Kemah Budaya: Membangun Pendidikan Anak yang Berkarakter

  • Post author:
  • Post category:Berita / Kegiatan

1Perkemahan budaya adalah suatu kegiatan budaya yang bersifat regional bagi generasi muda, khususnya dikalangan pramuka. Artinya generasi muda kalangan pramuka di daerah ini diberi pengenalan dan pembekalan keanekaragaman budaya daerah mengingat mereka sebagai pelaku dan pengembang kebudayaan .

Kegiatan Kemah Budaya Sulawesi Selatan Tahun 2014 ini, dilakukan guna memberi wawasan tentang kebudayaan secara lebih luas, termasuk di dalamnya wawasan tentang kebangsaan, perlu dilakukan upaya penyampaian informasi melalui jalur-jalur non formal yang lebih terarah pada penyerapan pengalaman langsung dan kehidupan masyarakat. Siswa sekolah yang tergabung dalam organisasi kepramukaan dapat memperolehnya melalui kegiatan perkemahan, bahkan mereka dapat berpartisipasi secara langsung untuk memahami makna dari kebudayaan yang sebenarnya dan dapat memahami arti dari keberagaman budaya dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Penyerapan ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam bersikap tatkala dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sosial dikeluarga maupun di lingkungan komunitasnya masing-masing. Terutama kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang berlainan, ketika mereka menjadi lebih dewasa. Norma-norma untuk mampu hidup mandiri, kreatif, kerjasama dan tidak mudah putus asa yang diterima dari kepramukaan akan turut memperkaya kepribadiannya di kemudian hari. Penggabungan kedua materi ini dapat dilakukan melalui kegiatan perkemahan budaya yang memberi perhatian khusus pada materi kebudayaan selama kegiatan berkemah.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas maka pada tahun 2014 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Makassar menyelenggarakan kemah budaya untuk menunjukkan komitmen dalam pembentukkan karakter jati diri bangsa. BPNB Makassar melakukan kerjasama dengan Kwartir Daerah Sulawesi Selatan agar kegiatan ini dapat mencapai tujuan secara efektif dan efesien seperti yang diharapkan.

Atas segala bantuan, dukungan, perhatian, maupun partisipasi yang telah diberikan guna terselenggara dan suksesnya kegiatan kemah budaya daerah tahun 2014, kami pihak penyelenggara mengucapkan terimah kasih yang tak terhingga. Semoga amal budi-baik yang diberikan tersebut mendapat rahmat dari Allah SWT. Demikian sekapur sirih kegiatan Kemah Budaya Sulawesi Selatan Tahun 2014 ini, semoga dapat bermanfaat dan berguna sebagai masukan dalam menyusun kebudayaan pembangunan lebih lanjut

Gandaria pada tahun 2012. Adapun koleksi budaya yang terdapat dalam museum ini adalah : berbagai macam senjata tradisional khas Bugis Makassar, busana adat Bugis Makassar, peralatan rumah tangga kerajaan (Saoraja), naskah – naskah tua Lontarak dan lainnya

Kunjungan Situs

KOMPLEKS MAKAM DATU LA CINCING

La Cincing Akil Karaeng Mangeppe Datu Pammana adalah seorang Arung Matoa (Raja) Wajo ke- 40 (1859-1885). Selama menjalankan pemerintahannya di Wajo beliau lebih sering tinggal di Parepare akibat saat itu wilayah kerajaan Wajo sering terjadi perang saudara antara para Menteri. Selain sebagai Raja Wajo beliau juga bergelar Arung Malolo (Putra Mahkota) Kerajaan Sidenreng. Pernikahannya dengan Arung Nepo melahirkan seorang putri yang bernama We Simatana yang kemudian menjadi permaisuri Addatuang Sidenreng La Sumange Rukka. Putri inilah yang kemudian berperan sebagai Arung Tellu Latte (Menteri Keuangan/Kesejahteraan Rakyat) Kerajaan Sidenreng. Pada tahun 1885 saat beliau masih menduduki tahta kerajaan Wajo, beliau wafat di Cappagalung Parepare, sehingga diberi gelar anumerta “Petta Matinroe ri Cappagalung”

Makam Datuk La Cincing terletak di jalan Baso Dg. Ngerang lorong kubur Datu, Kelurahan Ujung Sabbang, Kecamatan Ujung, Kota Parepare Provinsi Sulawesi-Selatan.Makam Datu La cincing berbentuk kubah dengan denah dasar bangunan berbentuk segi empat dengan ukuran 6,50 x 5 m, atap berbentuk prisma pintu masuk hanya satu yakni pada sisi timur, sedangkan pada sisi lain masing-masing diberi jendela.Di dalam kubah hanya terdapat 1 buah makam terbuat dari kayu ulin dipenuhi ukiran hiasan kaligrafi dan dihiasi kain berwarna merah. Data yang diperoleh dari anggota polsus makam Datu Lacincing oleh Bapak Saparuddin bahwa dalam kompleks makam Datu Lacincing terdapat 169 makam, diantara makam tersebut terdapat 36 buah makam yang telah ditegel dan 4 buah makam yang telah diberi batu alam.

Kompleks Makam Datu La cincing berukuran kurang lebih 110 m2, yang terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk dengan batas-batas adalah sebelah timur rumah penduduk sebelah selatan jalan dan rumah penduduk sebelah barat jalan dan rumah penduduk sebelah utara rumah penduduk. Informasi yang diperoleh dari anggota Polisi Khusus Cagar Budaya makam Datu La cincing, bahwa pemilik lokasi tersebut adalah Andi Manggabarani.

Semua makam yang berada dalam kompleks makam Datu La cincing masih dalam garis turunan Andi Manggabarani, Makam Andi Manggabarani, dari bentuk bangunan hampir sama dengan Bentuk bangunan makam Datu La cincing berbentuk kubah dengan denah dasar bangunan berbentuk segi empat dengan ukuran 6,50 x 26 m, atap berbentuk prisma pintu masuk pagar tembok sisi selatan kemudian masuk pintu makam sisi timur sedangkan sisi lain masing- masing diberi jendela.Di dalam kubah terdapat 4 buah makam yang sudah di tegel, dalam lingkup makam tersebut terdapat 21 buah makam dan diantara makam tersebut terdapat 14 makam yang telah di tegel.

Makam lain yang berada dalam kompleks ini adalah almarhum Sri Baginda Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe Arung Matoa Wajo ke 43 (1900-1916) beliau adalah kemenakan dari Arung matoa Wajo Datu La Cincing Akil Ali, ayahanda beliau yang bernama Toappatunru Karaengta Beroanging adalah saudara kandung Datu La Cincing Akil Ali Karaeng Mangeppe. Beliau adalah seorang raja Wajo yang berkuasa dan amat disegani nama Karaeng Ishak Manggabarani merupakan pemberian dari Sultan dari kerajaan Brunei kala itu. Berada dalam lingkaran kekerabatan dekat dengan para penguasa paling berpengaruh pada zamannya, disamping pula sebagai raja pada salahsatu kerajaan utama di Sulawesi, kiranya tidaklah mudah dijalani seorang tokoh besar sejarah sepanjang zaman. Terlebih pula jika para kerabat penguasa itu memiliki prinsip berbeda yang disesuaikan dengan kondisinya masing-masing. Namun sejarah pula telah membuktikan seorang tokoh Ishak Manggabarani mampu memimpin Tanah Wajo yang kacau balau selama 16 tahun dan tidak tergantikan hingga wafatnya dalam bulan Maret 1916 di Parepare sehingga bergelar “Petta Matinroe Ri Parepare”. Lebih dari itu, mampu memposisikan diri sebagai “Tokoh Netral” yang dipandangnya demi kebaikan rakyat negeri yang dipimpinnya dengan mengatur garis kebijakan pokok pemerintahan Tana Wajo dari rumah kediamannya diluar Tana Wajo yakni Parepare.

MAKAM WE TENRI LELEANGSULTANA AISYAH. (DATU / PAJUNG LUWU KE XXIV DAN XXVI)

Kedatuan Luwu yang telah berdiri sejak pertengahan abad VII hingga abad XXI ini telah mencatatkan sejarahnya dengan dipimpin oleh 40 Raja dan Ratu dan yang paling terkenal adalah seorang Ratu bernama We Tenri Leleang Sultana Aisyah. Beliau adalah Datu / Pajung Luwu ke XXIV dan XXVI. Lahir pada paruh ke 3 abad 17 dan wafat pada tahun 1750 Masehi. Terlahir sebagai seorang Ratu yang berkuasa di kerajaan Luwu, juga merupakan Datu Tanete (Barru). We Tenri Leleang adalah putri dari We Batari Tungke Datu / Pajung Luwu XXIII dan La Rumpang Megga To Sappaile Opu Cenning Luwu, beliau terkenal sangat tegas dan idealis sehingga perselisihannya dengan Dewan Adat 12 Kedatuan Luwu yang berkembang menjadi gejolak politik pada saat itu membuatnya harus pergi meninggalkan Tanah Luwu dan berpindah ke kerajaan Tanete, disanalah beliau kemudian dikukuhkan sebagai Ratu. We Tenri Leleang juga merupakan simbol kuatnya peranan seorang wanita Bugis pada saat itu.

Makam We Tenri Leleang terletak di jalan Terong Kelurahan Bukit Indah Kecamatan Seroang Kota Parepare Provinsi Sulawesi-Selatan, makam tersebut dikenal warga setempat sebagai kompleks pemakaman umum La Panyanya, yang berada pada puncak bukit dan semak belukar. Makam tersebut ada kemiripan dengan makam Datu Lacincing yakni berbentuk kubah denah dasar bangunan berbentuk segi empat dengan ukuran kurang lebih 4,15 x 4,15 m, atap berbentuk prisma. Pintu masuk hanya satu yaitu pada bagian selatan, sementara pada sisi lain masing-masing diberi jendela.         Di dalam kubah terdapat 2 makam, 1 buah makam terbuat dari kayu ulir dan 1 terbuat dari campuran material, makam yang terbuat dari kayu dipenuhi ukiran hiasan kaligrapi. Nisan di dalamnya berbentuk gada, terbuat dari kayu ulin dan dipenuhi ukiran kaligrafi, kondisi dalam bangunan cukup bersih dan terpelihara

SITUS LIVING CULTURE WATTANG BACUKIKI

Kerajaan Bacukiki sesungguhnya adalah Kerajaan tertua di kawasan Ajattapareng. Kerajaan ini telah tercatat dan digambar petanya oleh seorang petualang dari Portugis bernama Tome Pires pada abad XV. Kerajaan Bacukiki telah dikenal pada saat ditemukannya sosok seorang Pemimpin bernama La Bangenge Manurungnge Ri Bacukiki. Beliau adalah cikal bakal yang membentuk 5 kerajaan di wilayah Ajattapareng. Asal muasal penamaan Bacukiki dimulai sejak ditemukannya sebongkah batu ajaib yang pada saat – saat tertentu dapat mengeluarkan suara meringkik seperti kuda, sehingga lokasi disekitar ditemukannya batu ajaib itu dinamakan Bacukiki.

GOA TOMPANGNGE

Goa Tompangnge atau sering juga disebut Goa Kelelawar dan wisata minat khusus adalah dua hal yang sepertinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini disebabkan karena Goa yang letaknya berada disebelah Tenggara Kota Parepare sangat menantang para pecinta alam untuk ditelusuri lebih jauh.   Meski sampai saat ini belum ada data yang dapat dijadikan acuan mengenai jarak dan mulut Goa hingga ujungnya sehingga membuat rasa penasaran para wisatawan minat khusus semakin tergoda untuk mengungkapnya.

Dapat ditempuh dengan waktu kurang dari 45 menit dan pusat Kota, Goa alam yang terbentuk karena terjadinya rengkahan badan bukit dan aliran air ini menjadi semakin eksotik karena dihuni oleh ribuan ekor kelelawar, dan binatang-binatang melata lainnya seperti biawak dan beberapa jenis ular           .

Goa ini bentuknya sempit pada bagian mulut goa namun ketika masuk ke dalam anda menemui ruangan yang lebih besar menyerupai ruangan galeri, kemudian kembali mengecil ketika anda mulai masuk lebih dalam dan mempunyal banyak cabang (persimpangan).

Yang lebih menarik lagi karena disekitar Goa ini terdapat Air Terjun yang mana airnya mengalir dari untaian akar-akaran yang menggantung dan puncak bukit yang ada disebelah Goa Tompangnge.

MUSEUM GANDARIA (KOLEKTOR PRIBADI)

Museum ini merupakan merupakan kolektor pribadi yang berisi koleksi pribadi dari Alm.H.M Zainuddin yang lebih dikenal oleh masyarakat Parepare Haji Gandaria. Museum ini dibina sejak 1972 yang selalu bertambah koleksinya hingga wafatnya Haji Gandaria pada tahun 2012. Adapun koleksi budaya yang terdapat dalam museum ini adalah : berbagai macam senjata tradisional khas Bugis Makassar, busana adat Bugis Makassar, peralatan rumah tangga kerajaan (Saoraja), naskah – naskah tua Lontarak dan lainnya