Waleg: Upacara Penyembahan Kepada Nenek Moyang

0
1869

Faktanya bahwa bumi kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara sangat kaya dengan budaya dan ini  terlihat sangat jelas dari kekeragaman tradisi yang dimiliki. Salah satu tradisi adat yang dimiliki sampai sekarang ini adalah tradisi upacara Waleg . Pada umumnya masyarakat adat yang mendiami Kecamatan Sahu termasuk yang mendiami Desa Awer mengenal upacara Waleg. Upacara Waleg adalah upacara syukuran dalam rangka memberikan persembahan kepada roh-roh nenek moyang atau leluhur yang telah memberikan berkat hasil baik berupa panen,rezeki,kehidupan kepada mereka. Upacara Waleg dilaksanakan sesudah dilaksanakannya acara-acara besar misalnya dalam mensyukuri hasil panen atau kegiatan pelantikan sultan ,kepala kampong atau perkawinan salah satu putri pemuka masyarakat. Kemudian upacara biasanya dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul 10 dan datanglah guru di dalam rumah kecil yang disebut rumah kaseba. Bangunannya sederhana terbuat dari daun-daun atap. Kedudukan rumah kecil ini biasanya sedikit ke belakang dari jalan utama namun tidak jauh dari posisi rumah Sasadu atau rumah pertemuan. Dan beberapa orang yang ingin mengikuti upacara ini biasanya dua sampai tiga orang diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Pakaian yang digunakan dalam upacara Waleg adalah celana pendek sebatas lutut dan bertelanjang dada. Perabotan yang ada didalam rumah itu tidak terlalu banyak dan hanya ada sebuah degu-degu atau tempat untuk duduk yang terbuat dari bamboo dimana diatas tempat duduk tersebut terdapat sebuah pisau kecil,beberapa buah jeruk nipis dan beberapa potong lengkuas merah. Setelah air yang keluar dari buah jeruk atau lengkuas yang di potong itu disebut air guraka. Buah jeruk nipis dan lengkuas merah dianggap sebagai suatu sarana untuk dapat mengundang datangnya roh-roh leluhur. Setelah berada didalam rumah maka Guru mulai membacakan mentera-manteranya dan sambal mengetuk-ngetuk buah jeruk nipis,kemudian guru terus membacakan manteranya dan akhir dari pembacaan mantera tersebut kedua belah mata dari tiga orang peserta Waleg itu diteteskan air jeruk nipis dan air lengkuas merah,seketika itu juga para peserta waleg akan menjerit-jerit histeris karena perih,namun kenyataannya menurut masyarakat saat dalam keadaan yang demikian itulah roh-roh leluhur yang selalu disembah itu pasti masuk kedalam tubuh orang-orang tersebut. Pada proses pemotongan buah jeruk tadi Guru sangat hati-hati. Karena diyakini bila saat memotong biji-bji dari buah jeruk nipus itu terpotong maka ada yang meninggal. Dan jumlah orang yang meninggal semuanya tergantung dari biji jeruk nipis yang terpotong. Misalnya biji yang kena potong itu sekitar ada dua buah biji maka ada dua orang dalam kampong tersebut akan meninggal. Oleh karena itu untuk menghindar jangan sampai biji-biji jeruk yang ada itu terpotong maka wajib dihitunglah untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Bilamana terdapat tiga buah biji dalam buah jeruk nipis maka dipastikan pesta akan berlangsung selama tiga hari dan apabila terdapat tujuh buah biji jeruk maka pesta diadakan selama tujuh hari. Peserta Waleg pada umumnya diikuti oleh orang laki-laki,perempuan tua,muda,kecil dan besar. Peserta laki-laki yang telah ditetes matanya menggunakan air jeruk akan berjingkrak-jingkrak sambil terguling-guling,berteriak dan meloncat-loncat seperti orang yang kesakitan. Menurut penuturan dari orang tua mereka sedang dirasuki oleh roh-roh para leluhur sehingga sikap mereka demikian. Adapun juga yang sering terjadi mereka dapat melompat dari tempat rendah ketempat yang sangat tinggi. Saat bertingkah seperti orang mengamuk atau kesetanan itu biasanya dapat menimbulkan suasana menjadi tegang,contohnya tiba-tiba saja orang yang sedang  dirasuki oleh roh leluhur dapat mengambil parang (golok) kemudian dapat saja memotong kepala atau lengan seseorang yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu pada saat prosesi adat dilakukan masyarakat yang sedang menyaksikan acara tersebut harus pula hati-hati dan berdiri harus jauh dari lokasi adat. Kemudian kondisi ini terus berlanjut sampai mata-mata dari para peserta Waleg  tidak lagi perih dimana mereka dengan perlahan-lahan tenaga sudah mulai lemah. Sehingga akhirnya mereka dengan sendirinya akan duduk diam atau seperti orang yang baru selesai pingsan. Maka Guru atau Nyira datang menolong dengan memercikan air putih ke wajah-wajah mereka dan dikuti membaca beberapa kalimat mantera maka mereka yang kena totofore akan kembali pulih,sehingga seluruh tubuh mereka kembali normal serta sikap dan perilakunya. Setelah melakukan acara Waleg maka kegiatan selanjutnya acara pesta makan di rumah kampong atau Sasadu. Rumah Sasadu mempunyai fungsi utama sebagai tempat makan-makan adat dan pertemuan adat. Saat pesta makan adat masing-masing keluarga akan membawa makan untuk dapat dimakan secara bersama-sama di Sasadu.  Pesta makan itu akan berlangsung selama beberapa hari mulai dari pagi hari sampai malam hari. Pada saat acata pesta makan maka rumah Sasadu dihiasi dengan berbagai jenis umbul-umbul dan sengaja dibuat oleh masyarakat untuk dapat membedakan rumah sasadu rumah-rumah biasa,sehingga pada rumah sasadu dihiasi bendera hias yang berwarna merah dan putih dan membedakan seperti hari-hari biasanya. Akhirnya saat melaksanakan pesta para tamu-tamu khusus dipersilahkan untuk duduk di atas degu-degu yang khusus. Kepala kampong yang dipanggil Ngomor/Nyira bersama dengan keluarganya posisi duduk pada degu-degu khusus di damping dengan kapita(panglima perang) dan juga para tua adat kampung/Makale