You are currently viewing Ragam Teknik Memainkan Gandrang

Ragam Teknik Memainkan Gandrang

  • Post author:
  • Post category:Budaya

Setelah pada artikel sebelumnya diceritakan mengenai gandrang dan perkembangannya, kali ini kita akan mengulas mengenai aneka ragam teknik memainkan alat musik pukul yang satu ini. Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam memainkan gandrang, dengan variasi bunyi dan perpindahan irama yang lambat maupun cepat. Beberapa diantara pola permainan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

  1. Tunrung pakanjarak

Tunrung pakanjarak atau tabuh amuk adalah tetabuhan gandrang yang biasa dipakai sebagai pembuka dalam berbagai rangkaian acara. Tabuhan yang terdengar sangat nyaring dan cepat dapat membuat perhatian kita langsung tertuju kepada mereka. Pola permainan ini biasa menjadi pengiring pada permulaan pertunjukan tari-tarian tradisional, peresmian acara-acara tertentu, dan festival-festival, namuntidak ditabuh pada upacara kematian. Pola tabuhan yang sedikit lebih panjang dapat kita jumpai pada upacara adat perkawinan dan sunatan. Gandrang pada pesta perkawinan memang biasa dimainkan sepanjang hari dan terutama sekali ditabuh saat para tamu undangan telah berdatangan.

Pada jaman dulu, pola permainan tunrung pakanjarak dilakukan pada acara resmi kerajaan dan biasa diselingi dengan ritual angngaru. Angngaru adalah pengucapan ikrar setia dari pengikut atau abdi terhadap raja mereka. Angangaru berasal dari kata aru yang berarti amuk, diucapkan dalam bahasa daerah Makassar dengan suara yang sangat lantang dan penuh penghayatan. Di tengah-tengah pertunjukan gandrang, seorang To Barani(pemberani) akan masuk ke area panggung dan mengucapkan ikrar tersebut, dengan mencabut keris yang terselip di pinggangnya, diacungkannya keris tersebut ke hadapan raja sambil terus melafalkan janji setianya. Setelah ikrar selesai diucapkan, maka permainan gandrang kembali dilanjutkan hingga selesai. Saat ini, ikrar angngaru telah mengalami perkembangan, dapat kita saksikan pada acara-acara yang sifatnya seremonial dengan isi ikrar yang bisa disesuaikan dengan tema acara yang sedang berlangsung.

Pola permainan tunrung pakanjarak adalah dimulai dengan pukulan gandrang utama yang kemudian diikuti oleh gandrang pendukung, biasanya setelah bagian pembuka yang dimainkan sekali atau dua kali. Tanda mengakhiri diinisiasi dari pemain gandrang palari, sementara pemain gandrang pattannang masih memainkan ostinato dasar untuk bagian pertama tanda ini, kemudian mengubahnya di dua bagian akhir, Sutton (2013). Pada umumnya permainan utama dalam tunrung pakanjarak adalah menggunakan pola delapan ketukan yang berulang. Diawali dengan ritme bertempo cepat sebagai pembuka, dengan beberapa jeda yang diisi dengan bunyi puik-puik dan gandrang pendukung serta beberapa ketukan untuk mengakhiri permainan.

Setiap pemain gandrang memiliki beragam varian permainannya sendiri, hal ini menjadi salah satu aspek kejutan dalam permainan ini dan menghilangkan rasa jenuh saat melihat penampilan mereka berulang-ulang. Kemampuan mereka dalam melakukan improvisasi dan kepekaan pemain gandrang pendukung yang dituntut untuk mampu mengikuti ke mana arah permainan dari gandrang palari (gendang utama) merupakan aspek terpenting dalam setiap pertunjukan. Pemain gandrang utama biasanya menggiring permainan untuk terus ke arah tempo yang lebih cepat, dengan menggunakan pola delapan ketukan yang sama, namun urutan dari pola tersebut tidaklah baku bagi semua pemain, hal ini sangat bergantung pada keinginan dari seorang penabuh dalam mempertontonkan kelihaian bermainnya masing-masing.

  1. Tunrung pakballe

Permainan tunrung pakballe (gendang pelipur) atau tunrung pakballesumangak (gendang pelipur jiwa) sangat erat kaitannya dengan stratifikasi sosial masyarakat Makasssar. Tingkatan sosial tersebut dikenal dalam tiga macam, yaitu ana’ karaeng, golongan bangsawan dan kerabat dekat raja dan menempati tingkatan teratas dalam masyarakat, serta menguasai urusan pemerintahan dan ekonomi masyarakat. Tu maradeka berada pada tingkatan kedua, terdiri dari orang-orang biasa yang bukan tergolong kerabat kerajaan, mampu bekerja dan menghidupi diri mereka sendiri. Golongan ketiga adalah yang disebut ata, yaitu yang menjadi hamba sahaya yang diperintah oleh tingkatan pertama dan kedua, yang menjadi abdi biasanya dikarenakan terbelit hutang atau peraturan adat. Tu maradeka (orang bebas) atau orang baik dalam tingkatan masyarakat dapat memainkan tiga permainan gandrang yaitu tunrungrua (pola permainan rua), tunrung pakanjaraklangkarak (pola permainan lambat), dan tunrung pakanjarakkapalak (pola permainan cepat). Ketiga pola tabuhan tersebut dimainkan secara runut dalam ritual adat dan dilengkapi dengan sesajen. Dalam permainan ini, instrumen yang digunakan adalah sepasang gandrang, puik-puik, dan gong, sedangkan alat musik kattok-kattok tidaklah dipakai.

Bagi golongan bangsawan, pertunjukan dari ketiga jenis tabuhan ini juga dilakukan seperti pada masyarakat biasa hanya saja terdapat beberapa bagian tambahan. Bagi kerabat kerajaan dan golongan bangsawan biasa, pertunjukan gandrang ditambahkan dengan pola tunrung pakballe pada bagian pembukaan, sebuah pola tabuhan yang panjang dan lambat. Pola ini dimainkan hanya sekali kemudian disusul dengan pola khusus yang menandai perpindahan pola kepada tiga bagian pola utama yaitu tunrung rua, tunrung pakanjarak langkarak, dan tunrung pakanjarak kapalak. Sedangkan bagi mereka yang merupakan keturuan langsung dari kerajaan, mengharuskan pertunjukan gandrang yang lebih panjang, yaitu pada bagian pembukaan yang diawali dengan tunrung pakballe yang dimainkan beberapa kali, kemudian dilanjutkan dengan tunrung yang bertempo lebih lambat. Setelah itu, pola transisi akan dimainkan sebelum masuk kepada ketiga pola permainan utama.

Pakballe dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai pengobatan atau pun penolak bala. Tunrung pakballe biasa dimainkan pada upacara-upacara adat yang menunjukkan hubungan antara manusia dengan Dewata sang pencipta. Pola tabuhan tunrung pakballe ini sangat disakralkan oleh orang Makassar dan dimaksudkan untuk mengembalikan kesadaran manusia akan asal penciptaannya sehingga tidak hanya larut dalam pergolakan kehidupan keduniawian saja.Selain itu, tunrung pakballe juga dimainkan pada upacara pembersihan benda pusaka kerajaan. Pola tabuhan ini diawali dengan irama lambat dan jarang, kemudian dinaikkan ke tempo yang lebih cepat dan berulang terus sebelum berpindah ke pola selanjutnya.

  1. Tunrung Salonreng

Tunrung jenis ini merupakan musik pengiring dalam tari salonreng yaitu tari selendang yang dimainkan oleh 6 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Tarian ini biasa dipertunjukkan pada upacara syukuran seperti pesta panen, kesembuhan dari penyakit, dan pelepasan hajat. Tarian ini ditujukan sebagai pengantar agar roh dari kerbau yang disembelih pada hajatan yang dimaksud dapat beristirahat dengan tenang.

Tempo irama dari tunrung jenis ini adalah lambat dan jarang, memiliki kemiripan dengan pola tabuhan pada tunrung pakballe. Banyaknya pertunjukan tradisional pelengkap ritual adat yang kemudian diarahkan menjadi sebuah tontonan komersil juga terjadi pada pola tabuhan tunrungsalonreng. Akan tetapi, mungkin kehadirannya tidaklah semenarik pola tunrung pakanjarak yang membawakan irama cepat dan penuh semangat, tunrung salonreng dengan nadanya yang sangat lambat menjadi terasa membosankan bagi sebagian orang.

  1. TunrungPole Sumanga

Pola tabuhan inilah yang biasa digunakan untuk memanggil para penari pakarena untuk memasuki panggung. Pola ini sekaligus digunakan sebagai media pemberi tanda bagi masyarakat luas akan diadakannya suatu hajatan atau pesta adat di suatu tempat. Pole sumanga yang berarti munculnya semangat, dimaksudkan tentu saja untuk membangkitakan gairah dan semangat bagi yang mendengarkannya sehingga bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam suatu acara. Kemeriahan suasana seringkali begitu terasa saat bunyi gandrang mulai diperdengarkan, dengan tempo yang tidak terlalu cepat sehingga tidak menguras energi penabuh jika akan memainkannya untuk jangka waktu yang lama.

  1. Tunrung Renjang

Tunrungrenjang adalah pola tabuhan bertempo lambat yang mengiringi arak-arakan pesta adat termasuk diantaranya yang menjadi iringan rombongan pengantar pengantin pria menuju ke rumah mempelai perempuan. Pola ini juga dipakai pada upacara Appasili yaitu ritual siraman bagi seorang calon pengantin untuk membersihkan jiwa dan raganya dari segala serangan sihir dan guna-guna yang bisa merusak diri si pengantin.

  1. Tumbuk

Tumbuk adalah pukulan dengan tangan kosong pada kepala gendang yang lebih besar yang pada umumnya diletakkan pada sebelah kiri penabuh. Seorang penabuh gandrang dapat mengkombinasikan dua pola menabuh gendang sekaligus yaitu tumbuk dan tunrung, sehingga menghasilkan harmonisasi irama yang dinamis antara keduanya. Sebagaimana halnya tunrung, terdapat pula banyak ragam pola tumbuk namun yang lazim dikenal adalah yang dinamakan tumbuk se’re, tumbuk rua, dan tumbuk tallu. Tumbuk se’re, rua, dan tallu adalah gebukan satu, dua, dan tiga jika dialihkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam tumbuk se’re pola bunyinya adalah seperti “tak dung dung”yang dimainkan secara cepat dan berulang, sedangkan pada tumbuk rua berbunyi seperti takkak tak dung yang juga dimainkan dengan cepat. Dalam tumbuk tallu, pola nada yang dihasilkan adalah seperti bunyi tepukan tak dung tak dung tak dung dung, ditabuh dalam tempo yang lambat. Ritme dasar yang dimainkan dalam ketiga pola tepukan ini sebenarnya sangat sederhana dan lebih mudah dipelajari terutama untuk pemula.

Tumbuk rua merupakan salah satu jenis tumbuk yang paling sering dimainkan terutama oleh gandrang pendukung. Permainan tumbuk rua ini bertempo cepat dan keras dan dapat dibedakan dengan mudah dengan irama tumbuk yang lain. Tumbuk rua biasanya menjadi pengantar sebelum memasuki jenis tumbuk yang lain dan seringkali diubah menjadi tumbuk ikkik, yaitu kondisi dimana penabuh tiba-tiba berhenti sejenak dan dengan gerakan bahunya akan nampak bahasa tubuh yang jenaka dan dapat membuat penonton semakin terhibur.Selain keempat jenis tersebut, terdapat pula pola tepukan yang dinamakan tumbuk rincik, pola ini biasa dimainkan saat pementasan tari pakarena. Tumbuk rincik ini menjadi khas karena memasukkan unsur tepukan pada rangka gandrang. Adapula yang dinamakan tumbuk reknyak-reknyak yang umumnya dimainkan pada bagian pertunjukan tari pakarena jangang leak-leak. Tumbuk jenis ini berkecepatan sedang. Masih banyak variasi tunrung dan tumbuk lainnya dalam memainkan istrumen gandrang makassar ini.***

 

Inventarisasi Warisan Budaya untuk BPNB Makassar.