Pergeseran Budaya Masyarakat Pinggiran Kota Yogyakarta Studi Kasus Di Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY

0
5156

Pergeseran Budaya Masyarakat Pinggiran Kota Yogyakarta Studi Kasus Di Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY

Oleh: Sukari

 

Desa Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Propinsi DIY merupakan daerah pinggiran kota dan menjadi perluasan kota Kotamadya Yogyakarta, sehingga menjadi daerah perkotaan. Dari 18 dusun yang ada di Desa Condongcatur, 11 dusun diantaranya sudah menjadi perkotaan. Kriteria yang menjadi dasar petimbangan antara lain adanya pemukiman/perumahan baru, pembangunan kampus/sarana pendidikan, kantor/intansi dan fasilitas umum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan masyarakat dan pergeseran budaya masyarakat setempat setelah Desa Condongcatur menjadi daerah perkotaan. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif dengan mengambil sampel sebagai studi kasus di dua dusun yaitu Dusun Ngringin dan Dusun Dero, serta Perumnas Blok II (RW XVII) yang masuk Dusun Dero. Data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan informan yang dianggap mengetahui hal-hal yang berkaitan penelitian dan dengan studi pustaka. Adapun analisa yang digunakan dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.

Daerah penelitian yang menjadi daerah perkotaan, diawali pendatang yang menempati Perumnas, ada sebagian masyarakat setempat (kampung/dusun/asli) yang belum dapat menerima kehadiran pendatang ini. Masyarakat setempat menganggap (mempunyai persepsi) bahwa pendatang umumnya dari kota, sehingga kehidupan kota ditonjolkan, sedangkan pendatang menganggap masyarakat setempat “orang desa”. Tanggapan seperti itu terjadi karena latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang berbeda. Menurut perkembangan selanjutnya dapat menyesuaikan seperti kehidupan kota, meskipun masyarakat mencoba mempertahankan rasa kegotong royongan dan pola tingkah laku (sopan santun).

Dari hasil penelitian yang dibatasi pada kegiatan gotong royong di bidang pertanian dan kerja bakti, di bidang kemasyarakatan serta pola tingkah laku ternyata mengalami pergeseran. Pergeseran yang terjadi kegiatan gotong royong. Cara sambatan sudah tidak ada, dan kerja bakti untuk pembangunan jalan dari swadaya masyarakat. Sedangkan pola tingkah laku terutama generasi muda cenderung kearah tidak baik (negatif) seperti minum-minuman keras (mabuk-mabukan) dan membentuk geng (kelompok) anak nakal. Faktor yang mempengaruhi budaya masyarakat tersebut antara lain (1) lahan pertanian (sawah) makin berkurang dan banyak yang sudah tidak memiliki untuk pembangunan; (2) masyarakat sudah berpikir praktis dan ekonomis, sehingga nilai uang sebagai alat pembayaran dari kesempatan kerja baru: (3) banyaknya pendatang termasuk kehadiran mahasiswa yang kost di daerah penelitian.

Selengkapnya: Patra-Widya, Vol. 4 No. 3, September 2003.