Sidang Konferensi Inter Indonesia I di Yogyakarta

Oleh : Darto Harnoko

0
155
KII (Konferensi Inter Indonesia) Pertama di Yogyakarta 19-22 Juli 1949 diketuai M. Hatta
KII Pertama di Yogyakarta 19-22 Juli 1949 - (Foto ulang koleksi ANRI: Darto Harnoko)

BPNB DIY, Juli 2020 – Tepat 71 tahun yang lalu, pada hari ini, 19 Juli 1949, diselenggarakan Konferensi Inter Indonesia yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta. Konferensi diadakan di sebuah hotel pada masa itu, yang sekarang sudah tidak difungsikan lagi. Letaknya berada tepat di utara pintu perlintasan kereta Stasiun Tugu, yang merupakan pembatas antara Jalan Margo Utomo (sebelah utara) dengan Jalan Malioboro (sebelah selatan).

  • PM Hatta Pimpin Sidang KII Pertama di Yogyakarta
  • hotel toegoe yogyakarta

Lokasi : Hotel Toegoe Jl. Marga Utama Yogyakarta
Waktu : 19 – 22 Juli 1949
Drs. Mohammad Hatta memimpin Sidang Konferensi Inter Indonesia yang pertama di Hotel Toegoe Yogyakarta

Prinsip-prinsip dari hasil persetujuan Roem Royen yang ditandatangani tanggal 7 Mei 1949, menyebutkan antara lain RI akan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan dengan tidak bersyarat. Oleh karena itu sebelum KMB dilaksanakan dirasa perlu diadakan pendekatan antara RI dengan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg atau Pertemuan Musyawarah Federal) terutama dalam hubungannya dengan pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat).

Untuk itu pada tanggal 19 sampai dengan 22 Juli 1949 diadakan Konferensi-Inter Indonesia (KII) yang pertama. Konferensi tersebut diselenggarakan di Hotel Toegoe Yogyakarta Jl. Pangeran Mangkubumi Yogyakarta.

Pada Konferensi Inter Indonesia Tahap Pertama ini membicarakan masalah pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) terutama tentang susunan dan hak-hak negara bagian atau otonom, bentuk kerja sama RIS dengan Belanda dalam perserikatan Uni, dan masalah kewajiban RIS dan Belanda akibat penyerahan kekuasaan. Keputusan yang dapat diperoleh antara lain sebagai berikut :

  1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia – Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme.
  2. RIS akan dikepalai seorang presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  3. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yakni sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah dewan perwakilan negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Sementara.
  4. Pemerintah Federal Sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia.

Dalam hal ini perlu pula dikemukakan bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik maupun ekonomi. Di bidang militer telah tercapai persetujuan, antara lain:

  1. Angkatan Perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
  2. Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.
  3. Pembentukan angkatan perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan perang RI (TNI), bersama-sama dengan yang ada dalam KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger), ML (Militaire Luchtvaart), VB (Veiligheids Bataljons) dan Teritorial Batalyon.
  4. Pada masa permulaan RIS, menteri pertahanan dapat merangkap sebagai Penglima Besar APRIS.

Selanjutnya Konferensi Inter Indonesia dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal 31 Juli s.d. 3 Agustus 1949 yang dipimpin juga oleh Perdana Menteri Drs. Mohammad Hatta. Masalah yang dibahas adalah masalah pokok yang telah disetujui di Yogyakarta. RI dan BFO setuju untuk membentuk Panitia Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah Konferensi Meja Bundar (KMB). Setelah masalah intern antara RI dan BFO diperoleh kata sepakat maka kini bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan telah siap menghadapi KMB. Pada tanggal 4 Agustus 1949 telah diangkat delegasi RI untuk perundingan di KMB dibawah pimpinan Drs. Mohammad Hatta. Sedangkan Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.