UPACARA TRADISIONAL MOMUHUTO (SIRAMAN) pada masyarakat GORONTALO

IMG_6106

Tim Perfilman : Rocky J.R.R.H. Koagouw, Salmin Djakaria, Steven Sumolang, Julianto Tuwaidan, John Rivol Kindangen

Salah satu cara yang dilakuka BPNB Manado dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya daerah adalah Perekaman Budaya Daerah Gorontalo, dengan mengambil objek budaya UPACARA TRADISIONAL MOMUHUTO (SIRAMAN) pada masyarakat GORONTALO.

Dalam sekian banyak upacara adat, salah satu di an- taranya adalah pohutu (upacara negeri). Pohutu merupakan upacara resmi, resmi dalam pengertian bahwa pelaksanaan harus berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh adat itu sendiri. Salah satu puhutu yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo adalah upacara adat MOME’ATI (membe’at) yaitu perjanjian/ikrar, dengan inti pengucapan kalimat syahadat, melak- sanakan Rukun Islam, Rukun Iman secara utuh, sebagai seorang muslim perempuan yang mulai  timbul tanda kedewasaannya (Haid) atau dalam istilah Gorontalo disebut TADULAHU.

Sebelum sang gadis dibe’at, dilakukan upacara tradisional yang dikenal dengan istilah MOMUHUTO (siraman) dengan urutan kegiatan sebagai berikut:

  • Molungudu artinya mandi uapdengan ramuan tradis- ional tradisional yaitu suatu cara yang digunakan oleh para leluhur Goron- talo guna mengeluarkan keringat yang berbau dari tubuh seorang gadis;
  • Momonto,artinya mem- beri tanda suci (bonto) kepada sang gadis mulai dari dahi, tenggorokan, bahu, lengan, telapak tangan, dan kaki, kemu- dian diteruskan kepada keluarga;
  • Momuhuto, artinya sira- man air kembang kepada sang gadis yang diawali oleh kedua orang tua, di- lanjutkan oleh pemangku adat secara bergantian menyiramkan air wangi yang terisi pada 7 buah perian bambu kuning (talila hulawa) sambil dituja’I (sajak).
  • Mopohuta’a to pingge, artinya menginjakkan kaki di atas piring. Sang gadis dibimb- ing oleh bidan kampung (hulango) melintasi 7 buah piring yang harus diinjak dan piring tidak boleh pecah sebab kalau pecah kaki akan luka dan sampai ke tempat tujuan.
  • Motidi, sang gadis menari di depan pu’ade (pelami- nan). Tari yang dibawakan adalah tidi da’ayang gerakan-gerakannya men- gandung nasihat kepada sang gadis.

Kegiatan MOMONTO (pemberian tanda suci)

Menurut sejarah yang bersumber dari wulito (penuturan) bahwa ketika Raja Matolodula mengis- lamkan negeri ini, diadakan pesta rakyat selama 40 hari 40 malam. Babi hutan dan Babi biasa masih meru- pakan makanan masyarakat yang animus, sehingga raja Matolodula memerintah- kan pada rakyat agar pada pesta rakyat itu seluruh babi tanpa sisa disuruh potong dan darahnya ditampung pada DULANGA (tempang menampung air daribatang kayu). Pada saat penobatan itulah Raja Matolodula mengumumkan setiap orang yang akan mengucapkan selamat dan berjabatan tan- gan dengannya, maka Raja mencelupkan jari tengahnya pada darah babi itu dan menempelkan pada dahi setiap orang. Oleh karena tidak ada lagi babi yang diambil darahnya untuk acara pensucian diri ini, maka digantilah dengan darah balaung ayam yang sama merahnya dengan darah babi. Namun inipun tidak berlangsung lama karena darah ayam berakibat timbulnya kutil (bangalo), maka digantilah dengan AlawahuTilihi, yaitu campuran kunyit, kapur, dan air.

Makna pemberian tanda di dahi adalah pernyataan untuk tidak menyembah selain Allah, tanda di leher, bahagian bawah tenggorokan bermakna, tidak akan makan makanan yang haram. Tanda di bahu dan lekukan-lekukan tangan dan kaki, bermakna tidak akan berbuat perbuatan yang tercela (mazmunah)dan bagi orang serta keluarga merupakan pernyataan bertanggung jawab atas keselamatan anak sebagai amanah Allah.

Kegiatan MOMUHUTO (siraman air kembang)

  1. Taluhu YILONUWA atau air kembang yang terdiri atas 7 macam ramuan yang harum bermakna 7 macam sifat yang terpuji, yang diharapkan membalut kemulusan diri sang putri yaitu:
  • Molamahu to pi’ili artinya memiliki sifat yang terpuji (kepribadian yang anggun).
  • Molumboyoto to ayuwa, artinya memiliki keramahan dan kehalusan budi pekerti.
  • Mopiduduto to syare’ati, artinya memiliki kemantapan pada syareat Islam
  • Modu’oto to hilawo, artinya memiliki prinsip yang teguh
  • Molimomoto to akali, artinya memiliki pemikiran yang jernih
  • Moulintapo to karaja, artinya terampil dalam pekerjaan
  • Moponuwa to’u motomele, artinya memiliki kasih sayang pada rumah tangga.
  1. Bulewe (upik pinang), bermakna prinsip kehidupan manusia dan keberadaannya di dunia sebagai penyandang amanah Allah.
  2. Tujuh buah perian bambu kuning, bermakna untuk mendapatkan kemuliaan, perlu mensucikan diri dari dosa lahir yang dilakukan oleh 7 anggota badan yaitu:
  • Mulut yang biasa dusta atau ghibah
  • Mata yang biasa melihat yang haram
  • Telinga yang biasa mendengar cerita kosong
  • Hidung yang biasa menimbulkan rasa benci
  • Kaki yang biasa berjalan dan berbuat maksiat
  • Tangan yang biasa merusak
  • Kemaluan yang biasa bersyahwat atau berzina (termasuk perut yang biasa diisi dengan makanan yang haram).
  1. Uang logam yang terisi pada perian, perlambang harta yang halal.
  2. Telur ayam kampung 1 butir, bermakna awal kejadian manusia.
  3. Kukuran kelapa (dudangata) bermakna, terhindar dari kejahatan manusia.

 Kegiatan OPOHUTA’ATOPINGGE (menginjakkan kali di atas piring)

Tujuh buah piring bermakna 7 aspek pertahanan seorang gadis dalam kehidupannya.

  1. Piring pertama yang berisi tanah dan tumbuhan po’otoheto atau yang diistilahkan hutawawutilihula, bermakna kehidupan di bumi yang dilambangkan dengan tanah, perlu memperkuat pendirian, keimanan dan ketakwaan yang dilambangkan dengan tumbuhan po’otoheto;
  2. Piring kedua yang berisi buah jagung, bermakna sang putri wajib mempertahankan kesucian dan kehormatan dirinya, baik mulai dari remaja sampai berumah tangga, dilambangkan dengan buah jagunr yang terbalut dengan kulitnya dari pembentukan tongkol sampai buahnya tua dan kering;
  3. Piring ketiga yang berisi beras, bermakna kerendahan hati yang dilambangkan dengan buah padi, semakin berissi semakin merunduk. Demikian pula anak gadis semakin cantik semakin baik budi pekertinya;
  4. Piring keempat berisi TALA’A NGALA’A atau uang beragam nilainya, bermakna penghematan. Uang merupakan suatu kebutuhan yang dicarioleh manusia, jika dihematkan maka hasil dapat dinikmati oleh pemiliknya. Tetapi uang juga dapat membahayakan kehidupan seorang gadis karena memburu uang ia dapat memjual dirinya.
  5. Piring kelima berisi daun puring (polohungo), bermakna adat artinya seorang gadis harus memahami pantangan adat mulai dari remaja sampai berumah tangga, antara lain menghindari UMOBULILO (perbuatan yang janggal) dan perbuatan UMO’OLITO (perbuatan yang memalukan) diri sendiri dan keluarga.
  6. Piring keenam berisi BakohatiUmonu (ramuan lulur/bedak yang harum)bermakna, penataan diri mulai dari remaja sampai berumah tangga. Menata diri untuk kebersihan sendiri dan merias diri untuk suami bagi yang sudah berumah tangga.
  7. Piring ketujuh berisi bulewe (mayang pinang)bermakna,keharuman nama dan keluarga perlu dijaga baik semasih gadis maupun sudah berumah tangga.

Makna Acara :

  1. Acara adatMolungudu (mandi uap) bernilai pembersihan diri lahir dan batin
  2. Acara Momonto (pemberian tanda suci) bernilai pensucian diri lahir dan batin
  3. Acara Momuhuto(siraman air kembang) memiliki nilai pendidikan moral yang mengacu pada prinsip kehidupan pribadi sang anak
  4. Acara Mopohuta’a topingge (menginjakkan kaki di ats piring) memiliki nilai kehati-hatian dalam melangkah.