Di Walangitang ada sebuah tempat yang disebut Molibagu dan mempunyai raja bernama Wundulangi. Suku dari Bobentohu adalah turunan dari raja Wundulangi dengan istrinya Ganting-Ganting (Sangiang Tiang) keduanya mempunyai seorang putri yang bernama Taumatiti. Suatu keanehan sang putri mempunyai seorang suami yang hanya ada dalam mimpi, mereka bercumbu rayu dalam mimpi. Awal kisah laki-laki dalam mimpi adalah, konon pada waktu orang-orang membuka hutan untuk ladang padi, raja Wundulangi juga membuka hutan untuk ladang padi. Ditebangnya pohon-pohon besar maupun kecil, kecuali satu pohon besar yang terletak dipinggir hutan yang oleh orang Bobentehu disebut kayu lampawanua. Ketika Wundulangi pulang hampir petang datanglah Taumatiti ke kebun sendirian untuk mencaru kayu api, tetapi ia tidak mendapat kayu kering yang banyak.
Setelah ia mengikat kayu bakar yang hanya sedikit duduklah ia dibawah pohon lampawanua,kapaknya ditancapkan ke pohon karena ia asyik mendengar suara burung yang sangat merdu yang sedang menyanyi di atas pohon lampawanua. Taumatiti memukul pohon itu dengan kapaknya dengan maksud agar burung yang sedang bernyanyi itu terbang dari pohon agar ia bisa melihat burung apa gerangan yang suaranya sangat merdu itu. Setelah tiga kali ia memukulkan kapaknya terkejutlah ia mendengar orang bernyanyi dengan merdunya di atas pohon dengan suara yang sangat menawan hati yang syairnya berbunyi sebagai berikut:
I sai wawa manuwang?
I sai wawa manuwang?
Kalu seng pia aloneh
Kalau seng pia aloneh
Aloneh !
Alo nau eng selambung!
Alo nau eng selambung!
Paruwe eng sembihingang
Paruwe eng sembihingang!
Bihingang.
Sangat gemas hati putri Taumatiti , tetapi akhirnya ia membalas sebagai berikut:
Pirua ia bawihe!
Pirua ia bawihe!
O kasiang mandehokang
O kasiang madehokang
Dehokang!
Naungku wedi gimenggang!
Naungku wedi gimenggang!
Endumangkung giantang!
Endumangkung giantang!
Diantang !
Dengan segera dibalas lagi dari atas pohon katanya:
Abe rereng mandehokang!
Abe rereng mandehokang!
Ia I dante nu lai!
Ia I dante nu lai!
Oh lai
Lawo su hiwang Ondukang!
Lawo su hiwang Ondukang!
Na narang pete tampungang!
Na narang pete tampungang!
Tampungang
Kahiwu lampawanua!
Kahiwu lampawanua!
Ipa ngoko tama salang!
Ipa ngoko tama salang!
Sasalang
Ma salang be kere a!
Ma salang be kere a!
Kai sulimang kante ne
Kai sulimang kante ne!
Kanre ne!
Mendengar tembang diatas entah ia mengerti atau tidak tetapi Putri Taumatiti sangat gembira, maka dipanjatnyalah pohon yang ada disebelah pohon lampawanua. Ketika sampai diatas ia hanya menemukan sebutir telur yang terletak dalam sarang didahan kayu. Taumatiti sangat terkejut dan juga kuatir menemukan telur itu. Diambilnya telur itu dan dengan hati-hati ia membawa telur itu, karena ia berpikir bahwa telur inilah asal suara yang bernyanyi tadi. Dengan cepat-cepat ia pulang kerumah sambil membawa kayu api dan telur ajaib itu karena hari hampir malam. Setiba di rumah ia menceritakan apa yang dialaminya kepada kedua orang tuanya sambil menunjukkan telur tersebut. Orang tuanya berpikir bahwa telur ajaib itu tidak saja mendatangkan untung bagi putrinya tetapi juga bagi keturunannya nanti. Telur itupun disimpan dalam kotak tempat pakaian Tumatiti yang indah dan nyaman. Malamnya Taumatiti tidak dapat tidur karena memikirkan kejadian siang tadi dan apa nanti yang akan terjadi dengan telur yang disimpan dalam kotak pakaiannya. Pagi-pagi sekali ia memeriksa telur itu dan ia heran karena telur itu sudah bertambah besar menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Mengetahui hal ini kedua orang tuanya sangat senang dan dikumpulkannya keluarga dan kerabat untuk membuat pesta diistana disertai nyanyian syukur dan permintaan doa agar kesaktian telur ajaib itu akan terwujud dengan segera. Para lelaki dalam pesta itu menyanyikan beberapa jenis lagu yang didendangkan dengan lambat atau Kakumbaede yaitu seperti Mazmur nenek moyang dengan kata-kata sebagai berikut.
Oh teluhu manu alamate
Mokokontang barakate, O
Niwunaneng balembeng su pusungu lampawanua
Oh su pangusu……….
Oh su pasungu lampawanua
Oh su pasungu lampawanua
Nisaghenung mandehokang
Kai ahus’u malambe, O
Towo kalangmang salurang
Duluhangke pekekentengang, O
Oh daluhangke……..
Oh daluhangke pekekentengang, O
Daluhangke pekekentengang, O
Kai loho kadadima
Pusaka sarang marengu E
Ghahaghe si Upung Delu, O
Og Ghuga……
Oh ghahagho si Upung Delu O
Oh ghahagho si Upung Delu O
Paka riadi ko dulung
Kakoa sasengkapia E
Su hentong kebi bedaohong O
Galipohong kebi seliwutang O
Oh, gali……..
Galipohong sengliwutang O
Galipohong sengliwutang O
Setelah berualang-ulang menyanyikan kakumbe semakin banyak orang yang datang meramaikan pesta, kakumbe dihentikan dan diganti dengan sasambo.
Setelah banyak orang yang datang ke istana untuk berpesta maka telur ajaib itu diletakkan di atas piring purba yang bergambar ikan besar, bersama kemenyan serta wewangian diiringi dengan kakumbe. Sehari semalam mereka berpesta, akan tetapi telur tidak lagi bertambah besar, makanya raja Wundulangi bertitah katanya “ barangkali telur ini tidak mau lagi membesar dan menyatakan kesaktiannya, biarlah istanaku tetap sunyi harap semuanya kembali ketempat masing-masing . Cukup sehari semalam kita berpesta dan tunggu saja dengan sabar apa yang nanti terjadi dengan telur ajaib ini”.
Setelah pesta berakhir Tumatiti tidur dengan nyenyak dan ia bermimpi, dalam mimpi ia melihat telur ajaib menetas dan keluarlah seorang bayi laki-laki yang sangat tampan cepat menjadi besar dan kemudian tidur disampingnya. Tumatiti terbangun dari tidur dan saat itu hari hampir pagi, cepat-cepat ia bangun dan memeriksa telur ajaib dalam kotak pakainnya. Ia sangat heran karena telur itu sudah menetas tanpa meninggalkan bekas sedikitpun pada pakaian sedangkan laki-laki dalam mimpinya tidak ada dalam kamarnya. Hal ini kemudian diberitahukan kepada ibunya dan ibunya memberi tahu ayahnya. Berundinglah ketiganya bahwa itu adalah roh dari khayangan mengingat tempat pertama kali ditemukannya telur itu dipucuk lampanua. Jadi baiklah disediakan tempat tidur yang lengkap mungkin roh itu akan datang dan berubah menjadi manusia. Ayah dan ibunya berpikir mungkin sudah nasib Tumatiti bersuamikan mahkluk khayangan maka baiklah Tumatiti disuruh tidur ditempat tidur yang disiapkan untuk roh laki-laki itu. Demikianlah setiap malam roh itu datang menghampiri Tumatiti sehingga Tumatiti kemudian mengandung dan melahirkan seorang bayi lak-laki yang sangat elok parasnya. Bayi itu ditidurkan dalam kain ayunan oleh permaisuri Ganting-Ganting ibunda Tumatiti, sambil berdendang “Pengarib (bawewa) yang dipakai ialah uapa polo mang sembau amang! Dada lubangkang gahagha dada lubangkang gahagha artinya anak tunggal yang disayang, anak tunggal yang disayang bapanya dimuatkan dalam doa, dimuatkan dalam doa”.
Cerita ini mengandung pesan, bahwa kehidupan manusia diatur oleh yang MahaKuasa oleh sebab itu manusia harus mensyukuri kehidupannya.