You are currently viewing Rumah Bugis – Makassar
Rumah Bugis - Makassar

Rumah Bugis – Makassar

Bugis dan Makassar secara budaya seringnya digabungkan karena kemiripian dan kesamaan di antara keduanya dalam hal budaya. Begitu pun karakterisitik bentuk rumah dan ritual-ritual yang berkenaan dengan rumah, dalam hal tata cara, makna dan filosofinya memiliki kesamaan. Hanya penggunaan istilahnya saja yang berbeda karena faktor bahasa.

Karakter khas rumah rumah Bugis – Makassar adalah berbentuk panggung, atap berbentuk pelana dan memiliki timpalaja dengan jumlah susunan tertentu sebagai simbol status sosial pemilik rumah. Rumah Bugis – Makassar, secara struktur terdiri dari tiga bagian yang dipersonifikasikan sebagai tubuh manusia; bagian bawah berupa tiang rumah adalah kaki manusia, bagian tengah atau badan rumah adalah badan manusia dan bagian atas atau atap adalah kepala manusia.

Dalam pandangan kosmologi masyarakat Bugis – Makassar, pembagian secara vertikal yang terdiri dari tiga bagian tersebut juga merupakan perwujudan dari makrokosmos atau jagad raya. Dalam kepercayaan kuno masyarakat Bugis, yang termuat dalam sureq Lagaligo, jagad raya terdiri dari tiga susun yaitu; Botting langiq/kerajaan langit atau Dunia atas, Ale lino/kawaq atau dunia tengah atau bumi, dan Buriq liu/Toddang toja/Pe’re’tiwi atau Dunia Bawah Laut.

Bottiq langi adalah tempat kediaman La Togeq Langi atau Batara Guru yang dipersonifikasikan pada bagia atas rumah yaitu atap. Buriq liu adalah tempat kediaman We Nyili Timoq, yaitu permaisuri Batara Guru, dan dipersonifikasikan pada bagian bawah rumah yaitu kolong rumah. Batara Guru dan We Nyili’ Timoq ditugaskan oleh dewa untuk mengisi Ale Lino (bumi) yang saat itu masih dalam keadaan kosong. Ale Lino tempat kediaman keduanya ini dipersonifikasikan dengan bagian tengah rumah yaitu badan rumah, tempat manusia melangsungkan kehidupannya.

Dari segi fungsi, pembagian ruang secara vertikal tersebut berfungsi sebagai:

  1. Ruang atap atau loteng atau attic disebut dengan Rakkeang (Bugis) dan parapara (Makassar), yaitu ruang antara penutup atap dan langit-langit/plafon berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan pangan, dan tempat penyimpanan benda pusaka.
  2. Badan rumah disebut dengan alebola atau watangmpola (Bugis) dan kale balla’ (Makassar), yaitu ruang yang terletak antara langit-langit dan lantai rumah berfungsi sebagai ruang hunian, tempat manusia melakukan segala aktifitas; menerima tamu, berkumpul dengan keluarga, beristirahat, tidur, makan dan memasak.
  3. Kolong Rumah disebut dengan awabola (Bugis) dan siring (Makassar), yaitu ruang yang terletak antara lantai rumah dan tanah. Berfungsi sebagai tempat bersantai, bermain, tempat menyimpan alat-alat pertanian dan binatang ternak.

Bagian khas rumah Bugis – Makassar lainnya adalah timpalaja atau dalam istilah arsitektur disebut dengan gevel (gable) yaitu bidang segitiga antara dinding dan pertemuan atap. Pada rumah Bugis – Makassar, gevel atau timpalaja dibuat bersusun untuk menandakan status sosial pemilik rumah. Timpalaja bersusun tiga sampai lima menandakan status pemilik rumah dari kalangan bangsawan, sedangkan satu atau dua susun menandakan pemilik rumah dari kalangan biasa. Pada zaman sekarang, penggunaan timpalaja sebagai penanda status sosial sudah tidak seketat dulu. Baik kalangan bangsawan maupun masyarakat biasa dapat menggunakan jumlah susunan timpalaja sesuai keinginan mereka.