Mitu? : Upaya Menemukan Makna Damai Dalam Budaya Tanimbarkei

0
1412

IMG20141104160732

Mezak Wakim*

Balai Peletarian Nilai Budaya Ambon

Jl. Ir M. Putuhena Wailela Poka Rumahtiga Ambon

Pos-el: wakimmeca@gmail.com

 

Abstrak

 Mitu? : Upaya Menemukan Makna Dalam Budaya Tanimbarkei

Dalam kebudayaan masyarakat Tanimbarkei terdapat sistem kepercayaan tradisi  yang telah menempatkan mitu pada posisi paling sakral dalam masyarakat Tanimbarkei. Mitu dalam kebudayaan masyarakat tentu menunjuk pada roh leluhur yang dipercaya dapat memberikan sebuah kebahagian, kesenangan dan kesuksesan dan lain sebagainya, oleh karena itu dalam padangan masayarakat Tanimbarkei bahwa keputusan apapun yang berkaitan dengan sistem kepercayaan masayarakat, mitu adalah bentuk dari sebuah penghargaan terhadap roh para leluhur yang sangat perlu di perhatikan karena konsekuensiya ada hal-hal yang disepakati bersama sebagai bentuk larangan yang menimbulkan kepercayaan bahwa ketika itu dilakukan akan terjadi malapetaka dan sebagainya.

Represaentasi mitu lebih memproyeksikan sistem kepercayaan masyarakat Tanimbarkei pada dewa. Dewa memberikan sebuah pemikiran yang konstruksitif dalam kebudayaan masayarakat Tanimbarkei bahwa dewa pemujaan adalah roh para leluhur yang selalu disepakati dalam sistem  kepercayaan masyarakat. Instrumen penyembahan lebih disejajarkan dengan kepercayaan masyarakat terhadap beberapa lokasi yang telah ditentukan sebagai tempat penyembahan yang sakral bagi masyarakat, misalnya pada bawah pohon beringin, posisi tengah kampung, bagian anak tangga masuk kampung, sisi utara kampung dan selatan, serta pada bagian belakang kampung.

Tradisi ini menimbulkan kepercayaan tersendiri dalam masyarakat bahwa mitu akan selalu menaungi kampung ohoi dari segalah malapetaka yang akan datang. Pandangan ini mengarah pada beragam penyembahan kepada mitu misalnya sirih dan pinang, hewan hasil buruan dan peternakan. Prinsip dasar dari sistem kepercayaan ini memiliki fungsi ritual ; juga berkaitan dengan teori pengetahuan. Dilihat dari akibatnya, prinsip tersebut adalah penyataan kongkrit antara hubungan kausalitas yang pernah ada.

Ajaran Mitu Dalam Perspektif Budaya Tanimbarkei

Belajar dari pengalaman Tanimbarkei tentu Tore Linholm menegaskan bahwa kebebasan beragama yang didekatkan pada konsep masyarakat tradisi adalah model pengetahuan lokal yang menerima satu kenyataan bahwa masyarakat kita adalah  masyarakat plural. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa kebudayaan lokal antara lain :

  1. Yaanuar  : konsep hidup orang bersaudara. Implementasi lebih pada sebuah keyakinan bahwa masyarakat Tanimbarkei secara keseluruhan baik yang beragama Hindu, Protestan, katholik dan Islam adalah juga merupakan satu kesatuan masyarakat yang dilindungi oleh adat dan tradisi masyarkat Tanimbarkei.
  2. Rarbet for Maad : model hidup yang saling menghormati dan menghargai antar masayrakat. Kebudayaan yang dipengaruhi oleh ajaran agama masing-masing sangat perlu di pahami bersama sehingga tidak ada perbedaan yang menimbukan konflik dalam masyarakat.
  3. Hani ne Hanik  : sebuah rekomendasi atas kepemilikan yang menunjuk pada individu maupun kelompok yang menegaskan kamu ada kamu dan aku adalah aku. Representasi unsur kebersamaan yang menghargai perbedaan dalam masyarakat yang berkiatan dengan agama dan lainya. Bahwa konsep ini begitu kuat dalam masyarakat Tanimbarkei. Kekerabatan yang diatur dalam hal pengelolaan sumberdaya alam pun juga di selaraskan dengan kepemilikan yang bisa diatur untuk kebersamaan.

*  Staf Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon