Arung Sejarah Bahari ”Suatu Pendekatan Edukatif Melihat Laut Dari Perspektif Sejarah”

0
4374

Stenli R. Loupatti

  1. Pengantar
“Nenek Moyangku Orang Pelaut, Menentang Badai Membelah Samudera” merupakan suatu ungkapan yang mrnggambarkan kedekatan masyarakat di nusantara dengan laut. Hal ini bukanlah suatu ungkapan atau khiasan semata, melainkan sebuah fakta yang dibuktikan dengan kondisi geografis kepulauan nusantara yang lebih didominasi wilayah laut. Dalam konsep ke-Indonesiaan yang digagas oleh pendiri negara ini mencoba untuk memetaakan wilayah NKRI dalam dua aspek yang sangat mendasar yaitu wilayah laut dan darat sebagaimana yang di maklimatkan dalam pembukaan UUD 1945. Namun fakta pembangunan di negeri ini cenderung mengabaikan wilayah laut dan mengedepankan wilayah darat, padahal sesungguhnya kita memahami potensi wilayah kelautan di nusantara dan khususnya Maluku turut memberikan jaminan untuk kemakmuran dan kesejahteraan anak-anak bangsa di negeri ini. Peristiwa Sipadan dan Ligitan yang direbut oleh Malaysia membuktikan kepada kita bahwa begitu lemahnya pertahanan bangsa dan kepekaan anak-anak bangsa di negeri ini terhadap wilayah laut dan pulau-pulau terdepan. Upaya untuk menemukan dunia baru (kepulauan rempah-rempah) telah dilakukan oleh bangsa-bangsa di Eropa hingga ke Timur Asia. Harumnya bunga Cengkeh dan Pala menjadi salah satu primadona dan daya tarik bagi orang-orang luar untuk datang ke Nusantara. Hal ini kemudian membuka ruang terbentuknya suatu rute atau jalur pelayaran yang menghubungkan masyarakat Nusantara dengan dunia luar. Jalur sutra merupakan salah satu jalur perdagangan yang dirintis oleh pelaut-pelaut Cina untuk menemukan kepulauan rempah-rempah (space island) yang terbentang dari negeri Cina hingga ke Maluku. Keberadaan jalur pelayaran ini sangat dirahasiakan  keberadaannya dari bangsa-bangsa Eropa.

Masuknya orang-orang luar ke Nusantara membuka babakan sejarah baru dalam lintasan sejarah bangsa ini. Tujuan kehadiran orang-orang luar tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mencari rempah-rempah, sehingga daerah yang dituju adalah kepulauan Maluku. Masyarakat Maluku merupakan salah satu kelompok masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai masyarakat maritime hak ini dapat dilihat dari kondisi geografis kepualaun Maluku yang didominasi atau dihubungkan dengan laut. Banyak peristiwa-peristiwa sejarah yang mengungkap berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di kepulauan Maluku.

Kedekatan masyarakat Maluku dengan laut sesungguhnya merupakan suatu fakta masa lalu yang hingga kini masih dijumpai dalam berbagai praktek hidup masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang mendiami wilayah pesisir. Memahami tanda-tanda alam dan waktu yang tepat untuk melakukan serta pengetahuan untuk menjaga dan melindungi ekosistem wilayah pesisir merupakan salah satu ciri masyarakat pesisir di kepulauan Maluku yang masih tetap dipertahankan.

  Dunia kelauatan di kepulauan Maluku sesungguhnya masih memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah ini, namun fakta membuktikan lain. Sumber daya perikanan dan kelautan yang begitu melimpah dan menjanjikan belum dieksplorasi secara optimal. Kurang pengetahuan dan pemahaman masyarakat untuk mengembangkan pola hidup yang berorientasi ke laut sangatlah terbatas serta kurangnya perhatian pemerintah untuk merangsang dan mendorong masyarakat dalam mengembangkan pola hidup yang berorientasi ke laut dan memanfaatkan potensi kelautan belumlah maksimal. Untuk itu diperlukannya suatu konsep pembangunan yang sinergis dan korelatif antara pemerintah dan masyarakat yang ada di daerah pesisir. Bertolak dari uraian di atas muncul suatu pertanyaan kritis untuk kita semua “untuk apa kita melakukan Kegiatan Arung Sejarah Bahari”???

 2. Laut Dalam Prespektif Sejarah

   Berbicara mengenai dunia maritim masyarakat Nusantara tidak dapat dilepaspisahkan dengan sejarah perniagaan dan perdagangan rempah-rempah yang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan negara-negara di Timur Asia hingga ke benua Eropa. Terbukanya rute pelayaran dari Eropa ke kepulauan Nusantara membuka babakan sejarah baru dalam dunia maritim. Dalam masa ini laut dijadikan sebagai media untuk merangkai pulau-pulau dengan menggunakan kapal-kapal yang digerakan oleh angin. Corak kehidupan maritim telah ditunjukkan oleh masyarakat di Nusantara dengan melakukan berbagai ekspedisi untuk berbagai tujuan politik. Sejalan dengan itu Usman Thalib 2006 :1 menjelaskan bahwa peradaban-peradaban yang tumbuh ketikan itu seperti kerajaan Sriwijaya di Sumatera, Majapahit di pulau Jawa pada awalnya berorientasi ke laut. Mengenai Sriwijaya dilukiskan tentang berkembangnya niaga laut, dengan armada-armada kapal yang besar yang berlayar dalam jarak jauh diperairan Nusantara dan di luar perairan itu. Kajian sejarah juga mengemukakan tentang kerajaan Majapahit yang dengan armadanya menjelajah jauh ke pelosok-pelosok Nusantara untuk suatu tujuan politis yakni mempersatukan wilayah-wilayah ke dalam kekuasaannya. Selain itu Sartono Kartodirdjo mengemukakan terdapat kerajaan di Nusantara terkenal dengan aktivitas kebahariannya yang tangguh, seperti kerajaan Banten, Buton, Ternate Tidore.

  Sejarah kebahariaan masyarakat di Nusantara sesungguhnya telah berjalan sebelum masuknya penetrasi Eropa ke Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan keterjalinan dalam perdagangan rempah-rempah yang dirintis oleh pelaut-pelaut (pedagang) Nusantara dan Timur Asia dengan masyarakat di kepulauan Maluku. Bukti peninggalan sejarah kebaharian masa lalu dalam dunia perdagangan yang menghubungkan Maluku dengan kerajaan-kerajaan di Jawa dan Sumatera yaitu jalur Selatan yang di mulai dari Sumatera menuju pantai Utara Jawa-Bali-Lombok (NTB)- kepulauan Flores (NTT)- kepulaua Maluku Tenggara-Banda Seram-Hitu dan ke Ternate (Maluku Utara). Pelayaran seperti ini biasanya dilakukan dengan kapal layar serta menjadikan angin sebagai tenaga penggerak dan pelayaran yang dilakukan selalu menyinggahi pulau-pulau yang berdekatan (pelayaran antar pulau). Dengan pengetahuan dan peralatan yang terbatas para pelaut biasanya menggunakan musim angin untuk berlayar, biasanya angin barat dijadikan sebagai waktu yang tepat untuk berlayar menuju Maluku pun sebaliknya musim angin Timur dijadikan sebagai waktu yang tepat untuk kembali. Terbentuknya interaksi perdagangan antara masyarakat di kepulauan Maluku dengan pedagang-pedagang Nusantara dan Timur Asia mendorong terbentuknya pusat-pusat perdagangan (kota-kota dagang) sebagaimana yang diungkap S. Loupatty dkk. 2006:34.

 Selain pelayaran dari dan ke Maluku, orang-orang Maluku juga telah mengembangkan rute-rute pelayaran lokal yang menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lain, untuk kepentingan perdagangan maupun juga kepentingan lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh  Usaman Thalib 2006:17, di kepulauan Banda pada masa itu tidak terdapat pohon cengkeh namun para pelaut-pelaut Banda telah menjual cengkeh pada pelaut-pelaut Nusantara dan Timur Asia.  Upaya untuk menemukan dunia baru (kepulauan rempah-rempah) menjadi salah satu misi bangsa-bangsa di daratan Eropa, hal ini dibuktikan dengan beberapa ekspedisi yang gagal menemukan kepulauan Maluku namun menemukan dunia baru (benua baru) yang dilakukan oleh Colombus. Pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque berhasil menaklukan Malaka dan Malaka dijadikan sebagai pintu masuk untuk menemukan kepulauan rempah-rempah. Setelah berhasil menaklukan Malaka Alfonso mengirimkan dua buah kapal layarnya pada pertengahan bula November 1511 untuk menemukan kepulauan rempah-rempah. Kedua kapal itu masing-masing dinakodai oleh de Abreu dan Fransisco Serrau yang dipandu oleh seorang nahkoda melayu bernama Ismael. Pelayaran yang dilakukan memakan waktu dua bulan lebih disaat angin barat bertiup dan pada pertengahan bulan Januari Fransesco serrau berhasil menemukan kepulauan Banda yang kaya dengan pohon Pala.

  Masuknya penetrasi bangsa Eropa ke kepulauan Nusantara berdampak pada aktivitas kemaritiman yang selama ini dilakukan oleh pelaut-pelaut Nusantara dan Timur Asia serta merubah orientasi dan pola hidup yang cenderung berorientasi ke darat. Setelah menguasai Maluku kurang lebih tiga setengah tahun keberadaan Portugis kemudian diambil oleh Belanda  pada tanggal 23 Februari 1605 yang ditandai dengan direbutnya benteng pertahanan Nosa Sendora Da Annuciada dan diganti namanya menjadi New Victoria. Dalam kurun waktu tiga setengah abad menguasai Nusantara dan juga kepulauan Maluku, Belanda mampu merubah tradisi kebaharian dengan kebijakan-kebijakan yang dipandang menguntungkan Belanda yaitu dengan mengembangkan tanam paksa (Culture stellsel). Rakyat dipaksa untuk mengembangkan perkebunan cengkeh dan pala dan hanya dijual kepada pihak Belanda dengan harga yang murah. Salah satu kebijakan Belanda untuk menghindari over produksi rempah-rempah dalam perdagangan di pasaran internasional, Belanda mengembangkan pelayaran Hongi Tochteen. Pelayaran Hongi menggunakan armada kora-kora yang digerakan oleh tenaga manusia (pendayung) dan dilengkapi persenjataan. Dalam pelayaran ini sering terjadi perang dengan kapal-kapal pedagang Timur Asia dan Nusantara. Selain itu perkebunan cengkeh rakyat yang tidak bersedia untuk dijual pada Belanda ditebang. Armada Hongi ini kemudian dijadikan sebagai salah satu armada perang Belanda.

 3. Dunia Maritim Orang Maluku

  “Laut Adalah Kehidupan dan Laut Adalah Sejarah” adalah suatu ungkapan yang sangat tepat untuk merepresentasikan kedekatan orang Maluku dengan laut. Dengan kondisi geografis yang terdiri dari pulau-pulau dan didominasi oleh wilayah laut masyarakat Maluku dapat dikategorikan sebagai masyarakat maritim. Hal ini dapat terlihat daalm tradisi kebaharian yang sejak lama dikembangkan oleh masyarakat pesisir, praktek-praktek hidup yang bercorak kebaharian sering kali diekspresikan dalam berbagai karya seni baik dalam syair lagu dan tarian seperti penggalan syair lagu berikut ini

 Lembe-lembe to yando yo, Lembe to toyando maule

Sawa-sawa to yando yo, Sawa to yando maule

Lembe-lembe toma ina, sawa-sawa di laut e

 Pengakuan tentang kedekatan orang Maluku dengan dunia kebaharian juga terungkap dalam penggalan syair Chairil Anwar : cerita untuk Dien Tamaela sebagai berikut:

 “Beta Pattirajawane yang dijaga datuk-datuk Cuma Satu Beta Pattirajawane titisan laut berdarah laut”

 Kedekatan orang Maluku dengan laut juga tergambar dalam praktek-praktek hidup tiap hari yang dilakoni sebagai suatu perwujudan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Keahlian membuat perahu juga menjadi satu pengetahuan dasar yang sejak lama dikembangkan antara lain Arumbae, Arombae Rurehe, Kole-kole yang semua peralatan transportasi ini dipakai untuk melaut (mencari ikan) dan menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lainnya untuk keperluan kehidupan sehari-hari. Pengetahuan untuk mengetahui tanda-tanda alam yang tepat untuk berlayar (Nanaku) serta kemampuan untuk mengetahui waktu yang tepat untuk mencari ikan di laut (Tanoar). Selain praktek hidup ramah lingkungan yang merupakan suatu upaya masyarakat Maluku dalam menjaga dan melestarikan wilayah pesisir juga terapresiasi lewat praktek sasi. Tradisi kebaharian orang Maluku juga nampak pada peran-peran dalam sistem pemerintahan adat dimana terdapat pembagian wilayah antar marga yang bertugas sebagai penjaga pantai (kapitan laut) dan kapitan darat. Argumentasi-argumentasi di atas sangat cukup untuk menjelaskan betapa kuatnya kedekatan orang Maluku dengan dunia kebahariannya.

 4.Arung Sejarah Bahari “Suatu Pendekatan Edukatif”

  Terjadinya peristiwa Sipadan dan Ligitan yang direbut Malaysia menimbulkan luka yang dalam bagi seluruh anak bangsa di negeri ini. Kurangnya kepedulian dan kepekaan terhadap pulau-pulau terdepan yang berbatasan dengan Negara tetangga menjadi salah satu masalah kekinian. Cara pandang terhadap laut dalam pembelajaran di sekolah seringkali mengabaikan aspek laut sebagai medium pemersatu. Laut selalu dipandang dalam konsep yang memisahkan suatu daratan dengan daratan yang lain, asumsi ini kemudian menjadikan masyarakat lebih banyak berfikir untuk mengembangkan wilayah daratan. Kondisi yang lebih parah adalah kurangnya pemahaman dan pengetahuan generasi muda serta rasa takut sering kali menjauhkan mereka dengan laut, namun sesungguhnya potensi perikanan dan kelauta  di Maluku masih memberikan jaminan  kehidupan di masa yang akan datang jika dikelola secara optimal. Untuk itu diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang laut serta keterlibatan pemerintah untuk memberikan motivasi dan dukungan bagi masyarakat khususnya yang ada di daerah pesisir.

  Upaya pemerintah untuk melindungi wilayah teritorial kedaulatan Negara Republik Indonesia (NKRI) terus dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Negara. Sejalan dengan itu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Geografi Sejarah menggagas suatu ide untuk mendekatkan generasi muda Indonesia yang cinta akan laut dan mengembangkan pola hidup yang berorientasi ke laut serta memiliki rasa persatuan dan kesatuan serta nasionalisme dikalangan generasi muda.

  Arung Sejarah Bahari merupakan suatu ide yang tercetus dari berbagai pendekatan disiplin ilmu antara lain; sejarah, budaya, perikanan, kemaritiman dan pertahanan keamanan. Upaya ini bertujuan menciptakan generasi muda Indonesia (Maluku) yang memiliki kecintaan kepada bangsa dan negara yang diwujudnyatakan dalam perilaku hidup. Sehingga lewat kegiatan arung sejarah bahari disaat ini, generasi muda dituntut untuk dapat memahami dan mengetahui sejarah masa lalu bangsanya, budaya kemaritiman orang Maluku, potensi dan peluang pengembangan sumber daya perikanan dan kelautan di Maluku yang semuanya itu akan melahirkan semangat perssatuan dan kesatuan bagi generasi muda serta menumbuhkan rasa cinta pada bangsa dan negara dalam konteks kewilayaan baik laut maupun darat.

5. Kesimpulan

   Dari paparan materi diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai dasar dalam penyajian disaat ini antara lain:

  1. Sejarah kemaritiman bangsa Indonesia sesungguhnya telah dimulai sejak dahulu dari masa munculnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang tampil dengan armada-armada lautnya.
  2. Sejarah kemaritiman masyarakat Nusantara tidak dapat dilepaspisahkan dengan dunia perniagaan dan perdagangan untuk mencari rempah-rempah. Pelayaran dan perniagaan yang dilakukan cenderung menggunakan peralatan dan pengetahuan seadanya. Pelayarana pada masa ini lebih banyak menggunakan angin sebagai tenaga penggerak dan pelayaran antar pulau
  3. Masuknya penetrasi bangsa Eropa untuk mencari kepulauan rempah-rempah turut memberikan dampak bagi perniagaan dan perdagangan serta tradisi kebaharian masyarakat Nusantara maupun Maluku secara khusus.
  4. Dari berbagai dinamika kebaharian, pelayaran dan perdagangan rempah-rempah masa lalu mengakibatkan wilayah laut Nusantara menyimpan berbagai kisah dan peristiwa sejarah yang patut diketahui dan dipahami oleh generasi muda
  5. Sejak dahulu tradisi kebaharian telah melekat dan dikembangkan kini masih dijumpai dalam praktek-praktek hidup masyarakat pesisir khususnya menyangkut pemahaman dan pengetahuan untuk memanfaatkan laut, menentukan waktu yang tepat untuk melaut, serta kemampuan untuk membaca tanda-tanda alam.
  6. Pentingnya Arung Sejarah Bahari sebagai sebuah bentuk pembelajaran bagi generasi muda untuk memahami sejarah masa lalu orang Maluku, dunia kebaharian orang Maluku, serta menambahkan persatuan dan kesatuan bagi generasi muda sebagai manifestasi kecintaan pada bangsa dan negara.
  7. Menanamkan rasa cinta akan laut dan mengembangkan pola hidup yang berorientasi pada laut.

Artikel ini Telah Dimuat Dalam Buetin Kanjoli Vol 6 No 5 Edisi 2012. Untuk Membaca Artikel ini Silakan Klik Link ini.