebut sebagai Sangiran 17, sesuai nomor seri penemuan yang diberikan, temuan fosil tengkorak Homo erectus yang ke-17. Sangiran 17 di temukan pada posisi di endapan pasir fluvio volkanik di Pucung dan merupakan masterpiece Homo erectus Sangiran. Replika S17 banyak dikoleksi dan dipajang di museum paleoanthropologi terkemuka di seluruh dunia dan dijadikan referensi penting untuk merekonstruksi wajah Homo erectus.
Dari latar belakang tersebut, pada tahun 2017, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran mengumpulkan berbagai data tentang temuan Homo erectus dari Sangiran. Data tersebut kemudian dioleh menjadi sebuah buku berjudul “Katalog Homo erectus Sangiran”, yang menyajikan temuan-temuan Homo erectus dari Sangiran. Temuan yang sangat berharga guna kemajuan pengetahuan terkait evolusi manusia purba.
Selain menyajikan temuan-temuan Homo erectus dari Sangiran, buku ini dibalut teknologi sangat bermanfaat memberikan pemahaman bagi peserta, dengan teknologi augmented reality (AR). Teknologi augmented reality (AR) yang disematkan dalam buku ini akan mempermudah dalam memberikan keterangan dan penjelasan.
Melalui buku yang dibalut dengan teknologi, BPSMP Sangiran mencoba mendekati kaum milenial yang memang sangat menggandrungi teknologi. Cerita masa lalu yang diceritakan Kembali dalam buku yang dibalut teknologi akan menjadi saran edukasi yang menarik bagi kaum milenial dan juga para akademisi. Bagi kaum milenial, BPSMP Sangiran dapat mengedukasi mereka melalui apa yang mereka senangi dan gandrungi.
Mengedukasi dengan cara yang tidak membosankan, cerita tentang kebesaran masa lalu yang ada dan dapat dipelajari guna mendapat pembelajaran yang bermanfaat. Kebesaran masa lalu yang disematkan teknologi dalam sebuah buku yang diawali dari sebuah kerja keras dalam upaya pengumpulan data. (Wiwit Hermanto)