Nyong Ambon Deng Nona Ambon: Dalam Persepektif Cinta Sejarah dan Budaya Maluku

0
6139
Info Ambon. Collectie Moluks Historisch Museum

Penulis: Mezak Wakim, Peneliti Antropologi Budaya

Pengantar

Pada prinsipnya kalau orang membicarakan Ambon, tentu tidak terlepas juga orang merepresentasi manusia Maluku dengan sebutan Ambon, bukan menunjuk hanya pada batasan aspek ruang sosial, artinya yang di kenal Ambon adalah hanya orang Maluku yang berdomisili di Pulau Ambon, tetapi sebutan ini sangat populer untuk menyatukan semua orang Maluku. Sehingga kalau teori ini kemudian kita bangun maka tentu anggapan masyarakat umum [masyarakat Indonesia] telah memetakan orang Ambon dalam penilaian ciri fisik tertentu yang di kenal “Nyong Ambon dan Nona Ambon yang Hitam Manis”. kata hitam manis sangat sering kita dengar dan bagi sebagaian orang kalau yang hitam manis biasanya tidak pernah membosankan sejauh mata memandang. Ini ciri yang memang menggambarkan unsur genetik yang melekat bagi orang Maluku yang lebih cenderung di pandang secara fisikal pada tampilan Nyong Ambon dan Nona Ambon. Ada istilah Laipose, Balagu, Ondos dan sebagainya adalah model penyampaian secara verbal bagi keseharian masyarakat ambon yang dinilai tetap mengangap budaya sebagai pegangan penting bagi keberlanjutan masyarakat Maluku pada umumnya. Sehingga boleh jadi kalo kita kemudian bisa berbicara secara gamblang bahwa ketertarikan Nyong Ambon dan Nona Ambon yang Hitam Manis bukan saja telah banyak memikat akan tetapi juga karena kecantikan panorama alam dan kekayaanya juga telah membuat semua mata tertuju, untuk mengukir sejarah yang boleh jadi kita katakan dunia mengenal Indoensia karena Maluku.

Aroma Cengkih Dan Pala : Semua mata tertuju

Membuka pemahaman tentang Nyong Ambon dan Nona Ambon yang hitam manis sebagaimana di ungkapkan di atas, tentu pada bagian ini lebih spesifik menjelaskan konsep hitam manis bukan hanya pada manusianya akan tetapi pada alam yang dianugerahi kekayaan sumberdaya yang luar biasa dan menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia Internasional dalam melakukan wisata dagang di Maluku. Orientasi dagang yang di maksudkan dalam wisata internasional tersebut adalah munculnya rempah-rempah [cengkih dan pala] yang menjadi komoditi paling termahal di dunia. Catatan ini kemudian menjadi dasar mula Maluku yang di kenal dunia sebagai Spice Island [Pulau Rempah-rempah] telah melayarkan ribuan kapal karena cita rasa dan aroma cengkih dan pala.

Beberapa sumber yang di sebutkan oleh Antonio Galvao[1] bahwa yang dimaksudkan dengan rempah- rempah ialah; cengkih (Eugenia Aromatika,O.K). dan pala (Miristica fragrans), sejenis tumbuhan tropis yang di dunia yang  menurut para ahli sebelumnya hanya terdapat di kepulauan Maluku. Dinamakan rempah-rempah sebab  bunga cengkih maupun fuli pala  dalam abad ke 3 S.M sudah dipakai di Cina sebagai ramuan, obat-obatan tradisional,wewangian,rempah-rempah atau penyedap makanan. Penulis Yunani, tahun 50 S.M. menamakan cengkih itu,Carphyllum dipakai sebagai bumbu masak,dan obat-obatan dan dianggap berasal dari India. Sementara Willem dalam buku kerajaan Cina yaitu pada dynasti Hang diesebutkan cengkih dapat di jadikan sebagai bahan wewangian penting bagi para pengawal kaisar yang akan menghadap kaisar sebelumnya harus mengunyah cengkih sebagai penghilang bau mulut. Referensi-referensi ini melengkapi kepekaan dunia terhadap rempah-rempah yang memiliki nilai paling tinggi dalam pasaran perdaganagan dunia internasional. Karena nilainya kini menjadi ukiran tersendiri bagi sejarah daerah Maluku.

Orang Eropa menyebutnya “ The Oriet” yang di artikan sebagai timur dari bola dunia. Istilah oriet di mata eropa adalah bagian dari keindahan bumi yang berseri karena matahari, rempah-rempah dan burung cedrawasih. Dan bagi orang Eropa oriet menjadi wilayah paling indah di dunia.

Ada beberapa hal yang perlu di ketahui secara garis besar tentang sejarah ekspedisi yang di rancang para penguasa dunia untuk menemukan kepulauan rempah-rempah.

  1. Ekspedisi pertama yang di rancang raja Spanyol Franz Ferdinand dan Ratu Isabella adalah upaya menemukan the Spice Island [kepulauan rempah-rempah]. Untuk proyek tersebut telah di perintahkan sebuah ekspedisi pertama yang di atur oleh Colombus yang ahli navigasi untuk menangani proses ini. Namum pencariannya tidak membuahkan hasil karena Colombus hanya menemukan benua baru yang kemudian dikenal sebagai Amerika. Atau pun juga berkat ekspedisi ini Colombus mempertemukan teori baru dalam ilmu pengetahuan yang menerangkan bumi Bulat. Sehingga boleh dikatakan berkat pencarian Maluku sebagai kepulauan paling terkenal di dunia dapat membuahkan banyak manfaat sebagaimana yang di temukan Colombus. Kekeliruan Colombus menemukan Maluku dalam pelayaranya menjadi rachmat bagi bangsa-bangsa Eropa dikemudian hari. Karena benua baru (daratan Amerika) yang ditemukan itu menjadi daerah eksploitasi yang luar biasa oleh bangsa-bangsa Eropa, hingga terbentuknya negara baru Amerika Serikat tahun 1449.
  2. Ekspedisi ke dua di rancang dengan penunjukan Vasco da Gama sebagai pemimpin Armada namun tidak berhasil karena hanya mengintari tanjung harapan di benua Afrika. Kegagalan ini menandakan sebuah pengalaman yang pahit bagi raja Portogis.
  3. Dan ekspedisi ketiga dirancang setelah india jatuh ke tangan Portugis kemudian yang mengaharuskan Malaka di kuasai oleh Portugis dan memudahkan penemuan spice island. Pada tahun 1512 di bawa pimpinan Francisco Serrau tiba di Banda Naira. Dalam buku harianya kami berlayar sejak 100 tahun lamanya untuk mencari kepulauan rempah-rempah dan kini telah kami temukan. Berita ini kemudian tersohor keseluruh dunia sehingga Maluku menjadi pusat pelayaran dunia.

Uraian ini setidaknya menjadi catatan tersediri yang kini penting untuk di ketahui karena sejarah bagaimana perjuangan penemuan Maluku sebagai wilayah paling di cari pada abad ke XIII sebelum masehi adalah masa emas yang melahirkan banyak keuntungan bagi dunia. Kekeliruan kompas pelayaran menuju Maluku juga ternyata menguntungkan dunia ilmu pengetahuan sebagaimana Colombus menemukan teori dunia bulat. Akan tetap sejarah penemuan kepulauan rempah-rempah kemudian menjadi malapetaka tersendiri bagi Maluku karena misi dagang yang konspiratif ternyata membawa malapeta tersendiri bagi Maluku.

Cita Rasa Yang Melayarakan Ribuan Kapal : Ada Nama Maluku dan Ambon dalam catatan Sejarah

Asal-Usul nama Maluku

Pada bagian ini tentu menjadi penting dibahas mengenai presepktif istilah penamaan Maluku yang di sejajarkan dengan sejarah lokal maupun nasional yang kontenya dapat mengakomodir sebuah penamaan wilayah yang tentu harus di dasarkan pada pembenaran aspek sejarah. Untuk istilah Maluku beberapa kutipan membenarkan bahwa istilah Maluku dapat di peroleh secara pasti dari wilayah Maluku Utara. Sebagai wilayah paling terkenal dengan rempah-rempah cengkih serta ketenaran kerajaan-kerajaan besar seperti Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Komunikasi dagang ini kemudian memberi nilai penting dalam sejarah masuknya islam di Maluku dan Maluku Utara sebagai pusat rujukan referensi. Untuk istilah Maluku sendiri baru dikenal setelah adanya kunjungan para pedagang arab, persia, gujarat dan India. Sehingga diperoleh gambaran penamaan sebagai berikut:

  1. Menurut Van Fraassen sebagaimana di kutip adnan Amal (2007) mengemukakan bahwa nama Maluku telah di catatan dalam buku Nagarakertagama (1365) sebagai “Maloko” . Ada dugaan kuat bahwa penulis buku Nagarakertagama Prapanca telah mengadopsi nama Maluku dari kebanyakan pedagang arab yang melakukan kegiatan dagang di nusantara. Sehingga munculnya istilah bendera kerajaan Ternate tertulis dengan aksara arab kalimat “Al molok Boldan Ternate” (de Clerq dalam Leirissa, 1973). Maka kata Al Molok atau al mulk yang berarti raja atau penguasa dalam bahasa Arab itu, kemudian direinterpretasi menjadi sebuah kalimat “Jaziratul zabal Muluk”  yang artinya Semenanjung gunung yang banyak raja. Interpretasi ini sudah tentu bersifat kontekstual, dalam artian didasarkan pada kondisi sosiocultural masyarakat  Maluku dan Maluku Utara dewasa ini yang banyak raja-raja kecil, yang oleh van Leur ( 1960) disebut dengan distilahkan “Dorps Republieken”.
  2. Sementara pembenaran dalam rumpun bahasa Maluku Utara oleh kronik bacan menyebutkan juga bahwa nama Maluku yang dalam bahasa Tenate “ Moloku” yang bermakna mengengam, menyatukan dan erat kaitanya dengan konfederasi empat kerajaan tradisional “Moloku Kie Raha (persatuan empat kerajaan).
  3. Versi portogis baru menyebutkan “Moluccos” setelah 1514 yang berarti banyak  pulau-pulau yang didasarkan juga pada refersi awal yang didapatkanya dari para pelancong pencari rempah-rempah. Sementara Spanyol tetap menyebutkanya dengan nama permenen Maluku yang tiba kemudian pada tahun 1521. Sementara versi belanda jangkauan istilah Maluku yang dipakai oleh VOC disesuaikan dengan perkembangan kekuasaan politik mereka. Pada tahun 1683, ketika Kerajaan Ternate dijadikan sebagai “leenstaat” (vazal) dari VOC dan beberapa kerajaan lainnya di Maluku, maka untuk kepentingan perdagangan dan campur tangannya, VOC membentuk suatu badan administrasi yang dinamakan “Gouvernement der Molukken” yang berpusat di pulau Ternate. Akan tetapi penggunan nama Maluku seringkali versi penamaan menurut pedagang arab yang dipergunakan disesuaikan dengan tingkat sosialitas dengan masyarakat pribumi di Maluku Utara.

Cidade de Amboyono: Istilah yang di mulai dari Benteng Kota Laha

Setelah membicarakan Maluku dalam konten sejarah dunia, yang meibatkan persekongolan berbagai pesaing perdagangan rempah-rempah, maka sesunguhnya terlepas dari Ternate sebagai pusat pemerintahan Belanda di Maluku, [Gouvernement der Molukken]  Ambon kemudian menjadi wilayah yang paling berpengaruh dalam catatan sejarah karena Ambon menjadi barometer pesaingan antara Portogis dan Belanda. Orientasi pengaruh keduanya di mulai sejak ditemukanya Banda Naira pada 1512 oleh Portogis maka secara tidak langsung Portugis membangun pusat-pusat pemerintahanya yang di mulai dengan pembangunan benteng-benteng dan di Ambon di bangunlah sebuah benteng batu kecil di daerah Honipopu yang di sebut Nosasenora da anuciada yang diartikan oleh Portugis “sampai disini Buda Maria di Bangun. Sementera versi pribumi dikenal dengan Kota Laha yang artinya benteng di teluk dalam karena posisinya yang mejorok ke dalam teluk Ambon. Benteng ini di bangun Berada pada Jantung Kota Ambon. Dibangun Oleh Portugis pada tahun 1572 di masa pemerintahan Gaspar De Mello dan di pergunakan pada tahun 1588. Kaitanya dengan isitilah penamaan Ambon sesunguhnya didasarkan pada penggunaan istilah Ambon pertama setelah fungsi benteng Nosasenora da anuciada di jadikan sebagai pusat aktivitas portugis yang kemudian menyatukan petuananan atau hena/aman [kampung] kecil seperti soa ema, urmessing, soa kilang, soa kecil, silale untuk menyatukan konsep pembangunan wilayah dekat benteng. Istilah ambon dalam persepektif sejarah dapat di petakan sebagai berikut :

  1. Dalam versi Portugis sebagai pendiri pertama benteng Nosasenora da anuciada istilah Ambon muncul di pengaruhi oleh penggunan isitilah “cidadode amboyno” istilah ini dipakai di sekitar benteng di honipopu.
  2. Sementara untuk kata “Ambon” di kenal dalam buku Nagarkartegama dalam abad ke XIV nama Ambon di berikan pada wilayah di Maluku Tengah. Namun para misionaris memberikan pembenaran bahwa Ambon tidak sama dengan Maluku karena Ambon merupakan satu dari pulau yang ada di Maluku.
  3. Pengertian Ambon yang di sebutkan dalam versi Portugis adalah Cidades Ambyono yang artinya Kota di Pulau Ambon. Laporan misionaris menyebutkan pada abad ke 16 Kota Ambon menjadi bagian utuh dari benteng tersebut karena pada sekitar benteng telah di bangun sekitar 500 buah rumah dan jumlah jiwa mencapai 1500 jiwa.

Ambon Mendapat Status Kota

Pada dasarnya Ambon mendapat status Kota setelah munculnya konsep pemanfaatan benteng kota laha sebagai pusat pemerintahan setelah Portugis kalah perang dari Sultan Baabullah sehingga memaksa wilayah sekitar benteng kota laha menjadi padat pendukuduk. Berkumpulnya penduduk negeri kilang, ema, soya, Hutumuri, Halong, hative Silale, Uremsssing, Batumerah dll. Ambon menjadi Kota setelah 1605 Belanda mengambil alih benteng Kota laha dan menjadi pusat pemerintahanya. Portugis kemudian harus menyerahkan Bneteng Nosasenora da anuciada sepenuhnya kepada Belada dan oleh Steven Van de Hagen di beri nama Victoria yang artinya kemenangan. Dan oleh Gubernur Arthus Gijslels setalah adanya gempa di Kota Ambon dan di beri nama New Victoria. Sehingga pada 7 September 1921 masyarakat Kota Ambon di berikan hak yang sama dengan pemerintah Kolonial Belanda di bawa pemerintahan Alksander yacob patty untuk mementukan jalanya dalam dewan kota. Momentum ini kemudian di jadikan tanggal 7 September sebagai hari lahir Kota Ambon.

Potensi Sejarah Inspirasi Masa Depan: Media Pembangunan Karakter

Setelah membicarakan kejayaan Maluku hingga tentu potensi masa lalu yag kini di singgung adalah bentuk ukiran sejarah yang sangat penting di ketahui dalam kerangka menanamkan karakter bagi generasi muda di Maluku. Potensi-potensi tersebut di gambarkan melalui bangunan-bangunan kuno yang berdiri seakan memberi isyarat akan masa lalu Maluku. Pemetaan potensi tersebut di lihat antara lain :

Benteng Victoria

Lokasi Benteng Victoria Berada di Pusat Kota  Ambon

Rekonstruksi pembangunan Benteng Victoria dari fakta sejarah, menunjukan bahwa benteng ini adalah merupakan benteng bekas peningglan Portogis. Benteng ini bangun ketika orang-orang Hitu di jazirah leihitu berhasil mengusir orang Hative dan Tawiri. Oleh karena Portogis merasa terancam maka mereka menyingkir ke suatu tempat yang dinamakan Honipopu (daerah sekitar benteng Victoria sekarang) Honipopu adalah petuanan dari aman atau hena (kampung) dari salah satu Uli Soya (Persekutuan Soya) wilayah ini konstruksi tanahnya berawa karena sebagai pusat penampungan air ketika datang musim hujan, dan juga sebagai daerah aliran sungai dari pulu gangsa yang banyak di tumbuhi pohon sagu dan bambu. Fakta ini kemudian di benarkan oleh Valentijin dan Rumphius bahwa pada saat pembangunan benteng tersebut Portogis menebang sejumlah pohon sagu dan bambu dengan pertimbangan wilayah teroterim tersebut dari prespektif geostrategic memang aman karena akan luput dari pergantian musim barat dan timur dan juga cocok untuk orang Portogis untuk menetap dan menyimpan hasil rempah-rempah sebelum diangkut ke kapal. Benteng ini di bangun pada tahun 1575 pada masa pemerintahan Gubernur Gaspar de Mello. Dan selesai pada tahun 1588 benteng kemudian  diberi nama Nossa Sendora Da Anuciada yang artinya sampai di sini Bunda Maria di bangun. Akan tetapi oleh penduduk setempat menamainya  Benteng Kota Laha yang berari benteng di pelabuhan dalam/teluk dalam.Bangunan benteng ini terdiri dari empat penjuru dimana dua penjuru berada di sebelah darat dan dua penjuru yang lain menjorok ke laut. Penduduk disektar benteng dipakai tenaganya sebagai buru kasar pada saat pembangunan benteng tesebut. Benteng ini benar-benar menjadi pusat pertahanan Portogis ketika kalah perang dengan Sultan Babulah tahun 1575. Portogis perpindah dari Ternate dan memustakan semua kegiatan pada benteng ini sehingga konsentrasi penduduk pada waktu itu menunjukan sebuah aktivitas perkotaan. Tahun 1600 Steven Van der Haghen berhasil membangun hubungan dengan kapitan Tepil dari Hitu untuk mengepung Benteng Kota Laha namun gagal karena pertahananya begitu kuat. Keberhasilan tersebut menjadi alasan mendasar hingga Raja Portogis menganugerahkan hak (preveliges) untuk menjadi suatu kota. Pemberian prevelges sesuai dengan standar kota-kota di Eropah pada waktu itu. Dari sinilah berdirinya Citade Amboina atau Kota Ambon.

Beberapa perkampungan di sekitar benteng seperti  Soa Ema, Soa Kilang, Soya Kecil, Silale dan Urmesing berkembang dan menjadi satu negeri yang berstatus Kota. Pertahanan Portogis begitu kuat ketika tahun 1602 ekspedisi armada Portogis di bawah Pimpinan Laksamana de Mendoza di perintahkan untuk mengawal benteng kota laha dari ancaman Belanda sekaligus menyerang Hitu sebagai pusat pertahanan Belanda. Pertahanan ini tidak berjalan mulus ketika raja Portogis secara tiba-tiba menarik Laksamana de Mendoza dari Ambon. Sehingga kekuatan pertahanan Portogis menjadi lemah. Penarikan Mendoza benar dimanfaatkan oleh Steven Van der Haghen dan orang Hitu untuk  menyerang Benteng Kota Laha dan ternyata berhasil. Sehingga pada tanggal 23 Februari Benteng Kota Laha jatuh di tangan Belanda. Nama Benteng kemudian di rubah menjadi Victoria yang artinya Kemenagan. Dan pada tahun 1898 benteng ini kemudian direstorasi  Pemerintah Belanda dibawah pemerintahan Gubernur Artus Gijsels nama benteng di rubah lagi menjadi New Victoria .

Makam Pakoe Boewono VI

Lokasi di Urimessing Jarak 1 Km² dari pusat Kota Ambon

Makam Sunan Pakoe Boewono terletak di jalan Revolusi. Kedatanganya di Ambon bukan untuk menjalanakan misi penyebaran agama Islam karena di asingkan Belanda. Pakoe Boewono adalah Sultan dari Surakarta yang bergelar Sri Paduka Ingkang Sinuha Kajeng Susuhnan VI atau dikenal dengan nama Sinuhun Bangun Tapa. Lahir pada tanggal 26 April 1807 dan naik tahta 15 September 1915. Tiba di Ambon 16 Desember 1830. Dan meninggal 15 Maret 1957. Dimakamkan sementara di Ambon pada tahun1957 kerangkanya di pindahkan ke pemakaman Asmang Wonogiri.

Tugu Dolan

Tugu Dolan

Lokasi di Kudamati dengan jarak tempuh 15 menit dari Pusat Kota Ambon

Tuggu dolan didirkan pada tahun1967 oleh pemerintah Australia. Plakat dan perunggu serta replika dari Badge RSL adalah pemeberian dari Gull Force Asosiation kepada kepada Gubernur Latumahina pendirian tuggu ini adalah untuk memperingati kepahlwawanan seorang serdadu Australia yang melindungi kawan-kawannya ketika pasukannya ditarik mundur sebuah Invasi Pasukan Jepang Di Kota Ambon pada tahun 1942.

Tugu Pendaratan Siliwangi di Batumerah

Tugu Pendaratan Siliwangi

Lokasi di Desa Batumerah Kecamatan Sirimau.

Tugu ini adalah tugu peringatan yang dibagun tanggal 5 November 1950 oleh Bn Luccas dari Divisi-IV Siliwangi yang mendarat di Batumerah dalam rangka merebut benteng Victoria yang adalah pusat pertahanan RMS di dalam Kota. Dalam pertempuran antara pasukan Siliwangi dan RMS terdapat beberapa korban sehingga untuk mengenangnya tugu ini di bagun.

Tugu Rumphius

Tugu Rumphius

Lokasi di SMA Xaverius Ambon, Kelurahan Batu Meja

Tugu peringatan George Everadus Rumphius didirikan pada tahun 1996 oleh keuskupan Amboina atas prakarsa MGR A.P Sol. M.Sc dan diresmikan pada 22 April 1996 oleh WalikotaMadya Ambon Bapak Johanes Sudiono. Tugu ini didirikan untuk mengenag sosok Rumphius yang dikenal dunia sebagai orang buta dari Ambon yang tidak dapat melihat. Lahir di Jerman tetapi bekerja untuk Belanda, akan tetapi karena kecakapannya pada bidang Arsitektur, Biologi, Geologi telah mengankatnya dalam posisi sebagai seorang Ilmuawan dari Maluku.

Tugu Trikora

Tugu Trikora

Lokasi di Jln A.M Sangadji depan PLN Ambon

Tugu Trikora dibangun pada tahun 1962. Sebagai bentuk dari partisipasi keberhasilan Indonesia dalam merebut Irian barat dalam Operasi mandala yang berpusat di Makassar. Pada wilayah ini dilakukan apel besar pasukan dalam rangka persiapan penyerangan Irian Barat.

Budaya Lokal Sebagai Penanda Identitas Orang Maluku

Kebudayaan merupakan hasil karsa dan cipta manusia yang dilakukan dengan sadar. Sebagai hasil karya manusia kebudayaan memiliki wujud yang dalam istilah sosiologi lebih dikenal dengan tujuh unsur kebudayaan[1].  unsur-unsur kebudayaan ini kemudian menjadi bahagian yang tidak dapat dipisahkan dalam realitas masyarakat yang digolongkon sebagai komonitas atau masyarakat adat. Sehingga muncul suatu penandaan dalam pemahaman kita bersama bahwa sesungguhnya budaya lokal merupakan penanda identitas sosial dalam suatu masyarakata, misalnya dengan melihat salah satu unsur kebudayaan kita dapat mengetahui darimana kelompok, masyarakat atupun individu ini berasal. Berbicara mengenai budaya orang Maluku tentu tidak dapat dipahami sebagai sesuatu yang melekat pada orang Ambon semata, melainkan mesti dipamami dalam pendekatan kultural yang terbentuk dalam bentangan geografis Kepulauan Maluku yang saat ini dapat dipetakan dalam dua kultur besar yakni kultur orang  Ambon mencakup Seram, Lease, Ambon dan Buru. Dan kultur yang berikutnya adalah kultur Orang Tenggara. Penjabaran kebudayaan Maluku tidak dapat dipahami dalam pendekatan dua kultur itu semata melainkan juga dipahami dalam pendekatan kewilayahan atau geografis, misalnya budaya orang Buru tidak sama dengan orang Ambon dan budaya orang Tual tidak sama dengan orang Maluku Barat Daya, sehingga diperlukan pemetaan kebudayaan Maluku berdasarkan pendekatan kultural yang sesunguhnya telah terpetakan dalam batasan kewilayahan.

Memahami masyrakat Maluku dalam prespektif budaya lokal merupakan suatu hal yang sangat mendasar bagi generasi muda khusunya peserta Nyong deng Nona Ambon yang nantinya akan menjadi duta dan corong untuk memperkenalkan maluku bagi orang lauar (toris manca negara maupun toris lokal). Sama halnya dengan kebudayaan-kebudayaan masyarakat di Nusantara lainya budaya lokal orang Maluku terekpresi dalam berbagai wujud baik dalam bentuk tata nilai (norma-norma adat), arsitektur, busana tradisional, alat musik tradisional, tarian tradisional, hubungan kekerabatan serta berbagai wujud lainya yang nampak dalam aktifitas masyarakat Maluku itu sendiri. Lebih jelasnya dalam pemaparan makalah ini, mencoba untuk mengungkap serta memperkenalkan sedikit dari berbagai kebudayan orang Maluku.

a. Hubungan Kekerabatan

Salah satu unsur kebudayaan yang sangat identik dan melekat dalam kehidupan orang Maluku ialah hubungan Pela dan dan gandong. Pela dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan persaudaran yang terjalin tanpa ikatan pertalian darah (geonologis) dan ditandai dengan adanya suatu peristiwa (kejadian) misalnya perang, tolong menenolong, kawin, dan peristiwa lainya yang dijadikan sebagai penanda terbentuknya suatu hubungan pela antara sdua negeri atau lebih dengan latar belakang agama yang sama maupun yang berbeda. Contoh Negeri Tuhaha di Pulau Saparua dengan lama Negeri dalam rumpun amarima hatuhaha (Pelauw, Kabau, Rohomoni, Kailolo dan Hulaliu) atau Batu Merah dengan Paso. Sedangkan gandong dapat didefinisikan sebagi suatu ikatan yang terjalin karena adanya hubungan pertalian darah (ikatan geonologis) contohnya Negeri Tamilouw, Hutumuri dan Sirisori dan negeri-negeri lainya. Kedua hubungan ini merupakan gambaran hubungan kekerabatan orang Maluku yang telah lama dibangun oleh leluhur dimasa lampau yang mungkin tidak dapat dijumpai di daerah manapun di dunia ini.

Budaya pela dan gandong dapat dijumpai pada masyarakat Ambon, Seram dan Lease. Pada masyarakat Kei (Maluku Tenggara) dikenal istilah ain ni ain yang sesunguhnya memiliki makna yang sama, hal yang sama juga dikenal pada masyarakat Maluku barat daya dengan istilah Nekora dan berbagai ikatan persaudaraan yang ada di Maluku. hubungan-hubungan kekerabatan ini seringkali nampak dalam praktek hidup tiap hari dengan ungkapan-ungkapan ale rasa beta rasa, potong dikuku rasa didaging, sagu salempeng pata bage dua dan lain sebagainya.

b. Kesenian Tradisonal

kesenian tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan masyarakat di Nusantara, termasuk masyarakat adat di Maluku. memahami kesenian tradisional tidak dapat dilepas pisahkan dengan seni tari yang hingga kini masih dikenal dan popoler dikalangan masyarakat Maluku maupun masyarakat luar. Adapun beberapa jenis tarian tradisional di Maluku antara lain

  • Tari Seka : yang pada mulanya merupakan tarian perang, namun dalam perkembangannya tarian ini dijadikan sebagai tarian penyambutan, dan pementasan. Tari Seka biasanya diiringi oleh tabuhan tifa besar dan tifa kecil serta nyanyian-nyanyian adat (Tyarka). Busana yang digunakan oleh penari ialah kain basta dengan aksesori tradisional seperti mas bulan, mas anting untuk perempuan dan bulu kambing pada kaki untuk laki-laki. Tarian ini dapat dijumpai pada masyarakat adat di Maluku Barat daya.
  • Tari Cakalele : tarian ini pada mulanya merupakan tarian perang, namun dalam perkembangannya saat ini dijadikan sebagai tarian penyambuatan dan pementasan baik pada acara-acara adat maupun pagalaran tari. Busana yang digunakan disesuaikan dengan busana daerah dimana tarian ini ada, hal ini dikarenakan tarian cakalele hampir dapat dijumpai pada setiap komunitas adat di Maluku. tari cakalele biasanya diiringi oleh tabuhan alat musik tifa dengan tiupan tahuri (kulit kerang)     
  • Tari Tnabar Ilaa : tarian ini biasanya dilakukan pada saat upacara fangea kidabela, namun dalammperkembangannya saat ini biasa dijadikan sebagai tarian penyambutan. Busana yang diguanakan ialah kain tenun, dengan diiringi alat musik Tifa.

Dan berbagai tari-tarian tradisional lainya yang semuanya itu memiliki makna historis dan kultural dalam kehidupan masyarakat adat di Maluku. selain unsur budaya lokal dimaluku lahir kebudayan-kebudayan baru yang lahir melalui proses akulturasi misalnya, tarian katreji yang lahir dari pengaruh budaya Eropa dan tari sawat yang lahir dari pengaruh budaya Arab. Kebudayan-kebudayaan ini kemudian menjadi bahagian yang tidak dapat dipisahkan dengan realitas kekinian masyarakat Maluku.

c. Upacara Tradisional

berbicara mengenai upacara tradisional tidak dapat dilepas pisahkan dengan masyarakat adat di Maluku misalnya upacara adat cuci Negeri di Soya, upacara panas pela serta upacara Pukul Sapu di Negeri Mamala dan Morele yang memiliki makna memperingati perjuangan para kapitan yang berjuang pada saat perang kapahaha yang biasanya dilakukan setelah tujuh ahari sesudah lebaran Idul Fitri, Dan berbagai upacara tradisional lainya. 

d. Arsitektur Tradisional

Arsitektur tradisional atau yang lebih dikenal dengan sebutan rumah adat merupakan suatu bentuk karya budaya yang telah ada dalam kehidupan masyarakat Maluku. rumah adat memiliki fungsi dan makna sosial yang sangat mendasar dalam kehidupan masyarakat adat di Maluku misalnya Baileo untuk masyarakat Maluku Tengah dan Ambon serta Im dalam kehidupan masyarakat Masela di Maluku Barat Daya. Arsitektur tradisional sesunguhnya memberikan inpirasi persekutuan sejati antar masyarakat dalam suatu ikatan hukum adat. Semuanya itu seringkali termaknai dalam falsafa-falsafa kelokalan yang lahir dalam suatu realitas masyarakat berdasarkan rumpun budaya seperti Kalwedo di pada masyarakat Maluku Barat Daya, Kidabela pada masyarakat Maluku Tenggara Barat, Ain Ni Ain pada masyarakat Kei, Sakamese Nusa pada masyarakat Seram. Semunya ini merupakan identitas kelokalan masyarakat Maluku yang terbentang pada gugusan kepulauan Maluku dalam realitas masyarakat dari waktu-kewaktu.

Penutup

Memahami sejarah dan budaya orang Maluku merupakan suatu hal yang mendasar bagi peserta nyong deng nona Ambon, yang dalam fungsinya sebagai corong untuk menginformasikan dan memperkenalkan berbagai hal tentang Maluku bagi orang luar. Mengenali sejarah dan budaya lokal merupakan suatu upaya pembentukan karakter dan jati diri anak negeri dengan membangkitkan kembali memori kolektif kita bersama. Makalah ini hanya mengungkap sedikit dari sekian banyak sejarah dan budaya Maluku, namun kiranya makalah ini dapat membantu peserta Nyong deng Nona Ambon untuk lebih memahami lebih dalam tentang Maluku.

Acuan Bacaan

Adnan Amal 2010,  Kepulauan Rempah-Rempah : Perjalanan Sejarah Maluku Utara : Jakarta, PT Gramedia

Aholiab Watloly, 2012 Cermin Eksistensi Masyarakat Kapulauan dalam Pembangunan Bangsa, Perspektif Indigenous Orang Maluku, Ins Nusantara,  Jakarta.

Abidin Wakano Dkk, 2012 Menggali Sejarah dan Kearifan Lokal Maluku : Jakarta, KIRPM Maluku

Cooley. F. L 1987, Mimbar dan Tahta. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan

Rumahuru Yance Dkk, 2010 Paradigma Transpormatif Masyarakat Dialog : Jogjakarta, Pustaka Pelajar

Sahusilawane, 2004, Sejarah Lahirnya Pela dan Gandong di Pulau Ambon. BKSNT Ambon

Mezak Wakim 2011 Banda Naira Dalam Perspektif Sejarah BPSNT Ambon

2009 Mengenal Benteng dan Monumen Sejarah di Pulau Ambon BPSNT Ambon

Jack Tuner 2005 Sejarah Rempah Dari Erotisme Sampai Impelisme Komunitas Bambu: Jakarta

[1]  Untuk Itu  lihat Koentjcaraninggrat dalam Mentalitas Manusia dan Pembangunan 2005:3