Dari 16 karya budaya Kabupaten Lingga yang ditetapkan dalam warisan budaya tak benda (WBTB) 2019, ada satu yang terbilang mengejutkan. Yakni, lolosnya tuturan asal usul nama Nerekeh jadi WBTB Indonesia.
Dalam, buku Cerita Rakyat Asal Usul Nama Tempat (Toponimi) yang dituliskan Anastasia Wiwik Swastiwi, dkk yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Lingga tahun 2017, juga ada ditulis tentang nama Desa Nerekeh. Konon cerita, dahulu kala terdapat sebuah kerajaan di sekitar Daik Lingga. Menurut narasumber, raja yang memerintah kerajaan tersebut amatlah kejam dan bengis. Sebut saja namanya Raja Fulan(bukan nama yang sebenarnya). Rakyat yang hidup di bawah naungan kerajaan ini hidupnya sangat menderita, mereka tidak dapat hidup tenang dan nyaman layaknya rakyat kerajaan lain. Mereka dituntut untuk kerja paksa setiap hari tanpa upah. Barangsiapa yang berani menentang kehendak Raja Fulan, raja yang kejam ini tidak segan-segan untuk membantai dan bahkan membunuh. Begitulah sadisnya raja yang memerintah di kerajaan itu, rakyat hidup dirundung penderitaan di bawah raja yang zalim.
Raja Fulan seakan tak mau peduli dan menutup rapat mata serta telinga dengan penderitaan rakyatnya. Hampir setiap hari rakyat merasa takut dan cemas. Mereka hanya bisa diam saat menyaksikan sanak keluarganya disiksa dan dibantai habis-habisan. Tiada daya mereka untuk membalasnya, dengan kondisi badan yang lemas dan perut lapar akibat telah diperas tenaganya setiap hari, menjadikan mereka penonton yang paling menderita dan menyedihkan. Kekejaman Raja Fulan, pembantaian rakyat jelata bahkan pembunuhan yang dilakukan secara semena-mena itu membuat suasana di dalam kerajaan sangat panas. Konon katanya, hujan pun enggan untuk membasahi tanah kerajaan itu.
Sampailah suatu hari, ada seseorang asing datang ke kerajaan. Ia seorang lelaki paruh baya. Konon lelaki tersebut merupakan orang pintar di negerinya. Seorang yang dipercaya memiliki ilmu bela diri dan kebathinan yang sangat tinggi. Segala yang keluar sebagai ucapannya selalu menjadi kenyataan. Laki-laki paruh baya yang tidak diketahui namanya ini, bermaksud menemui Raja Fulan dan menyampaikan amanah yang ia bawa dari negerinya. Alangkah terkejutnya ia melihat rakyat di kerajaan itu begitu menderita, miskin dan kurus-kurus pula. Mereka, mulai dari yang kecil, remaja, tua-tua, laki-laki dan perempuan, semua dipaksa bekerja. Ia merasa prihatin dengan nasib rakyat jelata itu. Ia tidak habis pikir, bagaimana mungkin sang raja dapat hidup di atas penderitaan raktanya.
Lelaki tersebut lalu menemui Raja Fulan dengan berani untuk menyampaikan amanah dari negerinya. Usai menjalankan tugasnya, ia bertanya kepada sang raja.“Wahai Raja Fulan, mengapa engkau begitu tega dan engkau begitu kejam membiarkan rakyat kerajaanmu menderita?”. Lelaki ini bertanya dengan penuh berani.Raja Fulan lalu menjawab.
“Beta merasa senang melihat orang lain menderita di bawah kekuasaan beta, ha…ha…ha”.Lelaki itu kembali berkata.“Sungguh kejam kau Raja Fulan, kerajaanmu ini seperti Neraka! ”
Raja Fulan sangat geram dengan lelaki paruh baya itu, karena dianggap telah begitu berani melecehkan raja. Raja Fulan lalu menyuruh para prajuritnya untuk membunuh laki-laki paruh baya itu. Namun, karena kesaktiannya lelaki itu tidak dapat dijumpai di desa itu. Jangankan untuk membunuhnya. Mencari batang hidungnya saja para prajurit Raja Fulan kewalahan.Berita tentang lelaki asing itu tersebar di seluruh pelosok kerajaan. Rakyat jelata yang diselimuti rasa takut mulai merasakan lega dan berani bicara. Mereka merasakan ada hujan membasahi hati mereka, membasuh cemas dan rasa takut yang telah bersemayam cukup lama. selama ini, belum ada orang yang seberani lelaki paruh baya tersebut, kalau pun ada yang berani, tentu saja sudah dibunuh oleh raja yang kejam tersebut.
Perkataan lelaki asing kerajaan seperti neraka benar menjadi kenyataan. Panas yang luar biasa mulai menghantam kerajaan ini. Keanehan itu hanya ternyata di dalam istana. Istana yang sudah panas karena aroma kekejaman dan pembunuhan kini menjadi berkali lipat panansnya, diyakini ini adalah kutukan lelaki asing yang sakti tersebut. Raja Fulan dan para punggawa yang menghuni istana tersebut hancur lebur dihantam panas yang luar biasa. Kerajaan yang dulu berkuasa itu pun hancur lebur menjadi tanah. Lama setelah peristiwa aneh itu terjadi , kerajaan tersebut menjadi sebuah perkampungan yang dihuni oleh rakyat jelata. Mereka yang selama ini terbelenggu derita dan rasa takut kini telah merasa bebas dan dapat hidup nyaman serta tenang.
Istilah “Neraka ” selalu diperbincangkan. Karena mayoritas rakyat tersebut adalah Suku Melayu, kata “Neraka” berubah menjadi “Nerake”. Hal ini disesuaikan dengan dialek orang Melayu. Seiring dengan perkembangan zaman, dari nenek moyang ke anak cucu, tinggallah sebuah kampung yang bernama Kampung Nerekeh. **