Taenango ini merupakan bentuk tale atau epos kepahlawanan pada etnis Tolaki jika di tanah Bugis dikenal singrinling, di Jawa dikenal dengan Tembang atau Kidung semacam epos cerita kepahlawanan. Taenango merupakan epos kepahlawan, yang secara tradisional dituturkan dalam bentuk lisan dalam suku Tolaki, sebuah suku asli yang menghuni wilayah bagian Daratan di Sulawesi tenggara, tepatnya untuk sekarang ini berkedudukan di wilayah Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka timur, dan Kolaka Utara dan pada saat ini sudah mulaiditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini disebabkan pergeseran kebudayaan dan kemajuan teknologi. Selain itu, generasi muda juga sudah tidak begitu memperdulikan terhadap keberadaan sastra lisan daerah mereka, sehingga proses regenerasinya tidak ada lagi.
Orang yang melantunkan Taenango disebut to;ono tumo taenango. Panjang bait yang terdapat pada Taenango bias mencapai ribuan bait. Biasanya Taenago dilantunkan semalam suntuk, atau tergantung fisik dan kemampuan pendengarnya, dan pelantunnya, biasa taenango ini dilantunkan antara satu malam hingga tujuh malam. Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk melagukan Taenango.Orang yang biasa membawakan cerita Taenango disebut dengan pande nango. Pada saat ini, yang mampu membawakan sastra lisan tersebut, hanyalah orang tua yang sudah berumur di atas 65 tahun. Pelantun Taenango sekarang ini sudah susah untuk ditemukan disebabkan sudah banyak yang meninggal dunia. Dengan demikian, jika tidak ada penelitian mengenai Taenango ini dikhawatirkan akan hilang dan tidak dikenal lagi seiring dengan meninggalnya pencerita Taenango.
Sebagai salah satu bentuk sastra lisan suku Tolaki, Taenango tidak diketahui secara pasti kapan lahir dan berkembang di dalam masyarakat pendukungnya. Akan tetapi menurut oral tradition bahwa munculnya kepandaian taenango ini sekitar abad ke-15 dimana muncul pande anggo.
Taenango, yang merupakan nyanyian kepahlawanan dalam masyarakat Tolaki, isiceritanya menggambarkan tentang pusat Kerajaan Tolaki dan kisahkejayaannya, yang waktu itu tidak ada kekurangannya. Tolaki konon padamasa itu bersakti, berilmu tinggi, berhati suci, dan beradat. Di samping itu, Taenango berisi tentang adat perkawinan yang terjadi dalam masyarakat Tolaki. Taenango diklasifikasikan dalam dua jenis yakni Taenango ea dan Taenango nto-lere. Perbedaannya adalah pada Taenango ea sebagaimana yang dituturkan dalam penceritaannya belum mempunyai Tama Laki sedangkan Taenango nto-lere sudah mempunyai Tama Laki (Galib,dkk, 1978: 65)
Taenango berisi cerita yang diproyeksikan kepada pendengarnya ataumasyarakat pendukungnya dalam keadaan tertentu.Irama, kata-kata, atau frasedalam Taenango ini mempunyai irama dan kata-kata yang bersifat menggugahsemangat dan membangkitkan jiwa patriotisme. Cerita Taenango juga menggambarkansuatu tipe kepemimpinan, di mana seorang pemimpin harus mempunyaikeberanian dan mempunyai tanggung jawab yang tinggi serta kearifan dalammemimpin. Keberanian seorang pemimpin dalam mengambil keputusan, sangat diperlukan dalam mempertahankan keutuhan dan keberlangsungan kehidupan bernegara dalam tataran konteks persatuan dan kesatuan. Selain itu, cerita Taenango ini terkandung cinta tanah air, gambaran sifat kepahlawanan dan keberanian tokoh Langgai I Saranani, yang berusaha untuk mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai seorang pemimpin, patut dijadikan teladan.
Taenango sebagai bentuk komunikasi khas tentulah mempunyai konvensi dan kode tersendiri, yang berhubungan dengan formula dalam penyajian ceritanya atau kisahnya. Bahasa yang digunakan dalam Taenango adalah bahasa Tolaki. Ciri lain yang terlihat adalah hadirnya si juru cerita, petaenango, secara eksplisit di dalam penyampaian cerita. Abdullah (1991: 68) mengatakan bahwa si pencerita tidakhanya harus mengingat jalan cerita (plot), tetapi harus menguasai konvensi yangberlaku.Hal ini pun dikenal dan dilakukan oleh seorang pa taenango.
Laki-laki istemewa atau pahlawan Metaenango (melantunkan Taenango) biasanya dilakukan pada malam hari oleh seorang peTaenango di saat mulai sepi. Taenango juga biasanya dituturkan dalam waktuyang cukup lama dan bisa sampai semalam suntuk hingga menjelang fajar.
Selama meTaenango (melantunkan Taenango) biasanya pendengarnya tidak mengantuk, karena begitu asyik mendengarkan dan mengikuti jalan ceritanya. Seorang petaenango pada saat membawakan cerita Taenango, yakni dengan posisi berbaring dan tangan diletakkan di atas kepala. Posisi penonton yangmendengarkannya ada yang duduk bersila, bersandar di dinding, dan sambil tiduran. Sesekali penonton terlibat dengan memberikan teriakan untuk menyemangati atau bersorak gembira dengan berseru “meriri”.
Empati yang terjalin antara pendengar dengan cerita ini, disebabkan isi ceritanya yang berhubungan dengan sejarah kepahlawanan suku Tolaki ketika terjadinya peperangan dalam mempertahankan daerahnya dan budaya setempat,yang sarat dengan nilai-nilai dan pesan-pesan moral yang dapat menjadi teladanbagi pendengarnya. Berdasarkan paparan di atas, sastra lisan Taenango dalam masyarakat Tolaki dahulu sangatlah penting sebagai sarana pewarisan nilai-nilai adat dan budayakepada generasi selanjutnya, termasuk juga dalam konteks kenekaragamankekayaan budaya, yang dapat menimbulkan saling memahami antarsuku bangsaIndonesia melalui nilai-nilai yang terpantul dari sastra lisan itu. Namun, karenaperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, maka peran,kedudukan, dan fungsi Taenango tersebut, lambat laun mulai tergeser dengan adanya media informasi lainnya, seperti radio dan televisi. Oleh karena itu, diperlukansuatu revitalisasi fungsi dan kedudukan sastra lisan Tolaki, khususnya Taenango untuk dapat mencegah tergesernya nilai-nilai budaya daerah dengan masuknya budaya global.
Ada beberapa alasan sehingga Taenango ini dipilih karena beberapa alasan.
Pertama, pada awalnya,Taenango merupakan cerita yang pernah popular dalam masyarakat Tolaki sebelummasuknya berbagai pengaruh budaya dari luar dan teknologi. Dampak yangmuncul dari masuknya budaya dari luar tersebut adalah dengan mulai ditinggalkandan dilupakan sastra lisan Taenango.Sehingga, jika tidak ada penelitian mengenaisastra lisan Taenango ini, dikhawatirkan akan hilang dan tidak dikenal lagi olehmasyarakat pendukungnya seiring dengan meninggalnya pencerita Taenango.
Kedua, berdasarkan penelusuran, sastra lisan Taenango belum ada yangmentrasliterasikan dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sehinggaruang untuk memahami dan meresapi nilai-nilai dan fungsi, yang terdapat didalamnya masih terpendam. Peranannya dalam masyarakat juga belum secarajelas terungkap, baru sebatas gambaran yang remang-remang.
Ketiga, dalam kaitannya dengan program pemerintah sekarang, yangberusaha untuk merevitalisasi karya sastra lama dalam masyarakat. Penelitian iniakan difokuskan pada aspek kelisanan dalam teks Taenango serta iramanya. Sehingga,akan muncul dari generasi muda yang mau mewarisinya.
Keempat, Taenango dipilih sebagai objek kajian karena di dalamnya terdapatinformasi mengenai adat istiadat dan pusat pemerintahan dan kejayaan KerajaanTolaki di bawah kepemimpinan Langgai Saranani (pahlawan Tolaki), yang menurut pandangan sukuTolaki adalah salah satu tokoh yang dikenal sebagai raja di daerahTolaki. Sikap heroisme, ajaran moral, adat istiadat, serta kepercayaan yangmerupakan pencerminan masyarakat Tolaki termuat dalam Taenango. Di dalamTaenango ini, diceritakan tentang peperangan dan kehebatan pahlawan Tolaki dalam mempertahankan daerahnya ketika diserang oleh kerajaan lain.
Ada beberapa judul taenango yang berhasil di identifikasi antara lain:
- Langgai Saranani I
- Langgai Saranani II
- Langgai Moriana I
- Langgai Moriana II
- To Tombarano
- Dan masih banyak lagi
Taenango ini adalah lagu yang melukiskan kisah kepahlawanan (Rahmawati, 2010: 8) biasanya taenango ini di nyanyikan semalam suntuk hingga tujuh hari. Dalam proses pengkisahannya cerita taenango tidak boleh berakhir. Cara melagukannya dibutuhkan keterampilan khusus. Mengenai rekaman Taenango ini telah dilaksanakan oleh pihak KITLV di Leiden oleh peneliti Dr. Dinah Bergink bersama Prof. Dr. Abdurauf Tarimana.
Taenango adalah menyanyikan lagu pada saat membuka pekerjaan tertentu, misalnya saat membuka lahan kebun. Taenango biasanya mengandung satu penceritaan atau kisahan tentang kisah-kisah kepahlawanan. Dua jenis taenango (lagu kepahlawanan) yang terkenal dan hingga kini masih hidup dalam masyarakat Tolaki adalah Tebaununggu, yang mengisahkan peristiwa penyebaran Islam dari Aceh ke Nusantara bagian timur, dan Taenango Isara yang mengisahkan perang total di darat, dilaut dan di udara dalam usaha memberantas segala kejahatan yang pernah melanda orang Tolaki. Terdapat beberapa jenis taenango mengisahkan mengenai perlawanan Tokoh Puasa Wuta Lenggola dengan Tokoh Tenggara Bali.
Inventarisasi WBTB, persembahan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prop. Sulawesi Tenggara