Mencari Berkat di Tanah Palembang

0
2769
Ziarah di salah satu makam/foto:firdaus

Subuh hari itu berjalan seperti biasa, masyarakat setempat telah ramai memadati Pasar Kuto dengan berbagai aktivitas dan kesibukannya. Sementara di sudut yang lain para warga satu-persatu mulai berdatangan ke Masjid tidak jauh dari pasar Kuto. Seakan tidak terganggu dengan keramaian di pasar mereka bergerak menuju Masjid Daruul Muttaqien untuk menghadap yang Kuasa, menjalankan shalat subuh dan menjadi pembuka rangkaian Ziarah Kubra 1437 H.

Masjid Daruul Muttaqien ditetapkan sebagai tempat pertama pelaksanaan Ziarah Kubro. Hal ini berkaitan bahwa masjid tersebut cukup bernilai sejarah dalam penyebaran Islam di Palembang. Masjid Daruul Muttaqien juga dinamakan sebagai Masjid Al-Habib Ahmad Bin Syech Bin Shahab sesuai dengan nama pendirinya. Ziarah ini berlangsung selama tiga hari berturut-turut dan selama itu, para peserta mengadakan berbagai ritual mulai dari shalat subuh, arak-arakan, dan zikir bersama di pemakaman. Para peserta juga mengikuti acara haul para ulama sebagai pelengkap acara yang dilaksanakan pada siang dan malam hari setelah ziarah selesai dilaksanakan.

Ziarah kubra adalah ziarah mengunjungi makam leluhur atau orang yang sudah lebih dulu meninggal. Ziarah bertujuan sebagai salah satu penghargaan kepada orang yang sudah meninggal atas jasa-jasanya semasa hidup. Ziarah ini juga dimaksudkan sebagai balasan atas jasa tersebut dengan mendoakan orang yang sudah meninggal agar tenang dan diterima di sisi penciptanya. Ziarah juga mampu membangun komunikasi dan meminta berkat kepada yang maha Kuasa melalui barakah yang sudah meninggal.

Disebut Kubra atau besar karena peserta yang terlibat berjumlah ribuan orang. Selama perhelatan para peserta bagai lautan manusia mengular mengikuti jalan umum menuju makam. Dengan berjalan kaki hampir 2-3 Km menuju makam para habaib dan auliya yang diyakini sebagai orang suci dan sangat berjasa semasa hidupnya. Berjasa khususnya dalam penyebaran Agama Islam.

Ziarah di makam/foto:firdaus
Ziarah di makam/foto:firdaus

Pada awalnya ziarah kubra ini adalah tradisi ruahan seperti umumnya yang dilakukan oleh masyarakat Palembang. Ziarah ini diawali oleh keluarga Al-Habib al Wibib Ahmad Basin, juga bersama Habib Muhammad bin Umar, Habib Ali bin Abubakar beserta anggota keluarga turun temurun. Lama-kelamaan seiring dengan bertambahnya keturunan keluarganya, maka peserta ziarah juga semakin banyak.

Bagi masyarakat Arab yang ada di Palembang, upacara ziarah kubra merupakan even besar silaturahmi. Even yang mempertemukan banyak keturunan-keturunan Kambang Koci mengunjungi kakek-kakeknya. Memang, pada perhelatan ini keturunan Arab Palembang yang sudah merantau ke luar Palembang akan pulang untuk merayakan ziarah kubra tersebut. Kambang Koci sendiri adalah cikal bakal/pemakaman pertama diadakannya ziarah kubra. Kambang koci merupakan pemakaman yang terletak di Pelabuhan Boom baru dan merupakan pemakaman para ulama dan auliya pertama yang menyebarkan Agama Islam di Palembang. Pemakaman ini berdekatan dengan pemakaman Pangeran Syarif Ali dan Pemakaman Kesultanan Palembang Darussalam.

Tradisi ini juga tidak berhenti hanya pada anggota keluarga saja. Banyak orang yang mulai sadar akan jasa-jasa orang-orang pertama penyebar agama Islam di Palembang. Beberapa juga ada anggota keluarga yang selama keluarga dari Palembang mulai mencari garis keturunannya, sehingga membuat tradisi ziarah kubra semakin besar. Peserta yang semakin besar menjadi unik bagi masyarakat luar, kemudian mencari sejarah tentang orang-orang yang diziarahi. Ada banyak orang yang mulai menyukai tokoh-tokoh tersebut dan menjadikan teladan dalam hidupnya. Ada juga yang kemudian ingin mengunjungi makamnya sebagai bentuk silaturahmi dan penghargaan akan jasa-jasanya dahulu.

Awal acara dimulai dari Masjid Daruul Muttaqien. Salah satu masjid bersejarah yang di Jl. M. Isa berdekatan dengan Pasar Kuto Palembang. Masjid ini dibangun oleh Al-Habib Ahmad bin Syech bin Shahab di atas tanah wakaf milik ayahnya yang dihadiai oleh Sultan Palembang. Di masjid inilah para peserta sejak subuh melakukan shalat subuh serta mempersiapkan keberangkatan ke pemakaman di Gubah Duku.

Dari Masjid Daruul Muttaqien para peserta arak-arakan ke pemakaman Gubah Duku. Pemakaman Gubah Duku juga merupakan pemakaman yang dibangun oleh Al-Habib Ahmad bin Syech bin Shahab. Dalam arak-arakan para peserta hanya memperbolehkan laki-laki masuk dalam barisan. Berbeda dengan ziarah umumnya, ziarah kubra tidak membolehkan perempuan ikut dalam rombongan peserta ziarah karena bertentangan dengan ajaran Islam. Para peserta juga tidak menggunakan pakaian sembarang warna dan hanya menggunakan pakaian muslim/gamis berwarna putih. Arak-arakan dengan berjalan kaki juga disertai dengan tetabuhan hazir marawis, berbagai umbul-umbul berisikan ayat-ayat Al-Quran, serta kumandang shalawat.

Peserta ziarah memadati jalan/foto:firdaus
Peserta ziarah memadati jalan/foto:firdaus

Keinginan untuk mencari barakah oleh masyarakat kepada orang-orang suci membuat ziarah ini semakin diminati oleh banyak orang. Setiap tahun ritual ziarah kubra mengalami peningkatan dari jumlah peserta yang hadir. Sekitar 14000 peserta hadir dari berbagai daerah di Indonesia serta dari Negara-negara yang juga cukup antusias mengikuti tradisi ini. Negara-negara yang hampir tiap tahun mengirimkan delegasinya antara lain Malaysia, Singapura, Thailand, Yaman, Arab Saudi dan lain-lain. Para peserta juga tidak hanya berasal dari orang-orang biasa tapi juga ulama-ulama besar turut memeriahkan acara tersebut.

Berbagai aktivitas selain ziarah, aktivitas budaya yang menyertai juga sangat unik. Beberapa diantaranya adalah menerima tamu yang datang dari luar Palembang. Warga setempat membuka rumahnya untuk tempat penginapan para tamu sehingga membangun tali silaturahmi antara para pendatang dengan penduduk setempat. Para peserta yang memang mempunyai pertalian kekerabatan dengan masyarakat Arab Palembang akan mencari garis keturunannya. Sementara bagi orang bisa merasakan suasana sebenarnya pola kehidupan masyarakat Arab di Palembang. Sementara bagi tamu yang tidak berkenan untuk menginap di rumah penduduk, panitia juga memberikan penginapan di hotel-hotel di sekitar tempat pelaksanaan tersebut.

Panitia juga menyediakan makan kepada peserta yang datang dari luar Palembang selama tiga hari berturut-turut. Selama itu, panitia menyediakan nasi kebuli dengan lauk daging kambing. Nasi kebuli ini disediakan pada pagi hari sebelum berangkat ke makam, siang dan malam hari di tempat Haul. Nasi kebuli ini juga dihidangkan dalam nampan untuk porsi empat orang. Sehingga makan bersama dilakukan dengan satu nampan berempat. Betapa indahnya kebersamaan dalam acara makan bersama.

Makan bersama/foto:firdaus
Makan bersama/foto:firdaus

Biaya pelaksanaan acara selama tiga hari berturut-turut mereka peroleh melalui urunan dan sumbangan yang tidak mengikat oleh pengusaha-pengusaha. Setiap tahun ketika acara ziarah kubra, panitia bisa mengurbankan hingga 200 ekor kambing dan semua itu mereka peroleh dari sumbangan-sumbangan orang yang ikhlas membantu. Teknis pelaksanaan acara juga mereka kerjakan secara gotong royong dan ikhlas.