Membangun Pemahaman Multikulturalisme: Perspektif Arkeologi

0
6313

Membangun Pemahaman Multikulturalisme: Perspektif Arkeologi

Oleh :

Daud Aris Tanudirjo

Akhir-akhir ini kata “multikulturalisme” dan “pluralisme” sering terlontar di ranah publik. Gejala ini dapat dipahami, jika mengingat keadaan masyarakat Indonesia yang semakin terjebak dalam berbagai konflik dan peningkatan radikalisme. Dalam siatuasi seperti itu, kedua kata di atas memang selalu dirapalkan bak mantera yang diharapkan mampu meredakan kegerahan akan hiruk-pikuk perbedaan dan meredam dorongan untuk menang sendiri. Namun, apakah keduanya akan dapat memenuhi harapan itu, tentu akan sangat terkait dengan pemahaman akan kedua konsep tersebut. Barangkali, ada yang berpendapat bahwa kedua konsep itu bukanlah barang baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak negara RI didirikan lebih dari enam puluh lima tahun yang lalu konsep-konsep itu telah ada dan seringkali dikaitkan dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang diartikan ‘berbeda-beda tetapi tetap satu adanya’. Namun, perlu disadari bahwa tafsir makna akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan dinamika sosial dan budaya masyarakat Indonesia sendiri maupun dunia. Karena itu, rasanya kini merupakan saat yang cukup tepat untuk mengkaji dan memahami kembali konsep tentang multikulturalisme dan pluralisme dalam konteks Indonesia sekarang.

Mungkin istilah pluralisme agak lebih mudah dirumuskan dibandingkan multikulturalisme. Pluralisme merujuk pada keadaan masyarakat yang terdiri atas berbagai suku, agama, asal, dan latarbelakang budaya. Yang terpenting di sini adalah adanya keragaman atau kemajemukan, tanpa melihat interaksi di antara mereka. Ini hanya memenuhi unsur “bhinneka” semata, tidak mengandung unsur “tunggal”, yang sesungguhnya menyiratkan adanya sifat hubungan antara yang beragam ini, yaitu kesatuan.

Sementara itu, istilah “multikulturalisme” tidak mudah dipahami, karena sesungguhnya ia adalah konsep politik, khususnya politik identitas, karena itu mempunyai berbagai makna yang dapat dikaitkan dengan konteks penggunaannya (Stanford Encylopedia of Philosophy, 2010). Multikulturalisme berbeda dengan multikultural yang diartikan “berbagai budaya”, karena multi-kulturalisme sebenarnya muncul sebagai kebijakan pemerintah dalam memperlakukan warganya. Istilah ini pertamakali dipopulerkan oleh pemerintah Kanada pada tahun 1965 untuk menjamin kesetaraan kedudukan warganegaranya. Disebutkan, multikulturalisme lahir dari keyakinan bahwa setiap warganegara itu sama kedudukannya. Multikulturalisme menjamin setiap warga dapat mempertahankan jatidirinya (identity), bangga terhadap nenekmoyangnya (ancestry), dan mempunyai rasa milikinya (sense of belonging). Konsep ini dipandang sebagai gerakan sosial alternatif terhadap kebijakan asimilasi. Gerakan ini merupakan penegasan dalam menghargai keragaman budaya terutama dari kelompok minoritas yang selama ini tersisihkan. Selanjutnya, istilah ini lalu banyak dipergunakan di Australia dan negara lain sejak 1970-an (Bennet et als., 2005). Jadi, dari konteks kesejarahan Indonesia jauh lebih dulu menyadari, menghargai dan bahkan menggunakan paham multikulturalisme dibanding bangsa-bangsa lain. Sejak Indonesia merdeka, negara ini telah menunjukkan politik identitas Bhinneka Tunggal Ika, yang maknanya tidak berbeda jauh dengan konsep multikulturalisme yang muncul di negara-negara barat.

Sebagai konsep politik, multikulturalisme bukan hanya merujuk pada keragaman ‘budaya’ tetapi juga keragaman dalam agama, etnis, ras, dan bahasa, bahkan juga majoritas dan minoritas. Dalam konsep ini ada semangat untuk mengangkat kembali harkat orang-orang yang selama ini jatidirinya tak-dihargai dan mencoba mengubah pola hubungan dan komunikasi yang selama ini telah meminggirkan kelompok-kelompok tertentu. Dalam konteks ini, multikulturalisme lalu terkait dan membawa dampak pada kepentingan ekonomi maupun politik, di antaranya adalah tuntutan memperbaiki kedudukan ekonomi dan politis dari kelompok yang tidak diuntungkan karena status mereka yang ‘dibedakan’ atau minoritas (Stanford Encylopedia of Philosophy, 2010).

Selengkapnya download file pdf  berikut ini: Membangun_Pemahaman_Multikulturalisme