Pembangunan Pelabuhan Surabaya Dan Kehidupan Sosial Ekonomi Di Sekitarnya Pada Abad XX

0
2760
Buku "Pembangunan Pelabuhan Surabaya Dan Kehidupan Sosial Ekonomi Di Sekitarnya Pada Abad XX"

Sri Retna Astuti
Dwi Ratna Nurhajarini
Nurdiyanto

Buku tentang “pembangunan pelabuhan surabaya dan Kehidupan sosial ekonomi di sekitarnya pada abad XX” mengupas tentang sejarah pelabuhan Surabaya di masa abad XX dengan segala aktivitas ekonomi serta aspek-aspek yang saling mempengaruhi eksistensi pelabuhan Surabaya hingga di masa republik. Alasan pembangungan pelabuhan Surabaya karena tidak terpenuhinya kapasitas pelabuhan Kalimas dalam menampung aktivitas perdagangan sehingga membutuhkan sarana yang lebih memadai . Pelabuhan Surabaya dibangun dengan dilengkapi dermaga, gudang tempat bongkar-muat, serta jaringan transportasi. Pemerintah mengelola pelabuhan dalam sistem havenbedrif (usaha pelabuhan) di bawah wewenang Burgelijke Openbare Werken (BOW). Pembangunan pelabuhan yang pesat di awal abad XX terhenti tatkala Jepang menguasai Jawa. Kondisi pelabuhan beserta fasilitasnya banyak yang rusak akibat perang. Masa kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia belum segera mampu memperbaiki dan mengembangkan pelabuhan. Pembangunan pelabuhan ternyata tidak sejalan dengan realitas harapan yang terjadi. Aktivitas ekonomi di pelabuhan yang sangat pesat tidak hanya mengundang para pencari kerja namun juga melahirkan penyakit sosial, yaitu maraknya prostitusi.

Aspek yang menyebabkan pemerintah kolonial membangun pelabuhan yang modern di Surabaya menggantikan Pelabuhan Kalimas adalah adanya kegiatan perdagangan di Surabaya yang terus meningkat baik dari sektor eksport maupun import. Komoditas ekspor melalui Pelabuhan Surabaya di dominasi oleh gula. Hal itu karena dukungan daerah hinterland Surabaya yang merupakan daerah produsen tanaman tropis. Perdagangan di Surabaya yang melalui Pelabuhan Kalimas pada akhirnya tidak mampu mendukung pesatnya perdagangan yang membutuhkan sarana dan prasarana transportasi, pergudangan bongkar muat yang cepat dan efektif. Setelah melalui pembahasan yang panjang akhirnya pemerintah Hindia Belanda membangun pelabuhan baru yang modern. Pelabuhan baru dilengkapi dengan beberapa dermaga untuk tempat berlabuh kapal-kapal besar, gudang, jaringan transportasi (kereta api, trem dan jalan raya), perkantoran dan juga galangan kapal dan angkatan laut yang lokasinya tidak jauh dari pelabuhan. Pemerintah mengelola pelabuhan dalam sistem havenbedrif (usaha pelabuhan) di bawah wewenang BOW. Pembangunan pelabuhan yang pesat di awal abad XX terhenti tatkala Jepang menguasai Jawa. Kondisi pelabuhan beserta fasilitasnya banyak yang rusak akibat perang. Masa kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia belum segera mampu memperbaiki dan mengembangkan pelabuhan. Pembangunan fisik baru dimulai setelah tahun 1970 an, sementara perdagangan dan pelayaran baru menunjukkan kemajuan di akhir tahun 1960 an. Bersamaan dengan itu pemerintah mengembangkan industri maritim dengan menghidupkan Marine Etablissement dan Droogdok Maatschappij yang ketika nasionalisasi namanya berubah menjadi PT. PAL dan PT. DOK dan Perkapalan. Pelabuhan Surabaya sebagai pusat perdagangan sejak masa kolonial menjadi tumpuan bagi para pekerja baik sebagai pekerja tetap ataupun pekerja (buruh/kuli) lepas. Di samping itu juga membuka peluang bagi para pedagang untuk mencari rejeki di pelabuhan. Namun ternyata pelabuhan yang menjadi daya tarik para pencari kerja juga menimbulkan dampak lain yakni maraknya prostitusi di sekitar pelabuhan. Sementara kegiatan di Pelabuhan Tanjung Perak difungsikan sebagai pelabuhan samudra, Kalimas tetap hidup sebagai pelabuhan rakyat.

lihat selengkapnya: unduh Buku Digital