Budaya Spiritual Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Bangsa

0
1554

Budaya Spiritual Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Bangsa

Oleh : Suwardi Endraswara

Karakter dasar penghayat dan manusia biasa (the other) menurut hemat saya memang berbeda. Terlebih lagi penghayat yang telah terbiasa menjalankan laku (brata), seperti seekor laron dan kupu-kupu. Dua hewan ini, tampaknya memiliki karakter yang identik dengan penghayat. Dalam disertasi saya (Endraswara, 2011), kedua hewan itu menjadi bagian metafor penghayat kepercayaan kejawen yang telah menjalankan tapa brata secara khusyuk. Namun, ada pula penghayat yang ragu (tanggung), hanya kulit-kulit saja ibaratnya. Maksudnya, masih berperilaku seperti halnya ulat.

Dalam pandangan Berkowitz (Damon, 2002) karakter tidap individu itu berbeda-beda. Menurut dia ada empat rumusan, yaitu (1) ada karakter bawaan (established) yang melukiskan multifenomena, (2) karakter manusia dapat berkembang seperti peluru yang meluncur (trajectory), (3) karakter manusia dapat berkembang secara bertahap (gradually), mengikuti irama tempat dan waktu. Kalau demikian, karakter manusia itu ada yang dibentuk dan ada yang asli. Yang asli ini, suatu saat juga dapat berubah. Karena itu, sebenarnya keteguhan penghayat memegang prinsip pendidikan karakter menjadi jalma limpad dan jalma pinilih, dapat menyumbang pada pembangunan karakter. Selama ini, karakter bangsa banyak yang jauh dari cita-cita sebagai jalma sanyata, melainkan banyak muncul “wong peteng”, tidak jelas. Yang merebak adalah munculnya jalma letheg, orang kotor, dan gelap hatinya. Oleh karena sudah jauh dari pajar kalidamar dan sesuluh para leluhur mulai ditinggalkan.

Kalau saya ikut mencermati hidup penghayat Kasunyatan Bimo Suci (KBS, 1999-sekarang), mereka tampak hendak menjalankan laku kupu-kupu, ingin jauh dari ulat. Mereka senantiasa hidup sebagaimana Bima, terutama ketika menemukan banyu perwitasari. Hidup di dunia penghayat, seingat saya waktu intensif meneliti kehidupan penghayat untuk disertasi (2006-2011), kuncinya adalah laku. Laku itu, didorong oleh rasa pangrasa. Laku akan memperkuat watak (karakter). Bagi penghayat KBS, meyakini bahwa karakter manusia dapat terpoles oleh angen-angen. Itulah sebabnya, hidup harus mampu mengendalikan angen-angen jika ingin berkarakter bagus (good character).

Selengkapnya download file pdf berikut ini: SBS_Endraswara