Tuanku Imam Bonjol adalah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Barat. Beliau dilahirkan tahun 1772 di Kampung Tanjung Bungo dan merupakan putra bungsu dari Buya Nurdin. Nama aslinya Peto Syarif Ibnu Pandito Bayunuddin.
Tuanku Imam Bonjol sangat erat kaitannya dengan peristiwa Perang Paderi Sosol. Tuanku Imam Bonjol yang bersorban putih dan berjanggut panjang menjadikan Imam Bonjol lebih pantas sebagai seorang ulama. Namun demikian, Imam Bonjol selain telah menunjukkan sosok ulama yang sejati, juga telah terbukti menjadi seorang yang selalu berada di barisan terdepan dalam perang, baik perang terhadap kemaksiatan, perang terhadap pemuka adat, maupun perang terhadap Pemerintah Belanda.
Dalam perlawanannya melawan Pemerintah Belanda, Tuanku Imam Bonjol terjebak oleh penghianatan Belanda yang terselubung dengan perundingan yang dilaksanakan oleh Residen Belanda Kolonel G.P.J. Elout di Padang pada tanggal 28 Oktober 1837. Beliau ditangkap dan dibawa ke Batavia dan diasingkan ke Cianjur. Pada 19 Januari 1839 dipindahkan di Ambon. Kemudian pada tahun 1841 dipindahkan ke Desa Lotta Kecamatan Pineleng.
Dalam pengasingannya beliau menempati sebuah rumah yang sekarang berada di samping makamnya dan telah dipugar menjadi sebuah musholla. Beliau wafat dalam usia 92 tahun pada tanggal 6 November 1854. Dalam perjuangannya beliau juga ditemani oleh pengawalnya yang setia yakni Apolos Minggu, Bagindo Magek, dan Pangeran Buyung.
Makam Imam Bonjol dibangun dengan ciri khas Sumatera. Sebuah relief yang menggambarkan Imam Bonjol dalam Perang Paderi menghiasi salah satu dinding makam. Selain makam, terdapat pula sebuah batu yang digunakan oleh Imam Bonjol sebagai tempat sholat. Saat ini batu tersebut digunakan orang sebagai tempat sholat jika mengunjungi makam.