Asian games 2018 menjadi momentum bagi bangkitnya Pencak Silat Indonesia. Hampir semua nomor yang diperlombakan beroleh emas. Pencapaian ini seolah menegaskan posisi Pencak Silat sebagai seni bela diri tradisi Indonesia yang telah dimainkan sejak berabad yang lampau. Pencak Silat memiliki nama yang berbeda-beda serta variasi gerakan yang berbeda-beda pula, menurut latar budaya tempatnya berada. Pencak Silat di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama manca’ atau menca’, dan orang yang memiliki ilmu atau menguasai manca’ disebut dengan pamanca’ atau pamenca’.
Manca’ diperkirakan telah ada di Sulawesi Selatan sejak abad ke 16. Kemahiran memainkannya merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Orang Bugis – Makassar yaitu suku mayoritas yang mendiami Sulawesi Selatan, memiliki sebuah filosfi yang menyatakan bahwa kesempurnaan pemberian warisan dari orang tua kepada anak-anaknya (terutama anak lelakinya), baru dianggap lengkap apabila kekayaan rohani berupa kepandaian manca’ telah diwariskan. Disebut sebagai kekayaan rohani karena pewarisannya melalui orang tua dilengkapi dengan pangngisengang kabura’neang (ilmu kejantanan) seperti ilmu kebal terhadap senjata, maupun ilmu kebatinan lainnya.
Pada masa kerajaan, manca’ terutama diperuntukkan bagi keluarga raja dan kaum bangsawan. Mereka dilatih sejak kecil agar dapat menguasai manca’ dan agar dapat disebut pamanca’. Di kalangan masyarakat biasa, pamanca’ menjadi orang-orang pilihan yang selalu berada di garis terdepan saat perang. Mereka digelari towarani atau tobarani atau sang pemberani dalam Bahasa Indonesia. Menjadi pamanca’ artinya menguasai ilmu bela diri maupun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya; bersifat jujur, berani, menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, berjiwa satria, serta bersikap rendah hati.
Sebagai sebuah atraksi budaya, manca’ dimainkan dengan mengenakan pakaian tradisional Bugis – Makassar dan dengan diiringi gendang dan gong. Para peserta biasanya kaum lelaki remaja atau dewasa yang terdiri dari dua orang pemain atau lebih, yaitu satu lawan satu atau satu lawan beberapa orang. Jalan permainan diawali dengan pemukulan gendang dan gong. Ketika suasana mulai hangat, masuklah seorang pemain ke gelanggang kemudian disusul pemain lainnya dari arah yang berlawanan. Pemain pertama yang mulai masuk tadi, memulai permainan dengan istilah angngalle bunga yang artinya mengambil atau memetik bunga. Bunga merupakan gerakan inti manca’, yang berisikan teknik-teknik pukulan dan tangkisan.
Bunga dalam manca’ bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan pelajaran atau keahlian yang telah dicapai seseorang. Setelah menarik bunga, disusul oleh pemain berikutnya sembari memperagakan bunga-nya sampai selesai. Setelah dua atau tiga gerakan jurus bunga yang bersifat menantang maka dengan satu isyarat gerakan ia mengundang lawannya. Mulailah permainan yang sebenarnya, saling mengintai kelemahan lawan, menyerang dengan tinju, cotosan dan tendangan. Selama berlangsungnya permainan, gerakan-gerakan selalu mengikuti irama gendang dan gong.
Saat ini manca’ sebagai seni bela diri tradisi memang lebih banyak dipertunjukkan sebagai atraksi budaya yang bertujuan menghibur. Namun dengan masuknya Pencak Silat sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games 2018, yang dengan gemilang menorehkan prestasi yang membanggakan bangsa, maka para pelaku seni bela diri khususnya bela diri tradisi seperti pamanca’ semakin memiliki tempat di hati masyarakat. Perkembangan dan pelestariannya pun diharapkan berjalan seiring dengan pelestarian nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, khususnya sebagai media penumbuh kembang semangat sportifitas dan persatuan bangsa.
Semoga….dan Salam lestari.
Sumber: Pencatatan Warisan Budaya Tak Benda Sulawesi Selatan, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, 2015