“Mahweteng” Tolak Bala Kota Manado

_MG_5982

Peliput : Rusli Manorek, Steven Sumolang dan Noldy Tampemawa.

Upacara ritual ini diprakasai oleh Lembaga Adat Maesaan Tombulu Umbanua Kota Manado dan dilaksanakan di Tikala tepatnya situs Batu Sumanti, pada tgl. 30 Januari 2015 dimulai pukul 12.00. Selain dari masyarakat adat Minaesaan juga diundang berbagai kelompok elemen adat lainya. Tujuan ritual ini tidak lepas dengan doa dan permohonan pada Tuhan yang Maha Esa agar terhindar dari berbagai hal buruk atau yang tidak baik di daerah Kota Manado. Ritual ini merupakan ekspresi budaya Minahasa yang masih menghormati Leluhurnya yang menjaga daerah ini dengan kesaktianya ketika memimpin sebagai Tonaas, bahkan dipercayai masih menuntun akan kehdupan lewat ritual.

Pada dasarnya banyak hal yang dapat digali dari sisi nilai budayanya, terkait dengan filosofis orang Minahasa, seperti “Maesa-esaan” bersatu padu, bahu membahu dalam kepentingan bersama. “Maleoleosan” saling memelihara menunjukan suasana kedamaian, keakraban, saling memaafkan. “Motomboltombolan” saling menopang, membantu, kerja sama “Mapalus” baik pertanian dan lain sebagainya sebagai kebersamaan dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan berbangsa. Nilai-nilai dalam kehidupan inilah yang senantiasa digali karena itu dalam upacara dimana leluhur menginginkan agar kehdupan keturunan atau yang mendiami tanah Minahasa termasuk Manado ada ketentraman, kedamaian sebagaimana dalam filosofi tersebut di atas.

Proses Upacara

Pada upacara Ritual Mah’weteng para tamu kehormatan yang di undang dijemput dengan tarian kabasaran dan didukung dengan baronsai komunitas Tionghoa, seperti dalam foto berikut ini iring-iringan memasuki bangsal tempat pelaksanaan.

Proses upacara ritual dengan mengatur sesajian yang sudah disiapkan termasuk membakar kemenyan dan simbol-simbol kebutuahan leluhur dalam upacara. Upacara ini dipimpin seorang Tonaas yang sudah ditunjuk dan nantinya leluhur akan masuk juga pada seseorang yang nantinya akan memberikan pesan dan jika leluhur belum memberi pesan-pesan maka dipercaya ada kelengkapan sesajian belum lengkap, berikut foto proses ritual.

Untuk mendukung dalam upacara ini, dihadirkan beberapa atrakasi seni dan kesempatan kali ini yang mengisi, yakni kabasaran dari Tomohon, Barangsai komunitas budaya Tionghoa, dan atraksi tradisi leluhur, yakni kekebalan tubuh seperti debus.  Khusus untuk kekebalan tubuh harus melalui ritual dan bila sudah siap atraksi dimulai dengan menusuk bambu runcing serta “tawaang” yang sudah diruncing kemudian ditusuk ketubuh pada mereka yang sudah disiapkan. Selain itu pedang tajam diayunkan dan ditancap keperut setiap orang yang sudah disiapkan, tapi anehnya tidak terpotong atau tersayat. (Rusli Manorek)