Admin kebudayaan.kemdikbud.com, BPNB Makassar, 15 Desember 2014. Bertempat di Balai Kantor BPNB Makassar, seminar hasil penelitian BPNB makassar tahap ke dua diselenggarakan dengan mempresentasikan 5 hasil penelitian. Dalam sambutannya, kepala Balai BPNB Makassar, Dra. Lindyastuti Setiawati, MM menyampaikan harapannya agar peneliti dapat terus mengembangkan karier sebagai peneliti dan mencitpakan berbagai temuan penelitian yang dapat berguna bagi pembangunan. Ia menambahkan pentingnya program-program penelitian yang strategis sehingga dapat juga menghasilkan hasil-hasil penelitian yang berkualitas.
Siti Raoda dkk, memaparakan hasil peneltiiannya yang berkaitan dengan isu multikultural dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah transmigrasi Kabuapten Luwu Utara. Isu ini penting mengingat persoalan multikultural merupakan persoalan strategis yang harus dikaji secara berkelanjutan sehingga dapat menhasilkan rekomendasi penelitian yang berujung pada pembangunan masyarakat multikulutral, menghargai hak-hak orang lain, dan menjadi membuat pondasi yang kokoh dalam pembangunan demokrasi.
sementara itu, Syamsul Bahri dkk menyoroti teknologi penangkapan ikan di Desa Mosso-Majene Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini memperlihatkan suatu teknologi masyarakat nelayan yang telah lama dipertahankan.
kemudian, Sahajuddin dkk, memaparkan hasil penelitian yang berkaitan dengan persoalan pendidikan di Luwu pada tahun 1950-80. hasil penelitian memperlihatkan bahwa sejak tahun 1950 Pemerintah Kabupaten Luwu telah menggiatkan program pembangunan pendidikan. Kendala utama yang dihadapi adalah minimnya sumber daya manusia dan tingginya angka buta huruf. Untuk mengatasi hal tersebut, Jawatan Perguruan Kabupaten Luwu membentuk Panitia Pendidikan Rakyat di setiap kecamatan dan membuka kursus-kursus pengetahuan umum. Akan tetapi program-progam pendidikan tidak berjalan dengan baik karena munculnya Gerakan DI/TII Kahar Muzakka yang berbasis di Luwu. Akibatnya, sekolah-sekolah yang telah dirintis tidak dapat berjalan dengan baik. Masyarakat sebagian besar mengungsi untuk menghindari pertempuran antara TNI dengan pasukan DI/TII Kahar Muzakkar. Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar yang menyebar sampai ke pedalam Luwu mengakibatkan sekolah-sekolah tutup sehingga angka putus sekolah meningkat drastis. Keadaan ini berdampak semakin tertinggalnya pembangunan pendidikan di Kabupaten Luwu dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Pada periode ini merupakan periode suram pembangunan pendidikan di Kabupaten Luwu.
Setelah Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar, masyarakat Luwu memasuki periode baru, yaitu pemulihan pembangunan pendidikan. Sarana dan sarana pendidikan mendapat perhatian serius dari pemerintah, seperti pembangunan sekolah-sekolah dasar dan Sekolah Menengah Pertama dan Atas. Program pembangunan pendidikan pada periode ini masih terkendala pada pemulihan trauma masyakat akibat konflik yang bekepanjangan. Kemudian pada tahun 1965, konflik sosial terjadi sebagai efek dari gerkaran 30 September di Jakarta. Daerah Luwu yang merupakan daearah transmigran Jawa menjadi sasaran konflik sosial. Konflik ini menghambat proses pemulihan trauma masyarakat akibat perang.
Setelah Orde Baru, program pendidikan yang diarahkan menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, lebih mengarah pada pencegahan gerakan-gerakan separatis yang dapat mengancam integrasi bangsa. Daerah Luwu yang merupakan basis terbesar DI/TII Kahar Muzakkar merupakan termasuk wilayah yang diwaspadai munculnya gerakan-gerakan Islam fundamental. Akibatnya, program-program pendidikan lebih menekankan pada Pendidikan Moral Pancasila sebagai elemen penting dalam berbangsa dan bernegara. Sementara pendikan Islam kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah, bahkan cenderung mendapat stigma yang negatif dari pemerintah. Pada tahun 1971, ketika pemilu pertama dilangsungkan, Daerah Luwu merupakan wilayah “hijau” berbasis Islam mendapat perhatian dari pemerintah. Pada periode awal Orde Baru, pembangunan pendidikan di Kabupaten Luwu dihadapkan pada stigma pemerintah sebagai daerah yang memiliki akar gerakan Islam yang kuat dibanding daerah-daserah lain.
Kemudian hasil peneltian Abdul Asis dkk, memaparkan modal sosial pada masyarakat nelayaan Pancong di Kelurahan Bone-Bone di Kota Bau-Bau. penelitian ini memperlihat adanya modal sosial dalam masyarakat Bone-Bone yang cukup kuat untuk membangun orgranisasi nelayan, membangun jaringan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mencapai keberhasilan yang lebih baik. Kemudian, Muhammad Amir dkk menyoroti hubungan kerajaan Balanipa dengan Kerajaan Gowa.