Tradisi Tujuh Likur Mulai Terasa di Lingga

0
1191

Masyarakat Kabupaten Lingga mulai mempersiapkan tradisi tujuh likur dalam bulan Ramadhan 1440 H ini. Tradisi malam tujuh likur adalah tradisi yang dilakukan oleh warga secara rutin setahun sekali dalam bulan Ramadhan yaitu puncaknya tanggal 27 Ramadhan.

Malam 27 Ramadhan dianggap masyarakat Lingga sebagai malam yang suci. Masyarakat Lingga di Daik, Dabo dan wilayah lain memasang pelita (lampu colok) di sekeliling rumah mereka. Pelita tersebut dipasang di tiap tiap jendela yang menggelilingi rumah, dipasang berderet mengikuti panjang jalan, serta dipasang ditiap tiap gerbang yang dibuat menyerupai masjid. Masyarakat mempercayai bahwa malam Tujuh Likur ini malam turunnya Lailatul Qadar. Jadi setiap rumah harus terang benderang, supaya Lailatul Qadar bisa masuk kedalam rumah jika rumah kita terang., kegiatan malam tujuh likur dilaksanakan dengan memasang pelita atau lebih dikenal dengan lampu colok.

Pelita (lampu colok) adalah salah satu alat penerangan yang dipakai nenek moyang dahulu pada saat listrik belum dikenal. Lampu ini menggunakan bahan bakar minyak tanah yang dibuat sedemikan rupa.sedangkan tradisi yang biasa dilakukan oleh pemuda – pemuda setempat ialah membuat beberapa pintu gerbang sebagai kerangka untuk menyusun lampu- lampu tersebut. Susunan tersebut membentuk berbagai macam formasi seperti memanjang, melingkar dan membentuk pola masjid yang dibuat dalam bentuk gerbang. Pemasangan lampu colok biasanya dimulai pada 21 hari bulan ramadhan yang disebut malam satu likur hingga pada malam 27 Ramadhan atau sering disebut dengan tujuh likur.

Malam tujuh likur dimeriahkan dan dirayakan dengan bermacam-macam kegiatan seperti membuat makanan lalu diantarkan di mesjid untuk dibacakan doa. Setelah itu mereka beramai-ramai datang bersilaturahmi dari gerbang ke gerbang yang lain. Selain membuat makanan untuk diantarkan ke masjid. Warga juga membuat makanan untuk diletakkan di masing-masing gerbang. Disetiap gerbang juga ada acara doa selamat digerbang tersebut pada malam tujuh likur.

Setiap masyarakat yang datang berkunjung untuk melihat gerbang bisa mencicipi makanan yang sudah disediakan.Makanan ini di buat disetiap gerbang guna untuk mempererat silaturahmi, bersyukur dan berbagi rezeki diantara masyarakat. Setiap orang yang datang untuk melihat gerbang-gerbang disetiap kampung, selalu disambut dengan baik oleh penjaga gerbang.

Dalam Ramadhan kali, mulai terlihat aktivitas masyarakat disejumlah daerah baik itu di Dabo, Daik sampai ke Singkep Pesisir dalam menyiapkan membuat gerbang tujuh likur. Meski tanpa adanya perlombaan gerbang tujuh likur, masyarakat tetap semangat memeriahkan tujuh likur. **