Bukur: Budaya Akur Sebagai Makanan Khas dan Filosofi Masyarakat

0
718

Situs dan Museum Sangiran sudah banyak mengundang minat orang untuk mengunjunginya dengan tujuan pendapat tambahan pengetahuan maupun untuk berwisata. Hal ini dapat dimanfaatkan masyarakat yang bermukim di Situs Sangiran dengan memberikan pelayanan bagi pengunjung.
Pelayanan tersebut dapat berupa penyediaan tempat tinggal, makanan dan minuman, jasa, atraksi budaya dan lain sebagainya sesuai potensi yang dimiliki masyarakat. Untuk itu perlu upaya penyadaran sekaligus menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan potensi yang mereka miliki selain potensi arkeologis yang ada di Situs Sangiran yang kemudian dikisahkan di Museum Sangiran.
BPSMP Sangiran menyadari hal tersebut, masyarakat memerlukan penyadaran akan potensi yang dimiliki serta bagaimana cara memanfaatkan potensi tersebut. Dalam upaya penyadaran tersebut, maka selama 3 hari, pada tanggal 26-28 Agustus 2020, BPSMP Sangiran mengadakan kegiatan fasilitasi.
Dalam kegiatan ini, peserta diajak untuk mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki sebagai satu atrakasi wisata. Salah satu contohnya adalah dengan mempromosikan Bukur sebagai makanan khas masyarakat Desa Krikilan. Bukur dijadikan sebagai salah satu atraksi wisata, wisatawan diajak untuk mencari Bukur, memprosesnya dan kemudian menyantapnya sebagai lauk saat makan atau sebagai cemilan disaat senggang.
Dalam fasilitasi ini, para peserta berdiskusi secara aktif dan menyenangkan. Setiap peserta tak jarang berdiskusi dengan antusias saat diberi sebuah masalah yang dihadapi dalam kesehariannya. Peserta menyadari potensi Bukur sangat besar, untuk jadi atraksi wisata perlu dilakukan berbagai promosi guna mengenalkannya pada masyarakat.
Untuk menjadi atraksi wisata, Bukur juga harus dikemas dengan berbagai hal yang menjadi potensi masyarakat. Potensi budaya, kesenian, mainan tradisional, makanan tradisional, pemanduan yang baik, keramahan masyarakat pada wisatawan, kehidupan masyarakat pedesaan dan berbagai bangunan tradisional yang masih ada di masyarakat bisa menjadi kemasan menambah kekhasan Bukur sebagai makanan khas Desa Krikilan.
Dalam fasilitasi ini, salah satu peserta, Aris Rustioko yang juga menjabat sebagai Sekertaris Desa Krikilan memberikan sebuah pesan dari Bukur. “Bukur merupakan filosofi Desa Krikilan yang artinya Budaya Akur”.
Dalam hal ini Bukur dianalogikan sebagai perekat masyarakat. Masyarakat diajak untuk akur dalam menghadapi berbagai masalah yang ada. Dalam mencapai asa dan cita sebagai desa wisata, Desa Krikilan harus mampu menyuburkan budaya akur.
Harus diakui dalam mencapai desa wisata yang mampu menyejahterakan masyarakat, merupakan perjalanan panjang. Perlu kerjasama berbagai pihak yang diawali dengan budaya akur. Bukur merupakan filosofi yang sangat dalam, menyatukan masyarakat Desa Krikilan.
Dalam diskusi lainnya, didiskusikan pula kesulitan untuk mencari Bukur yang ternyata hanya muncul pada saat-saat tertentu saja. “Bukur hanya ada saat air di Saluran Bapang surut setelah penuh terisi air”, jelas Aris.
Hal ini menjadi masalah jika permintaan Bukur tinggi. Panji Kusuma, S.S. selaku narasumber memberikan solusi, “Ini menjadi masalah tersendiri di satu sisi tapi disisi lain meningkatkan nilai jual Bukur, wisatawan diajak berburu mencari Bukur saat-saat tertentu saja, saat musim Bukur”, jelas Panji.
Aris yang merupakan warga asli Desa Krikilan memberikan masukan, “Jika sudah berkembang Bukur bisa dibudidayakan”.
Fasilitasi yang diadakan BPSMP Sangiran ini menjadi sebuah ajang warga berdiskusi mengenali diri, potensi, masalah, sekaligus menyelesaikan masalahnya melalui diskusi. Bukur sebagai analogi budaya akur susah tercermin di kegiatan ini. Peserta dari berbagai latar belakang pekerjaan, sosial, ekonomi, dan pendidikan berbeda bersatu untuk meraih asa dan cita. “Ini diluar dugaan, masyarakat sudah mulai berbenah dan bahkan pasca fasilitasi mereka langsung bergerak, saya senang dan bangga melihat semangat mereka ini”, seru Iwan Setiawan Bimas selaku Pamong Budaya Ahli Muda BPSMP Sangiran.
Bukur bukan hanya sebagai makanan khas Desa Krikilan tetapi sudah menyatukan masyarakat untuk berbudaya akur. “Bukur yang dikatakan sebagai budaya akur masyarakat semoga makin merekatkan mereka”, doa Iwan. (Wiwit Hermanto)