Sejak dahulu sekitar abad ke-17 sebelum VOC masuk, orang Sangihe atau disebut juga orang Sangir memiliki kebiasaan membuat minyak kelapa secara bersama-sama dan dalam jumlah yang cukup banyak. Biasanya minyak kelapa tersebut selain digunakan untuk kebutuhan keluarga juga untuk dijual bahkan ke luar daerah seperti ke Ternate dan lain-lain. Kebiasaan ini kemudian dituangkan dalam bentuk kesenian yakni Tari Kalumpang.
Tari Kalumpang merupakan tarian yang diangkat dari kebiasaan mayarakat Sangihe yakni aktifitas pengelolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa. Masyarakat Sangihe biasanya membentuk kelompok-kelompok dalam kaitan pengolahan kelapa menjadi minyak. Bahan baku berupa kelapa telah disiapkan di rumah masing-masing. Sesuai kesepakatan mereka berkumpul di satu rumah/ tempat untuk mengelolah/ mencukur kelapa yang sudah disiapkan. Setelah selesai melakukan pekerjaan di tempat tersebut, mereka berpindah di tempat/rumah anggota lainnya, demikian seterusnya. Sementara mereka melakukan aktifitas mencukur kelapa, mereka pun menyanyikan lagu-lagu daerah. Syairnya antara lain sebagai berikut:
Puļung kakiraéng béngko, Tangkai cukuran kelapa yang bengkok
Me’be’bawa pe’daramé, Membawa perdamaian,
Gi ghile ne’ sembahu, Bersama-sama bersatu,
Kumanoa’ sengkakanoa, Bekerja bahu-membahu,
Mededorong aļamate’ Sumawu Ruata, Memohon berkat pada Tuhan Yang Kuasa
Tari Kalumpang menggunakan Kakiraé yakni alat yang biasanya digunakan untuk mencukur kelapa. Tari Kalumpang dapat berfungsi untuk menumbuhkan nilai kebersamaan bagi masyarakat yang bersangkutan.