BUDAYA ORANG-ORANG YALATAHATAN

0
930

Oleh Santy Nurlette, S.Sos.

Sachse seorang penulis “Seram dan Penduduknya” mengatakan bahwa Penduduk asli Pulau Seram yang saat ini menetap di daerah pesisir maupun di daerah pegunungan adalah orang-orang Alifuru. Kata Alifuru itu sendiri memiliki beberapa arti. Ada yang mengartikan Alifuru berarti manusia awal, namun ada juga yang mengartikannya dengan dua kata alif dan uru. Alif artinya awal atau pertama dan uru artinya pemimpin. Jadi, Alifuru artinya orang pertama yang memimpin Antropolog Kein memperkenalkan orang-orang asli di pulau Seram sebagai suku Al furos, suku ini terdiri dari dua suku bangsa yakni suku bangsa Alune dan suku bangsa Wemale. Pengelompokan orang-orang Seram atas dua suku itu, dipertegas lagi oleh Cooley bahwa, jauh sebelum masuknya bangsa Eropa di Maluku, konon telah ada dua suku bangsa Alifuru yakni Pata Aloene (Halune) dan Pata Weimale (Memale).

Dalam perkembangannya, Pata Alune mendapat pengaruh dari Tidore, sedangkan Pata Weimale mendapat pengaruh dari Ternate. Pata Alune digolongkan kelompok patasiwa sedangkan Pata Weimale merupakan kelompok patalima. Masyarakat Patasiwa dan Patalima memiliki kebudayaan yang berbeda. Beberapa ciri umum yang membedakan mereka adalah angka sembilan dan lima. Angka tersebut merupakan angka-angka keramat bagi masing-masing kelompok, selain itu letak batu pamali, kedudukan baileu dan lainnya.

Orang Yalahatan merupakan salah satu penduduk asli pulau Seram yang merupakan sub suku bangsa Alifuru. Secara administratif wilayah mereka masuk kedalam wilayah Negeri Tamilow, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. Arti Yalahatan sendiri dalam bahasa setempat disebut Pagar.Penduduk Negeri Yalahatan mengaku, mereka merupakan kelompok dari Patasiwa Alune. Beberapa hal yang teridentifikasi, sesuai pengakuan mereka diantaranya, orang Yalahatan sering menggunakan kata siwa dalam kapata, bentuk baileu tergantung, batu pamali menghadap laut, dan mahar atau mas kawin yang berkelipatan sembilan.

Busana Orang-Orang Yalahatan

Berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang kehidupan individunya lebih menonjol, orang Yalahatan masih menonjolkan ciri kolektivitas. Bantu membantu atau saling menolong yang disebut Tulundro Mai adalah hal umum yang dipraktekan sehari-hari. Mulai dari aktivitas membangun rumah, baileu, berburu, sampai aktivitas sosial lainnya, misalnya pelaksanaan upacara-upacara adat selalu dilakukan bersama-sama.

Walaupun telah berbaur dengan masyarakat luar, namun Orang Yalahatan tetap masih mempertahankan ciri khas khusus dalam tingkah laku sosialnya. Laki-laki biasanya menggunakan kaos/kemaja dan kain/celana panjang dan dilengkapi dengan ikat kepala merah. Model ikat kain merah yang paling banyak dipakai adalah model yang dua ujung ikatannya jatuh ke atas bahu. Perempuan Yalahtan menggunakan biasanya baju dan kain sarung/rok/celana sebagai bawahan.

Bangunan Orang-Orang Yalahatan

Selain rumah-rumah tinggal ada pula beberapa bangunan lain yang dapat dijumpai di negeri tersebut yakni Sekolah Dasar, Masjid, Gereja, Usali/Baileu, Rumah Soa/Pamali dan Rumah Posene. Yang menarik di pemukiman orang Yalahatan adalah keberadaan Usali, Rumah Soa/Pamali dan rumah posene. Rumah-rumah ini dapat dikategorikan sebagai objek diduga cagar budaya.

1. Usali/ atau baileu

Usali atau baileu di fungsikan sebagai tempat pertemuan saat melaksanakan rapat-rapat negeri, pengangkatan raja atau pada saat dilaksanakannya upacara adat. Usali disanggah oleh empat buah tiang utama yang disebut Riri menam dan 2 buah tiang panjang yang disebut Riri nane dan 2 buah tiang pendek yang disebut dengan Riri etei. Letak Usali ini ada di tengah-tengah rumah soa.

2. Rumah Soa/Pamali

Rumah-rumah pamali ini dilarang untuk dimasuki oleh orang yang bukan berasal dari Soa yang bersangkutan. Oleh karena itu rumah-rumah ini disebut rumah-rumah pamali (terlarang).

Rumah soa atau pamali merupakan rumah yang dtitinggali para perangkat adat Orang Yalahatan. Masyarakat Yalahatan memiliki 4 ( empat) buah Rumah Soa/Pamali

(1) Rumah Soa Waleuru,  rumah ini disebut Luma Ma Ina dan didiami oleh latu/raja tanah. Rumah Soa Waleuru memiliki julukan rumah perempuan. Di dalam rumah ini juga disimpan berbagai perlengkapan adat.

(2)  Rumah Soa Ma’atoke, rumah ini disebut Luma Manuai. Sebagai pasangan rumah soa waleuru, rumah ini dijuluki rumah laki-laki dan didiami oleh Ma’atoke, Maa’toke adalah jabatan panglima tertinggi.

Matoke mempunyai dua ajudan yang memiliki gelar kapitan. fungsi dari kedua kapintan adalah menjalankan ritual adat dan menyiapkan semua material bangunan adat. Mereka mendiami dua rumah adat lainnya, yaitu:

(3) Rumah Kapitan Walueru

(4) Rumah Kapitan Solwena

3. Rumah  Posene

Selain rumah baileu, dan rumah soa atau rumah pamali/kapitan  ada pula 2 (dua) rumah khusus untuk kaum perempuan ketika mendapat haid maupun saat melahirkan  yang disebut dengan Luma Posene. Rumah Posene dilarang di dekati oleh orang laki-laki. Keunikan dari rumah posene adalah tidak tergantung tetapi berada di atas tanah dan letaknya disebelah timur atau pada posisi matahari nae (matahari terbit).

Mata Pencaharian

Aktifitas mata pencaharian utama orang Yalahatan adalah Bertani dan nelayan yang diusahakan secara tradisional. Jenis tanam-tanaman yang dibudidayakan adalah umbi-umbian seperti kasbi atau ubi kayu, Asetele atau ubi jalar, Adapun tanaman perkebunan seperti niele atau kelapa, purawane atau cengkih, dan jenis tanaman buah-buahan seperti turene atau durian, utane atau pisang, tohela atau cempedak, nasete atau langsat dan sebagainya. Selain aktivitas bertani mereka juga melakukan aktivitas berburu atau Takalahai menggunakan senjata panah atau usule, tombak atau tua, dan parang atau ape. Binatang buruan yang ditangkap seperti kusu dan rusa.

Bahasa

Bahasa yang digunakan oleh orang Yalahatan adalah bahasa Proto Maluku Tengah Bagian Timur dengan dialek bahasa Yalahatan yang mereka sebut dengan SOU. SOU yang digunakan sehari-hari orang Yalahatan juga mengandung sumber-sumber sejarah yang dituangkan dalam bentuk kapata dan lani. Kapata yakni syair lagu yang mengungkapkan tentang peistiwa-peristiwa perang heroik yang pernah terjadi atas leluhur mereka, sedangkan lani yal ni syair yang menyimpan cerita-cerita sedih.

Struktur Pemerintahan

Orang Yalahatan yang tinggal di Yalahatan  secara adat tetap ada dalam sistem pemerintahan adat Negeri Yalahatan yang menjadi pemimpin Negeri adalah Raja yang disebut Raja Tanah/Raja Waleuru berfungsi sebagai mediator untuk berhubungan dengan leluhur dan  menyimpan serta mengawasi semua perlengkapan upacara adat negeri, sekaligus menjadi tukang baruba dan tukang ramal antara lain menerawang siapa yang akan mengganti beliau sebagai seorang raja. Aktivitas semacam ini disebut dengan Pikalow. Raja Tanah juga selalu dimintakan pendapatnya dalam hal memilih tempat rumah, waktu panen yang baik dan sebaginya. Jabatan Raja Tanah adalah jabatan turun temurun.

Dalam melaksanakan pemerintahan Raja di bantu oleh Ma’atoke atau Kapitan tertinggi di negeri Yalahatan. Dan Ma’atoke tugas dari Ma,atoke adalah menjalankan semua ritual adat dan menyiapkan semua material yang berkaitan dengan bangunan adat. Ma’atoke juga merupakan panglima tertinggi dalam menjalankan pertahanan dan keamanan dari negeri tersebut. dan tugas tersebut dibantu oleh dua orang ajudan yang pertama disebut dengan Kapitan Waleuru Dan yang kedua adalah Kapitan Solwene

Agama dan Sistem Kepercayaan

Sebagian besar Orang Yalahatan masih menganut kepercayaan agama suku/kepercayaan yang diwariskan turun temurun. Baru masyarakat sisanya menganut agama islam, kristen protestan dan katolik. Mereka sangat meyakini adanya kekuatan pada roh-roh leluhur. Roh-roh tersebut dapat membawa keselamatan maupun bencana bagi mereka. Untuk itu mereka selalu berusaha memberikan persembahan kepada roh-roh tersebut. Konsep tentang adanya satu roh tertinggi sebagai pencipta segala sesuatu di dunia ini juga dipercayai Orang Yalahatan. Mereka menyebutnya Upu Walahatala. Konsep ini sama seperti konsep terhadap Tuhan. Upu Walahatala berdiam di langit dan oleh karena itu ketika melakukan pemujaan mereka harus mengangkat muka ke atas sambil memanggil nama Walahata Ponabi. Orang-orang Yalahatan sangat menjaga Mateneulu atau ikat Kepala merah, bahkan dari air hujan. Mereka mempercayai jika ikat kepala merah terkena air hujan akan membawa malpetaka.