Strategi Adaptasi Petani Cabai Di Kecamatan Temon: Kasus Di Pantai Glagah Kulon Progo

0
1178

Strategi Adaptasi Petani Cabai Di Kecamatan Temon: Kasus Di Pantai Glagah Kulon Progo

Oleh: Ernawati Purwaningsih

 

Tanaman cabai termasuk salah satu komoditi hortikultural yang cukup penting dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Oleh karena itu banyak para petani yang ingin meningkatkan penghasilan keluarganya dengan menanam cabai. Petani Desa Glagah tidak luput dari keinginan untuk menanam cabai. Keinginan tersebut didukung oleh lahan pantai yang masih luas dan cocok untuk tanaman cabai. Petani di desa tersebut telah menanam cabai lebih kurang 5 tahun yang lalu. Ternyata hasil tanaman cabai tersebut cukup bagus. Jenis cabai keriting dari desa tersebut dipasarkan di Jakarta, dan dikenal sebagai cabai temon, karena berasal dari Kecamatan Temon. Cabai temon tersebut termasuk jenis cabai nomor satu sehingga harga jualnya lebih tinggi dari daerah lain.

Penelitian ini dilakukan di Desa Glagah Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui strategi adaptasi petani cabai di lahan pantai (pasir). Strategi adapatasi tersebut meliputi strategi produksi, pemanenan serta pemasarannya. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan hasil penelitian. Sedangkan data yang dikumpulkan yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan serta observasi lapangan.

Cara atau strategi bertanam cabai di sawah berbeda dengan di lahan pantai. Jenis tanah pasir dengan porositas tinggi sangat mendukung dalam syarat tumbuh tanaman cabai. Kebutuhan air dapat diatasi dengan pembuatan sumur bor dan sumur renteng. Kendala angin besar yang datangnya dari pantai diatasi dengan menanam tanaman barier (pemecah angin) di sekeliling lahan serta memasang blarak disekelilingnya. Kondisi iklim disikapi penduduk dengan memilih waktu yang tepat untuk menanam yaitu dengan perhitungan mongso. Mongso yang dianggap ‘aman’ untuk menanam cabai adalah mongso sewelas (11).

Tanaman cabai pada umumnya dapat dipanen pada umur 70-75 hari setelah tanam. Pemetikan cabai dilakukan 2-3 hari sekali dan dilakukan secara berulang sampai 20-30 kali pemetikan. Cabai yang dipetik dipilih yang sudah berwarna merah penuh untuk daerah pemasaran yang relatif dekat. Cabai yang dipetik untuk tujuan jarak jauh seperti Jakarta, dipilih yang semburat hingga merah penuh, supaya tidak mudah rusak dan lebih tahan lama. Ketika harga cabai tinggi, tengkulak biasanya datang ke lokasi pertanian untuk mencari dagangan. Akan tetapi apabila harga cabai anjlok, petani justru mendatangi tengkulak agar membeli hasil panennya.

Strategi pemasaran petani cabai di Desa Glagah pada umumnya langsung dijual kepada tengkulak. Mereka tidak mau repot harus menjual hasil panennya sendiri. Harga cabai ditentukan oleh tengkulak, bukan dari petani dan ini menjadi sesuatu yang umum atau biasa. Rantai pemasaran tanaman cabai pada umumnya dari petani-tengkulak-pedagang besar-pedagang kecil-pengecer-konsumen.

Selengkapnya: Patra-Widya, Vol. 5 No. 4, Desember 2004.