Baileo Haria merupakan salah satu dari beberapa baileo yang terletak di Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Secara geografis, Baileo Haria terletak pada zona UTM 52 S 0457752 X dan 9603829 Y. Baileo Haria berbatasan dengan pemukiman warga di sebelah utara dan barat, jalan di sebelah selatan, serta jalan dan GPM Getsemani di sebelah timur. Bangunan yang telah terdaftar di Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya dengan ID pendaftaran PO2016102201131 ini juga terletak tidak jauh dari Pelabuhan Haria. Secara umum kondisi bangunan ini dapat dikategorikan cukup terawat dan masih difungsikan hingga saat ini.
Sama seperti baileo lainnya, fungsi Baileo Haria adalah sebagai tempat musyawarah dan tempat melaksanakan upacara adat. Keistimewaan baileo ini dibanding baileo lainnya adalah peristiwa sejarah yang konon terjadi di tempat ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Jou Luksouhoka, diketahui bahwa Baileo Haria merupakan tempat disusunnya 14 pasal keberatan rakyat (Proklamasi Haria) yang dipelopori oleh Thomas Matulessy. Proklamasi Haria diterima dan ditandatangani oleh 21 orang Raja-Patih Saparua dan Nusalaut. Dokumen keberatan rakyat ini kemudian dikompilasikan dalam dokumen “Keberatan Hatawano” yang memuat 17 pasal. Dokumen ini ditandatangani oleh 29 orang Raja-Patih dan para kapitan dari Saparua, Haruku, Nusalaut, dan Seram. Selain itu, Baileo Haria juga menjadi tempat dikukuhkannya Thomas Matulessy dalam upacara adat sebagai “Kapitan Besar” pada 7 Mei 1817.
Thomas Matulessy dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional asal Maluku yang begitu gigih mempertahankan hak-hak rakyat dari kekejaman Belanda. Puncak perjuangannya adalah saat ia berhasil merebut Benteng Duurstede dari tangan Belanda. Sayang, perjuangannya harus berhenti ketika ia akhirnya ditangkap dan diakhiri hidupnya di atas tiang gantungan pada 16 Desember 1817 di Kota Ambon. Terlepas dari masa perjuangannya yang terbilang singkat, kegigihannya masih begitu membekas di ingatan masyarakat Saparua secara khusus maupun Maluku secara umum. Tanpa mengesampingkan nilai penting baileo lain, tidak heran jika Baileo Haria dikatakan memiliki keistimewaan karena keterkaitannya dengan sejarah perjuangan Thomas Matulessy.
Berdasarkan sejarahnya, baileo ini pertama kali didirikan oleh Pati Arang Besi yang berasal dari marga Souhoka pada tahun 1700-an. Baileo Haria oleh masyarakat setempat dianggap sebagai baileo pulau (baileo milik bersama Pulau Saparua, Nusalaut, Haruku, dan Seram). Kendati telah beberapa kali mengalami pemugaran dan bahkan pembangunan ulang, namun hal ini tidak mengurangi nilai penting dari Baileo Haria atau Palapesi Ruma Toru (rumah tiga rumpun). Adapun penjelasan dari rumah tiga rumpun tidak diketahui secara pasti.
Baileo Haria sendiri merupakan sebuah bangunan dengan konsep rumah panggung berdenah persegi panjang yang terbuat dari kayu, papan, dan atap daun rumbia. Arah hadap baileo adalah timur-barat. Baileo ini dilengkapi dengan 84 tiang penyangga kayu yang terbagi dalam 4 baris, dimana masing-masing baris terdiri dari 21 tiang penyangga. Kayu yang digunakan pada bangunan baileo merupakan kayu gufasa yang terkenal ringan dan kuat. Kayu ini dipilih karena kualitasnya yang tidak menurun bahkan dalam keadaan basah. Luas bangunan adalah 450 meter2 dengan panjang 40 meter dan lebar 7 meter. Bangunan baileo dibuat terbuka tanpa dinding dan ornamen khusus. Baileo juga dibiarkan tanpa cat, sehingga warna bangunan yang nampak adalah warna alami kayu. Baileo dilengkapi dengan dua buah tangga yang terbuat dari semen sebagai akses keluar masuk yang menghubungkan bangunan dengan tanah di sisi timur dan barat. Saat ini, tangga di sisi timur paling sering digunakan sebagai akses keluar masuk. Pada sisi ini juga terdapat sebuah tifa yang digunakan pada pelaksanaan upacara adat.
Model atap merupakan model atap pelana dengan bahan konstruksi kayu dan bambu. Pada bagian atas tiang penyangga diletakkan kayu secara horizontal, kemudian diletakkan juga kayu berukuran lebih kecil yang disusun sedemikian rupa sehingga nampak konstruksi atap bertingkat tiga. Bagian teratas konstruksi atap adalah bambu sebagai alas untuk meletakkan daun rumbia yang direkatkan dengan tali rotan.
Jou Luksouhoka mengatakan bahwa telah terjadi dua kali pembangunan ulang bangunan baileo, yang pertama pada tahun 1983 ketika bangunan rubuh total dan yang kedua pada tahun 2014 ketika baileo terbakar akibat perang antar negeri pada 2013. Oleh karena itu, bangunan yang berdiri saat ini adalah bangunan yang dibangun pada tahun 2014. Kendati telah dua kali mengalami pembangunan ulang, tidak ada perubahan arsitektur yang dilakukan. Perubahan yang terjadi hanyalah pada bagian pondasi bangunan, dimana spesi asli merupakan kalero sementara saat ini menggunakan semen.
Selain itu, pada April-Mei 2022 juga telah dilakukan upacara tutup baileo atau penggantian atap karena atap sebelumnya mengalami kerusakan akibat faktor alam serta rendahnya kualitas daun atap akibat usia yang masih muda. Penggantian atap ini dilaksanakan sesuai dengan ritual adat dan diawasi oleh pihak-pihak terkait, seperti Pemerintah Negeri Haria, juru pelihara situs, serta masyarakat setempat. Biaya penggantian atap merupakan bantuan dari Matheos Sahuleka yang merupakan warga Negeri Haria yang saat ini bermukim di Belanda. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Isak Aponno, bantuan tersebut berupa dana untuk pengadaan atap rumbia sebanyak ±6.000 lembar daun rumbia.
In English:
Baileo Haria is one of several baileo located in Saparua District, Central Maluku Regency, Maluku Province. Geographically, Baileo Haria is located in UTM zone 52 S 0457752 X and 9603829 Y. Baileo Haria is bordered by residential areas to the north and west, the road to the south, and the road and GPM Getsemani to the east. The building, registered in the National Registration System for Cultural Heritage with registration ID PO2016102201131, is located near Haria Harbor. In general, the condition of this building can be categorized as well-maintained and is still functioning today.
Just like other baileo, the function of Baileo Haria is to be a place of deliberation and to carry out traditional ceremonies. The specialty of this baileo compared to other baileo is the historical events that are said to have occurred in this place. Based on an interview with Jou Luksouhoka, it is known that Baileo Haria is the place where the 14 articles of popular objection (Haria Proclamation) pioneered by Thomas Matulessy were compiled. The Haria Proclamation was received and signed by 21 Raja-Patihs of Saparua and Nusalaut. This popular objection document was then compiled into the “Hatawano Objection” document containing 17 articles. This document was signed by 29 Raja-Patihs and kapitans from Saparua, Haruku, Nusalaut, and Seram. In addition, Baileo Haria was also where Thomas Matulessy was confirmed in a traditional ceremony as “Kapitan Besar” on May 7, 1817.
Thomas Matulessy is known as one of the national heroes from Maluku who was persistent in defending the rights of the people from Dutch cruelty. His bravery peaked when he seized Fort Duurstede from Dutch hands. Unfortunately, his struggle had to stop when he was finally arrested and ended his life on the gallows on December 16, 1817, in Ambon City. Despite the short period of his struggle, his persistence is still very much in the memory of the Saparua people and Maluku. Without excluding the importance of other baileos, it is not surprising that Baileo Haria is considered special because of its connection to the history of Thomas Matulessy’s struggle.
Based on its history, this baileo was first established by Pati Arang Besi who came from the Souhoka clan in the 1700s. The local community regards Baileo Haria as the island’s baileo (baileo belonging to Saparua, Nusalaut, Haruku, and Seram Islands). Although it has been restored and rebuilt several times, this has not diminished the importance of Baileo Haria or Palapesi Ruma Toru (house of three clumps). The explanation of the house of three clumps is not known for certain.
Baileo Haria is a building with the concept of a rectangular house on stilts made of wood, planks, and thatched leaf roofs. The facing direction of the baileo is east-west. This baileo is equipped with 84 wooden support poles divided into four rows, each consisting of 21 support poles. The wood used in the baileo building is gufasa wood, which is light and strong. This wood was chosen because of its quality, which does not decrease even in wet conditions. The building area is 450 meters, with a length of 40 meters and a width of 7 meters. The baileo building is made open without walls and special ornaments. Baileo is also left without paint, so the color of the building that appears is the natural color of the wood. The baileo is equipped with two stairs made of cement as an access in and out that connects the building with the ground on the east and west sides. Currently, the stairs on the east side are most often used as access in and out. On this side there is also a tifa used during traditional ceremonies.
The roof model is a gable model with wood and bamboo construction materials. At the top of the supporting poles, wood is placed horizontally, then smaller-sized wood is also placed in such a way that it appears to be a three-story roof construction. The top part of the roof construction is bamboo as a base for placing thatched leaves glued together with rattan rope.
Jou Luksouhoka says that there have been two rebuildings of the baileo, the first in 1983 when the building completely collapsed and the second in 2014 when the baileo was burnt down as a result of the interstate war in 2013. Therefore, the current building was built in 2014. Despite two redevelopments, no architectural changes were made. The only change that has occurred is in the foundation of the building, where the original specs were kalero while currently using cement.
In addition, in April-May 2022 a baileo closing ceremony or roof replacement was also carried out because the previous roof was damaged due to natural factors and the low quality of the roof leaves due to its young age. The roof replacement was carried out following traditional rituals and supervised by related parties, such as the Haria State Government, site caretakers, and the local community. The cost of replacing the roof was donated by Matheos Sahuleka, a resident of Negeri Haria who currently resides in the Netherlands. Based on information obtained from Isak Aponno, the assistance was in the form of funds to procure ± 6,000 pieces of thatched roof.